Bab VI Tegar

3.1K 117 11
                                    

Aku menghampiri Khumairah yang duduk sendirian di taman belakang. Kulihat dia menangis sambil memeluk kedua lutut yang ditekuk dan membenamkan kepalanya di atas ayunan. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

Lama aku memperhatikannya. Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit bahkan sampai setengah jam, Khumairah tetap tak merubah posisi tubuhnya tersebut. Aku pun mulai khawatir dengan keadaannya.

Perlahan kumulai mendekati dan menyentuh pundaknya.

“Ra ... Khumairah ....” seketika tubuhnya jatuh ke pelukanku. Aku kaget. Perlahan kudekatkan telingaku ke dadanya untuk mendengar detak jantungnya. Aku menghela napas panjang. Untungnya dia hanya tertidur, mungkin saja karena terlalu lama menangis.

Matanya bengkak. Ada rasa iba di hatiku.

“Begitu tersakiti kah dia?” gumamku dalam hati. Kubopong tubuhnya menuju ke kamar dan menyelimutinya.

Bip ... Bip ...

[Yusuf, kamu kenapa tidak bilang kalau sudah kembali ke Jakarta?]

Kubaca pesan dari Kat dan tak mengirim balasan.

Bip ... Bip ...

[Kenapa tidak mau membalas pesanku? Apa perlu aku memberitahu isterimu tentang hubungan kita?]

Setelah membaca kembali pesan itu, ponsel kumatikan.

Aku mulai gelisah tentang itu. Rasanya aku terjebak dalam situasi sulit ini.
Akhirnya kuputuskan untuk menemui Kat di tempatnya. Kebetulan dia telah kembali dari Bali juga. Malam itu juga, aku mendatangi kediamannya di daerah Depok.

Ketika dia membuka pintu, wajahnya tampak kaget melihat kedatanganku.

“Yusuf? Responmu cepat juga. Kenapa tak memberitahuku terlebih dahulu?” katanya tersenyum dan menarik tanganku ke dalam rumahnya.

Sepi, hanya kami berdua. Aku kembali teringat kejadian saat di hotel itu kemarin.

“Kat, apa yang sebenarnya terjadi malam itu? Apa kita ...?” aku tertunduk lemas.

“Menurutmu?” dia tersenyum menggoda.

“Maaf, tapi aku benar-benar tidak ingat apapun waktu itu.”

Aku menghela napas panjang dan berusaha tak tergoda olehnya.

“Maafkan aku, Kat. Jujur iya, aku mencintaimu. Namun, semua sudah berubah. Aku sudah mempunyai istri dan tak ingin menyakitinya.”

“Benarkah? Buktikanlah kalau kamu menolakku hanya karena telah beristeri.”

Kat merayu, menggoda dengan tingkah ekstremnya.

“Apa yang kamu lakukan?” kataku sembari membelakanginya.

“Berhenti, Kat. Ini sudah keterlaluan.”

Berangku kepadanya sembari berbalik dan menatapnya tajam.

Namun dia tak menghiraukan ucapanku dan masih melancarkan aksi godaannya.

Sampai pada akhirnya, pertahananku runtuh. Imanku goyah. Aku kembali melakukan hal itu dengan Kat. Kali ini, dengan kesadaran penuh

Aku masih tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Kat kini tidur di pelukanku. Wajah Khumairah sepintas menari-nari di pikiranku dengan linangan air matanya.

“Kat, kenapa kamu melakukan ini?”
Kat terbangun karena suaraku.

“Aku tak ingin kehilanganmu untuk yang kedua kalinya. Aku juga tahu, kalau kamu masih mencintaiku bukan?”

BIDADARI DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang