Tak Berdaya

2.6K 480 52
                                    

Tendangan bertubi-tubi menghantam tubuh Faros. Dia tak berdaya, lemas, darah keluar dari mulut, wajah sembap, luka di mana-mana, dan keadaannya pun memprihatinkan. Sekujur tubuhnya sakit, tulang terasa remuk. Puas menendangi Faros yang tak berdaya, Zainal jongkok dan mencengkeram bajunya.

"Kamu bawa lari ke mana anak saya!" sentak Zainal, matanya merah penuh amarah.

Tak mampu berucap apa pun, tenaga Faros sudah terkuras. Santoso yang berada di ruangan itu sejujurnya tak tega. Dia tahu masalahnya, tetapi saat ini bukti belum cukup kuat untuk menguak kebusukan Merlin. Santoso galau, jika dia membantu Faros saat ini, sama saja dia bunuh diri dan tidak bisa lagi membantu Faros mengungkap kebenaran. Dia hanya bisa diam dan mengikuti intrupsi bos besarnya.

Maafin gue, Ros. Gue akan berusaha membantu lo dan Non Cia untuk meruntuhkan tabir ini. Santoso hanya dapat menunduk tak tega melihat Faros.

"Bunuh dia dan buang mayatnya ke jurang," titah Zainal mengejutkan Santoso.

Bibir Merlin tersenyum licik. Baguslah, tidak perlu susah payah aku menghabisi Faros. Anak ini bahaya jika tetap hidup, akan selalu menggagalkan rencanaku. Semoga gadis itu pulang tak bernyawa.

"Sebaiknya kita pulang, biar urusan ini Zainal yang menyelesaikan," ujar Erwin mengajak Vivi dan Gio.

"Tapi, Pa ...." Gio ingin membantah, tetapi diurungkan ketika melihat tatapan mata Erwin yang melotot padanya.

"Kami pamit dulu," ucap Erwin menepuk bahu Zainal lalu keluar dari ruangan diikuti Gio dan Vivi.

Merlin masih setia berdiri di ruangan itu. Dia ingin mengetahui perkembangan kabar Cia setiap saat.

"Habisi dia!" titah Zainal mengibaskan tangannya supaya anak buahnya membawa Faros yang tak berdaya.

Anak buah Zainal menyeret tubuh Faros keluar dari ruangan. Merlin mendekat, pura-pura menenangkan Zainal.

"Kamu yang sabar, ya? Pasti Cia ketemu," ucap Merlin lain di bibir lain di hati.

"Aku nggak habis pikir, kenapa selera Cia rendah begitu. Ck, anak itu!" Zainal meraup wajahnya kasar.

Semalaman Cia berjalan sampai di perkampungan. Dia meminta bantuan orang untuk mengantar ke terminal. Sampainya di sana, orang itu meninggalkan Cia. Ini pengalaman pertama Cia pergi menggunakan bus. Dia tidak tahu harus naik bus apa untuk sampai ke rumah Faros. Cia hanya bisa duduk, merenung, dan kebingungan seperti anak ayam kehilangan induknya.

"Aku harus bagaimana sekarang?" gumam Cia melihat banyak bus dengan masing-masing jurusan. "Ya Allah, Faros, di mana kamu? Kenapa nggak menemuiku? Aku takut sendirian." Cia hanya bisa menunduk dan menangis.

Dua orang bertubuh kekar berdiri di depannya.

"Non."

Cia terperanjat langsung mendongakkan kepala. Dia mengenali dua orang itu. Dia bersiap akan pergi, tetapi salah satu menahan tangan Cia.

"Non, tenang dulu. Jangan takut kepada kami," ujar Zainuddin menahan pergelangan Cia.

"Nggak! Kalian pasti disuruh Papa buat cariin gue, kan?" sergah Cia meronta ingin lepas dari Zainuddin.

Sayang, tubuh Cia mungil, tak akan mampu melawan tubuh kekar Zainuddin.

"Non, saya disuruh Faros."

Seketika Cia berhenti meronta, dia menatap Ucok dan Zainuddin bergantian. Beberapa detik Cia berpikir.

"Gue nggak percaya!" sentak Cia lalu menendang kaki Zainuddin hingga cengkeramannya terlepas.

Ketika Cia ingin kabur, Ucok berkata, "Denada di rumah sakit."

Faros & Cia (Akan Kujaga Kau Sepenuh Hati dan Jiwaku) KOMPLITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang