Tentang Manusia, Hasrat, dan Waktu

390 9 1
                                    


Terlahirlah engkau dari palungan terdalam.

Menerpa candu dalam rasa.

Ialah manusia.

Elegi waktu mengayuh sampanku menuju arah tak terbatas. Terlihat ketenangan air yang berasal dari air mata neptunus sendiri. Semakin jauh aku mengayuh, semakin kuat hasrat merasa. Waktu mewakilkan rasa ini lebih dalam. Ia mencoba memudarkan segalanya menjadi abu-abu dalam abu kenangan, tentunya. Susah untukku bangkit dari tenangnya air ini. Namun kuatku ingin berhasrat. Apa yang harus aku lakukan dalam pencarian jati diri di keluasan air mata neptunus? Hanya bisa terdiam dan terus mengayuh. Mungkinkah rasa ini telah terdistorsi? Seperti aksara yang tak bersuara, seperti ukiran tanpa makna, itulah engkau manusia tanpa hasrat.

Dan untukmu, hasrat. Tanpa waktu kau akan terus merongrong menyakiti manusia dengan ambisi-ambisimu. Dengan keidealisanmu yang tak tahu diri. Meluaplah segalanya laksana angkara yang mengangkasa.

Keduanya terikat menjadi satu bersama sang waktu. Mereka yang ku maksud manusia dan hasrat. Lengkaplah segalanya dalam bisikan waktu. Waktu membongkar segalanya, memudarkan dan memperburuk segalanya. Namun sang waktulah yang memberi kesempatan serta pemahaman. Adakah yang lebih bijak dari waktu yang Tuhan ciptakan?

Hasratnya adalah menjadi seorang manusia yang dapat menjadikan orang lain manusia. Merapal sebuah mantra untuk dunia yang lebih indah dan mendistorsi segala turbulensi pada tiap masalah, menjadi lukisan elok penuh warna. Inilah kandang amarah yang siap menjemput hasrat.

Karena Aku, manifestasi waktu yang taakan pernah pudar. Aku, sang materi bernama waktu taakan pernah gentar. Aku, serpihan jiwa neptunus, taakan pernah berhenti menggelegar.

Definisi manusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang