Bab IV Masa Lalu

3.6K 123 3
                                    

Aku seperti bermimpi, pemilik rindu ini kini hadir di hadapanku. Seketika bibir menjadi keluh. Dia pun nampak salah tingkah ketika kami bertemu.

Dua tahun semenjak kepergiannya, aku seperti ditinggalkan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Namun, aku tahu. Rasa ini masih untuknya. Sayang, pertemuan kami nampak seperti orang asing. Seperti tak mengenal satu sama lain.

Kini aku duduk di antara Katherine dan Khumairah. Banyak hal yang ingin kutanyakan kepadanya. Tetapi Khumairah, aku tak ingin dia tahu kalau wanita yang duduk di sebelah adalah mantan kekasih.

Sepanjang perjalanan, baik aku dan Katherine tak saling menyapa. Walaupun dalam hati besar keinginan untuk sekedar menanyakan kabarnya. Sampai tiba di bandara Ngurah Rai, dia tetap tak menyapaku dan berlalu begitu saja.

“Aku harus mengejarnya," gumamku dalam hati.

"Kamu duluan saja. Nanti aku menyusul,” kataku kepada Khumairah dan segera mengejar Katherine, namun, taxi yang telah ditumpanginya terlalu cepat untuk berlalu.

Aku pulang ke hotel di mana Khumairah telah menunggu sedari tadi.

“Tadi kemana? Sepertinya buru-buru sekali?” tanya Khumairah memandangku penuh tanda tanya.

“Tidak kemana-mana. Aku sangat lelah, ingin tidur.” Seperti kemarin, kami tidur terpisah.

“Katherine ... kapan kita bisa bertemu lagi?” ujarku dalam hati mengingat pertemuan kami tadi pagi di pesawat.

****

“Apa? Kita putus? Tapi kenapa?” seolah tak percaya apa yang barusan kudengar.

Katherine terdiam. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi sampai dia begitu tega mengatakan itu. Dia menggenggam tanganku dengan hangat. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Maafkan aku, suf, tapi ini permintaan mereka. Bukan mauku. Hubungan kita tak direstui."

“Tak bisakah kamu meyakinkan mereka untuk menunggu dua atau tiga tahun lagi?” pintaku kepada wanita yang selama satu tahun ini menemani.

Kat menggeleng, kemudian dia kembali diam.

“Jadi kita harus mengakhiri hubungan kita ini?” tanyaku kembali kepadanya.

Kat  mengangguk pertanda mengiyakan perkataanku.

“Dua tahun terlalu lama untuk papa. Dia tak bisa menunggu lagi. ” Kat menangis kemudian memelukku dengan erat.

Ciuman terakhir melayang di bibir merahnya dengan lembut. Bukan dengan nafsu. Tapi ciuman perpisahan antara aku dengannya.

Tak banyak yang bisa kulakukan, melepaskannya mungkin pilihan terbaik, tapi tidak denganku. Itu, terakhir kali aku bertemu dengannya. Sampai waktu tadi pagi dimana Allah mempertemukan kami kembali.

****

Sore ini, Khumairah memintaku untuk menemani  jalan-jalan di pantai kuta. Aku menuruti permintaannya. Hitung-hitung membuang penat seharian di hotel.

“Kamu tahu?” tanya Khumairah.

“Tidak! Bagaimana aku tahu kalau kamu tak memberitahuku?” kataku singkat sembari menatap air laut.

Khumairah nampak kesal mendengar jawabanku.

“Aku takut dengan air laut.”

“Kenapa?” sembari menatap wajahnya yang ter tutup niqab hitam.

“Trauma! Adikku meninggal karena tenggelam di laut. Sedangkan aku, tak bisa berbuat apa-apa kala itu. Bahkan menolongnya pun aku tak mampu.”

Pandangan matanya kini menuju laut yang di iringi ombak yang saling kejar-kejaran.

BIDADARI DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang