Jumile

194 11 0
                                    

Alya mengupas dan memotong wortel. Entah dari pertama ia piket memasak hanya itu pekerjaan yang diberikan. Untungnya ia tidak sendirian mengupas dan memotong wortel 5 kg. Ia selalu melakukan di meja kantin yang lebar. Sebenarnya ia penasaran bagaimana memasak dengan porsi besar tapi ia hanya kebagian memotong wortel. Tangannya semakin lama pegal. Posisinya masih sama.

" Atuh kenapa neng Alya? "

" Mbak Jumile, kenapa dari pertama Al tugas selalu kebagian ngupas sama motong wortel? "

" Karena mbak tahu Alya suka wortel jadi belajar ngupas sama motong gak ada salahnya kan? " Jawab Jumile dengan wajah tak berdosa.

" Cuma alasan itu? Hh karena aku gak bisa bantah yaudah. Lagian yang lain bisa operan tugas tapi aku gak. "

Jumile menghampiri Alya. Mengelus kepala perempuan itu.

" Karena mbak tahu kamu gak suka masak. Kamu suka masak tapi pastry bukan main course. Tapi kalau kamu mau operan mbak akan atur. "

" Eh ko tahu. Tapi kan jarang kita buat pastry mbak. Gak usah deh gak jadi oper kalau gitu mbak, " Alya nyengir lebar.

" Haha yasudah lanjutkan, "
Pantesan waktu ada event pengajian Akbar, Mbak Jumile menyuruhnya membuat kue 25 loyang. Tapi dia senang walau lelah saat itu. Batin Alya.

Alya tersenyum. Melanjutkan pekerjaan berkutat dengan wortel. Akhirnya ia menghela napas lega. Wortel telah ia potong semua. Ia meregangkan tangan. Menyatukan ke atas. Menggerakkan badan ke kanan dan ke kiri. Jumile yang melihat hanya terkekeh. Ia lalu menghampiri Alya sebelum gadis itu pergi.

" Al bantuin Mbok Kasim nata ya. Mbok Suri lagi sakit. Cuma kamu yang bisa bantu. Yang lain sudah pada kembali. "

Alya memandang sekeliling. Hanya ia yang tersisa. Apa dia terlalu lambat sampai semuanya sudah selesai. Dengan lesu ia menyetujui permintaan tolong Jumile. Ia menatap baskom-baskom yang berisi sayur dan lauk. Juga termos nasi.

Ia baru akan mengangkat termos nasi berisi irisan buah. Tapi sebuah tangan mencekal pergelangan tangan kanannya. Ia menoleh.

" Berat. Sana kamu ikut nyendokin aja buat santri! " Alya hanya melongo. Ia melepas gulungan lengan baju karena tadi mengganggu pergerakan tangannya. Tak lama santri telah memenuhi kantin. Antrian mengular untuk mengambil makanan. Alya membantu menyendok daging balado, sayur kangkung, dan tahu goreng. Mbok Kasim yang bertugas menyendok nasi. Untuk buah dan air minum bisa mengambil sendiri.

Alya merebahkan tubuhnya kemudian terlelap. Ia lelah setelah membantu di dapur dan kantin.

👷👷👷

Ujian hari terakhir telah berakhir sepuluh menit yang lalu. Alya baru saja membereskan peralatannya. Ia sudah berjanji akan ke rumah Syaril. Katanya Syaril memiliki sesuatu untuknya dan ia sendiri yang harus ke rumahnya. Ia bergegas kembali ke kamar. Mengganti baju dan ke rumah Syaril.

Ia melewati taman. Harum bunga melati menguat. Sejuk dan rindang. Ia memperlambat jalannya. Saat melewati taman. Syaril yang juga sedang di taman tersenyum menyeringai. Ia tahu Alya belum melihatnya. Ia berjalan mengendap-endap. Baru ia akan menepuk pundak Alya. Namun, Alya segera berbalik. Syaril terkesiap dan jatuh terjerembab. Ia bingung siapa yang mengangetkan siapa yang kaget.

"Hahahaha, " Alya tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar. Ia melihat Syaril yang masih terduduk mengenaskan di atas rumput. Ia kemudian membantu Syaril berdiri.

Syaril meninggalkan Alya yang masih dengan sisa tawanya. Alya menyusul Syaril. Abi sedang duduk di teras membaca buku.

" Assalamualaikum pak kyai, " Salam Alya.

" Wa'alaikumsalam. Alya toh sini nduk. Duduk dulu, " Ucap kyai tersenyum.

" Terima kasih. "

" Mau cari Syaril? "

" Iya pak kyai. "

"Yasudah masuk saja ke kamarnya. "

" Baik pak kyai, " Alya melepas sandal dan masuk ke rumah. Menuju kamar Syaril. Ia berhenti di depan pintu kamar Syaril yang berwarna biru. Ia menatap pintu kamar tertutup berwarna coklat. Pintu kamar Azzam. Ia kemudian mengetuk pintu kamar Syaril.

Syaril sedang berkutat dengan kotak kado. Ia mengulurkan pada Alya. Lalu duduk bersama di tepi ranjang.

Tok tok tok

" Iya. Siapa? "

" Maaf nong, saya Dila apakah Alya di dalam ada tamu yang mencari Alya. "

" Oh oke. Makasih Ra. "
Alya menatap Syaril.

" Sana temuin tamunya. Ini juga bawa sekalian. Aku mau tidur. Dah Alya. Sana. "

" Ngusir, " Syaril hanya cengengesan.

Alya terpaku di depan pintu rumah pak kyai. Ia melihat Dallas dengan seragam SMAnya dulu. Ia duduk menghampiri Dallas. Dallas tersenyum manis.

" Hai Al, apa kabar? "

" Ko bisa di sini sih? Dan kenapa masih pakai seragam? " Alya tidak menjawab pertanyaan Dallas. Ia memberi pertanyaan bertubi-tubi.

" Hehe bisa dong. Buktinya aku di sini sekarang. Ya aku buru-buru habis classmate langsung ke sini. "

Alya masih diam beberapa saat.

" Silakan dinikmati mas, " Dira menyuguhkan camilan dan minum. Pak kyai yang tadi duduk di sini juga telah pergi. Dira kembali ke dalam setelah menyuguhkan hidangan.

" Kabar aku baik Da. Huhu kangen. Hiks hiks, " Dallas berpindah tempat duduk. Ia duduk di kursi samping Alya. Mengelus pelan kepala gadis itu. Ia tidak mungkin memeluknya walau ia ingin.

" Gak usah cengeng deh. Kan aku mau lihat kamu senyum ke sini bukan lihat kamu nangis gimana sih? " Dallas pura-pura marah.

" Ya kan..."

Dallas mengeluarkan sapu tangan merah muda. Ada inisial namanya. Ia mengusap lembut air mata Alya.

" Jangan nangis ya? Maaf aku baru bisa nemuin kamu sekarang. Aku harus dapat nilai bagus untuk memperbaiki yang dulu. Juga untuk ke depannya. Aku mau ke militer Al. Maaf Al karena kamu harus lebih lama lagi berpisah denganku. "

Alya diam terkejut.

" Aku harus mempersiapkan semua Al. Aku janji berusaha membalas surat kamu. Tapi maaf kalau lama segera mungkin aku pemusatan latihan. Aku janji akan ke rumah kamu ketika aku sudah berada di posisi yang mengharuskan aku ke rumah kamu. Kamu paham kan? "
Alya mengangguk lemah.

" Ini, " Dallas menyodorkan paper bag ke pangkuan Alya.

" Ini apa? "

" Buka saja, Al. "

" Ini kan hoodie kamu? " Alya membelalakkan lebar. Tidak tahu maksud Dallas memberinya hoodie.

" Kalau kamu kangen kamu pakai aja. Masih bagus ko ini hoodienya. Hoodie kesayangan aku juga hehe. Pasti kamu tambah cantik kalau pakai hoodie ini. "

" Makasih ya. "

" Nah kan manis kalau senyum, Al. Oh ya aku gak bisa lama aku harus pulang sekarang. Kamu semangat ya. Jangan memikirkan aku oke. Kamu harus bisa mencapai keinginanmu. Semoga sukses Al. "

" Kamu juga Da. Hati-hati. "

" Iya. Salam ya untuk pak kyai kamu. Maaf aku buru-buru jadi gak bisa pamitan. "

Dallas memakai sarung tangan, masker, jaket dan helmnya. Naik ke motor biru MPro birunya.

ALAZZ (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang