Yusuf baru saja tidur. Alya meletakkan gelas air putih di meja rias. Ia meneguknya ringan. Azzam memijat pundak Alya. Alya yang tidak tahu menggeliat geli. Ia tidak pernah suka dijipit karena geli.
" Udah mas, hih geli, " Azzam menghentikan gerakan pijatannya. Ia menarik Alya agar duduk di pangkuannya. Memeluk wanita itu dari belakang. Azzam meniup-niup telinga Alya. Membuat Alya geli. Tangan Alya tidak bisa menghentikan karena Azzam memeluk dan menahan tangan Alya.
" Jangan ditiup mas. "
😀😀😀
Suara kilat sangat keras. Membuat Alya terkejut. Apalagi lampu di kamar juga mati. Ia susah bernapas apabila gelap. Segera beranjak ke stop kontak. Ternyata listrik padam. Ia mencari ponsel kemudian menyalakan senter.
" Mas Azzam, bangun. Alya minta tolong, " Alya mengguncang tubuh Azzam. Azzam beranjak mencari lilin. Ia tahu sang istri tidak bisa menggunakan korek untuk membuat api pada lilin.
Pukul satu dini hari. Azzam masuk berwudhu mengajak Alya untuk salat tahajud. Selesai salam pintu kamar mereka diketuk pelan. Tak lama listrik sudah menyala. Alya membukakan pintu Yusuf mengucek matanya. Ia memeluk Alya yang masih memakai mukena. Sang putra tidak mau lepas dari pelukannya. Membuat Azzam harus membantu Alya membuka mukena dengan Yusuf masih memeluk Alya.
" Salat dulu yuk, wudhu ya anak ayah yang soleh, " Yusuf masih memeluk Alya erat.
" Ma nda yah. "
😀😀😀
Mata Alya merah, ia jelas masih mengantuk. Tadi pagi dini hari Yusuf tidak tidur lagi setelah salat tahajud. Ia mengajak ayah dan bundanya untuk memainkan dump truck, concrete pump, concrete mixer truck, excavator. Saat Alya menutup mata sejenak. Tangan Yusuf segera membuat agar mata bundanya tetap terbuka. Syaril tertawa mengejek melihat Alya.
" Haha kejar setoran yah. Sampai kurang tidur gitu? " Alya menggeleng.
" Yusuf minta ditemani main dari pukul 1 sampai subuh. Gak boleh tidur kita berdua tuh. "
" Haha. Gara-gara petir sama mati listrik pasti. Sama kek bundanya ya Yusuf gak mau gelap. Dulu juga tuh di pondok paling rieweuh kalau mati listrik, " Syaril yakin Alya bisa menyelesaikan masak tanpa bantuannya. Ia menuju ke halaman rumah dengan sapu lidi. Suara daun bergesek dengan tanah terdengar. Daun-daun masih basah karena hujan.
😀😀😀
Azzam duduk melamun. Buku di tangannya terbuka lebar. Tetapi ia bahkan belum membaca satu katapun. Alya telah tidur dulu di kamar dengan Yusuf. Pikiran Azzam bercabang. Ia bahkan sudah pusing sendiri memikirkan.
Yusuf belum tidur. Ia melihat sang bunda sudah tertidur. Dirinya tidak melihat ayahnya. Padahal sebelum tidur ia sudah melihat ayahnya pulang. Ia membuka pintu kamar. Berjalan-jalan pelan mencari keberadaan sang ayah.
" Yah, " Azzam masih diam. Ia belum menyadari Yusuf berjalan ke arahnya. Yusuf memegang lengan sang ayah. Azzam melihat sang putra.
" Loh Yusuf belum tidur? " Azzam memangku Yusuf. Ia memeluk erat putranya.
" Lum yah. Yah lum ga? " Manik mata Yusuf mendongak melihat ayahnya.
" Iya. Anak ayah lapar gak? " Yusuf mengangguk. Azzam menggendong ke dapur. Ia menggoreng sosis. Yusuf memperhatikan ayahnya yang sedang menggoreng sosis. Alya terbangun mencium bau gorengan. Yusuf dan Azzam tidak ada di kamar. Ia berjalan tanpa menguncir rambut panjangnya. Yusuf yang melihat langsung berlari memeluk Azzam. Rambut Alya memang menghalangi pandangannya sehingga terlihat menyeramkan.
" Yah huhuhu, " Azzam mematikan kompor dan meletakkan sosis ke piring di atas meja. Sang putra masih menyembunyikan wajahnya tidak mau melihat ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALAZZ (Complete)
General Fiction" Goll...gol! " Suara sorak sorai penonton bergemuruh. Aku turun ke lapangan untuk memberi selamat pada Dallas. Langkahku terhenti ketika seorang gadis memeluk Dallas erat. "Alya! " Suara Ando mengagetkan aku yang berdiri mematung. " Huh Ando, ngapa...