9. Dua Pilihan

19.8K 2.5K 451
                                    


Hari Minggu ini Diandra tidak pergi ke butik. Ia ingin berlibur dan menemani Alea di rumah. Diandra menemani Alea yang tengah bermain masak-masakan di teras samping rumah. Ia tersenyum mengamati keceriaan yang tergambar di wajah polos putrinya. Baginya kebahagiaan Alea adalah segalanya. Saat memutuskan berpisah dari Aldebaran, banyak hal yang ia pikirkan, termasuk bagaimana menjaga perasaan putrinya nanti. Ia begitu takut kondisi psikis putrinya akan terganggu.

Tak mudah untuknya menjelaskan pada Alea tentang kondisi mereka saat ini. Saat Aldebaran balik ke Australia, anak itu memahami situasi yang mengharuskan mereka tinggal terpisah dengan konsep berpikirnya yang sederhana. Ayahnya berada di tempat yang jauh, makanya mereka tidak tinggal satu atap. Namun di saat Aldebaran kembali ke Indonesia, Alea sulit memahami kenapa mereka tak lagi tinggal bersama. Yang ia tahu, ayahnya memiliki rumah lain yang kosong, makanya ayahnya tinggal di sana agar rumah tak lagi kosong.

Suara bel pintu mengagetkan lamunannya. Asisten rumah tangga yang hendak melangkah membuka pintu, segera dihentikan Diandra.

“Biar saya saja, Bi.”

Diandra melangkah mendekat ke arah pintu. Ia begitu kaget mendapati seorang Aldebaran berdiri mematung di hadapannya.

“Al?”

“Hai, Di. Alea ada? Aku kangen sama dia.” Aldebaran menyunggingkan senyumnya.

Diandra mengangguk, “Ada, dia lagi main di teras samping.”

“Aku boleh kan menemuinya?”

Lagi-lagi Diandra hanya bisa mengangguk. Tentu ia tak bisa membatasi Alea untuk dekat ayahnya. Putrinya pun membutuhkan kehadiran sang ayah.

“Alea...” Aldebaran melangkah ke arah sang putri.

Alea tersenyum sumringah. Matanya berbinar seperti kelinci menemukan wortel. Ada kilat-kilat kegembiraan yang tengah berloncatan di matanya.

“Papa...”

Alea berlari ke arah Aldebaran. Mereka berpelukan begitu hangat.

“Papa kok lama nggak dateng ke sini?” Alea sedikit mengerucutkan bibirnya, tanda bahwa ia kecewa karena belakangan ini ayahnya jarang menemuinya.

“Iya maaf, sayang. Papa belakangan ini sibuk. Sekarang papa datang untuk menemani Alea main.” Aldebaran mengusap rambut putrinya.

“Asiiikkk,” pekik Alea senang.

Diandra terdiam mengamati Alea bermain bersama Aldebaran, sang mantan suami. Meski bercerai, mereka sepakat untuk kompak mengasuh anak bersama-sama. Alea terlihat begitu bahagia. Seburuk apapun kelakuan Aldebaran, pantang untuk Diandra menceritakan aib mantan suaminya pada putrinya. Biarkan saja sang ayah tetap menjadi pahlawan di mata Alea. Ia mungkin tidak bisa menjadi suami yang baik untuknya hingga perceraian itu terjadi. Namun ia masih punya kesempatan untuk menjadi ayah yang baik untuk Alea. Sampai kapanpun ikatan darah tak akan berbekas.

Diandra menyajikan jus mangga dan beberapa toples berisi cemilan di meja ruang tengah yang terlekat di sebelah teras samping. Dia mempersilakan Aldebaran untuk minum terlebih dahulu.

Aldebaran meninggalkan Alea sejenak dan duduk di ruang tengah. Diandra duduk di sofa lain. Aldebaran meriah satu gelas jus itu lalu meneguknya.

“Di...”

“Ya, Al.”

Aldebaran menyiapkan mentalnya untuk menyatakan semuanya. Dia tak dapat lagi menahan perasaannya. Ia ingin kembali pada mantan istrinya.

“Aku... Aku ingin minta maaf.” Tatapan mata Aldebaran terpusat pada wajah ayu Diandra.

Diandra terdiam, tak menunjukkan reaksi lebih. Ia yakin akan ada hal lain yang ingin dikatakan Aldebaran.

Brondong, I'm in Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang