Bab XII Sebuah Taktik

2.6K 92 1
                                    

"Aku tidak mau," tolak Yusuf saat aku akan menyuapi makanan ke dalam mulutnya.

"Sedikit saja, mau ya?" Pintaku sekali lagi.

"Aku bilang,tidak!"

Dia kemudian menjatuhkan piring yang kupegang.

"Astagfirullah..."

Jujur saja aku kaget karena tak menyangka dia akan melakukan itu dan memalingkan wajahnya. Sementara aku membersihkan piring serta makanan yang berserakan di lantai.

"Aku tidak mau makan sebelum ada Katharine di sini. Aku mau dia yang menyuapiku."

Aku terdiam sejenak. Sembari berlinang air mata, kembali kubersihkan makanan itu.

Aku meninggalkan Yusuf sendirian di dalam ruang rawat. Sementara Jariku gemetar sembari menekan nama Kat yang ada di ponsel Yusuf yang diikuti kata love. Hatiku memberontak. Namun apa daya, kesembuhannya adalah yang utama.

Tuuuut ... tuuuuut ....

Tak lama terdengar suara wanita itu di ujung telepon.

"Halo, sayang."

Air mataku semakin tak dapat kutahan untuk tak mengalir lebih banyak. Perih rasanya ketika mendengar panggilan sayang dari bibir wanita lain. Kutarik napas dalam-dalam sebelum menjawab panggilannya.

"Ha ... lo. Ini aku Khumairah. Yusuf mengalami kecelakaan. Sekarang dia di RS.Harapan. Datanglah, dia terus memanggil namamu dan ingin bertemu. Di lantai 2 ruang mawar."

Aku menutup telepon tanpa mendengar ucapannya lagi. Tak lama Kat datang.

"Mana Yusuf?" Tanyanya dengan Khawatir.

"Di dalam, tapi dia ...." belum sempat menyelesaikan kata-kataku, Kat langsung memasuki ruangan tempat Yusuf terbaring.

Aku mengintip di balik pintu, walaupun tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan, namun yang kulihat betapa Yusuf sangat bahagia ketika bertemu dengan Kat. Senyum yang selalu berkembang dari sudut bibirnya, sangat jauh berbeda saat dia sedang bersamaku.

****

Dua hari berlalu, dokter mengatakan kalau hari ini Yusuf sudah boleh pulang. Karena kondisinya yang masih belum stabil, dokter menyarankan Yusuf untuk memakai kursi roda sebagai alat bantunya.

"Sayang ...?" Kata Yusuf saat melihat Kat yang datang menghampirinya.

Seolah mengabaikan keberadaanku, Kat memeluk Yusuf yang terduduk.di kursi roda dan sembari cipika-cipiki di depan mataku.

"Hai sayang, mau kemana? Lihat, aku bawa apa. Taraaaa ... makanan kesukaanmu, udang! Aku tahu kamu tak suka makanan di sini, makanya kubawakan yang enak."

Makanan yang dibungkus plastik putih itu segera diberikan kepada Yusuf. Tanpa pikir panjang, dia langsung melahapnya.

"Bagaimana? Enak?" Tanya Kat.

Yusuf mengangguk. Senyum kemenangan nampak dari wajah Kat yang menatapku. Kat kemudian mengajakku keluar ruangan dan membiarkan Yusuf meyantap udang itu.

"Kamu lihat? Baik dia amnesia atau tidak, dia tetap mencintaiku. Dia selalu mengingatku, sedangkan dirimu? Tak ada artinya. Jadi sebaiknya kamu tinggalkan dia saja."

Saat dia akan berlalu dari hadapanku, aku menarik lengannya. Kutatap matanya tajam.

"Maaf, tapi menurutku kamu hanya sedang beruntung saja. Sebelum kecelakaan, dia memberitahuku akan meninggalkanmu. Namun, keberuntungan masih berpihak kepadamu. Tapi ingatlah, aku takkan tinggal diam. Karena bagaimanapun, dia tetap suami. Aku akan mempertahankan rumah tanggaku, bagaimanapun caranya."

****

Sore ini aku berencana untuk bertemu Ahmad di sebuah restoran. Mungkin, dengan berbicara kepadanya tentang masalah yang kuhadapi bisa meringankan sedikit bebanku.

Lima menit setelah kedatanganku, Ahmad muncul dan melambaikan tangannya dari kejauhan.

"Afwan Airah, ana terlambat," katanya sembari duduk di hadapanku.

"Tidak apa akhi."

Di sela pembicaraan kami, seorang pelayan membawakan minuman ke meja. Jus jeruk, minuman kesukaan akhi Ahmad telah kupesan.

"Jus jeruk bukan?" Sembari menyodorkan minuman itu.

Dia tertawa.

"Ana tak menyangka kalau anti masih ingat dengan minuman kesukaanku. Dan anty juga tak pernah berubah, masih tetap sama."

Aku tertawa kecil.

"Ya akhi, sebenarnya ana ingin akhi membantu ana," jawabku ragu.

"Apa ukhty? Katakan saja. Kalau bisa, Ana pasti bantu."

Aku lantas menceritakan semua permasalahan yang kuhadapi. Terlebih soal Kat, yang hadir di dalam kehidupan rumah tangga kami.

"Jadi, apa yang mau anti lakukan sekarang?" Tanya akhi Ahmad dengan serius.

"Bantu ana untuk mengembalikan ingatan Yusuf. Bantu ana untuk mendapatkan hatinya kembali akhi."

"Caranya?"

"Buat Yusuf cemburu kepada akhi. Ana tahu, ini terdengar sedikit konyol. Tapi, hanya ini yang bisa Ana lakukan. Tolong bantu ana," kataku dengan ragu sembari memohon kepada Ahmad.

Dia diam sejenak. Dan tak lama, dia mengangguk setuju. Tanpa membuang waktu, kami segera menuju ke rumahku. Kebetulan Yusuf sedang sendirian.

Saat kami memasuki rumah, Yusuf sedang duduk di ruang tamu.

"Khumairah, dia siapa?" Tanya Yusuf kepadaku.

"Ahmad, kamu pasti lupa. Dia teman kecilku."

Ahmad tersenyum.

"Iya benar, masa kecil kita begitu indah. Ingin rasanya aku mengulangnya kembali," kata Ahmad.

"Aku pun begitu, rasanya tak ada yang lebih indah dari masa kecil kita berdua."

Bisa aku lihat, bagaimana ekspresi wajah Yusuf ketika mendengar cerita kami. Sangat kelihatan dia begitu bosan, dan tak menyukainya. Apalagi di saat aku menunjukkan foto masa kecil kami kepadanya.

"Kalian mengobrol saja, aku ingin istirahat. Oh iya, maaf. Tapi sebaiknya tidak baik berlama-lama berduaan, apalagi sekarang sudah malam. Ditambah bukan mahramnya."

Yusuf kemudian meninggalkan kami. Aku dan Ahmad tersenyum melihatnya. Sepertinya taktik yang kami rencanakan akan berhasil.

BIDADARI DUNIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang