Kamu di Mana?

2.7K 491 93
                                    

Setelah bertanya-tanya alamat kampung halaman Faros kepada keluarga yang ada di Bogor, Cia beserta rombongan siang itu juga meluncur ke Tanah Karo. Dengan harapan, semoga Faros sudah berkumpul dengan keluarganya.

Malamnya baru sampai di rumah sederhana, jauh dari keramaian kota. Kampung itu berada di kaki Gunung Sinabung dan tanahnya pun subur. Jantung Cia berdebar-debar saat  mobil travel yang mengantar rombongannya berhenti di pelataran.

"Yakin ini rumahnya?" tanya Zainal memastikan jika mereka tak salah lagi. Sudah tiga kali mereka salah rumah.

"Kata orang di warung tadi sih, iya, Pa," jawab Cia sedikit ragu.

"Aku turun dulu deh, coba aku tanya." Denada lebih dulu turun lantas memberanikan diri mengetuk pintu bercat cokelat itu.

Tok tok tok

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," sahut suara wanita dari dalam.

Setelah menunggu beberapa menit, pintu dibukakan. Seorang wanita paruh baya berdiri di depan pintu.

"Maaf, saya Denada dari Jakarta. Mau tanya, apakah benar ini rumah Bibi Malo?" tanya Denada sopan dan setengah ragu.

"Iya, benar. Mau cari siapa?" Malo terlihat bingung karena ada mobil travel yang parkir di depan rumahnya.

Ini kali pertama Denada bertemu Malo.

"Siapa, Mak?" Ajun menghampiri Malo.

Sekali menatap Denada yang berwajah polos, terlihat lugu, dan manis, Ajun terpana. Apalagi saat Denada melempar senyum ramahnya, hati Ajun berdesir hingga darahnya mengalir ke sekejur tubuh.

"Hai," sapa Denada melambaikan tangan.

"Hai." Ajun tak berkedip sedikit pun.

"Denada." Sambil mengulurkan tangan dan tersenyum.

"Ajun," balasnya menyadarkan diri dan menjabat tangan mulus Denada.

Malo masih penasaran dengan mobil itu. "Bersama siapa kau rupanya, Nak? Kenapa malam begini berkunjung?"

"Sebentar, saya panggilkan tamunya. Saya sekadar mendampingi saja, yang sebenarnya punya kepentingan masih di mobil." Denada lalu berlari ke mobil.

Terdorong rasa penasaran yang tinggi, Malo berdiri di teras. Dalam hati kecilnya, dia berharap itu Faros. Namun, ketikan melihat Cia yang turun, wajah Malo berubah kusam. Dia ingin kembali masuk, tetapi segera Cia berkata, "Bi, Faros masih hidup."

Sekejap langkah kaki Malo berhenti. "Faros," lirihnya.

Ini kali pertama Ajun bertemu Cia. Dia hanya melongo dan diam di tempat. Perlahan Cia mendekati Malo yang mematung di depan pintu.

Bruk!

Cia menjatuhkan diri di kaki Malo, menunduk dan menangis terisak-isak.

"Maaf, maafkan saya, Bi. Ini salah saya, andai Faros tidak melindungi saya, semua ini tidak akan terjadi. Andai saya dan Faros tidak jatuh cinta, Bibi tidak akan pernah kecewa," papar Cia sambil terisak-isak.

"Kata 'andai' hanya diucapkan orang yang berputus asa dan menyesal." Sambil menangis Malo membantu Cia berdiri.

Sedikit pun Cia tidak berani menatap Malo. Takut dia akan marah! Selama ini Cia sadar jika Malo tidak menyukainya. Cia terisak-isak, menyayat hati bagi siapa pun yang mendengar tangisannya itu, Malo bisa merasakan kesedihannya.

"Jangan lagi menangis," ujar Malo mengangkat dagu Cia supaya menegakkan wajahnya yang basah air mata. Hidungnya merah, kedua matanya pun sembab. "Kita akan mencarinya bersama." Malo memeluk Cia sangat erat.

Faros & Cia (Akan Kujaga Kau Sepenuh Hati dan Jiwaku) KOMPLITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang