Brondong, I'm in Love (Completed)

11. Menjaga Hati

Aldebaran memandangi secangkir Americano yang sudah ia teguk setengahnya. Berulang kali ia alihkan tatapannya ke arah luar jendela etalase, berharap sosok yang ditunggu segera datang. Namun pemandangan masih sama. Deretan mobil dan sepeda motor masih berjejer rapi. Namun seketika ia dikejutkan dengan seorang perempuan berhijab turun dari motor maticnya.

Aldebaran berdehem, mengambil napas dan mengembuskannya pelan. Ia ingin terlihat meyakinkan di mata gadis itu. Susah payah ia mengajak gadis itu berkenalan, entah lewat direct message di Instagram maupun mengomentari postingannya. Tiga hari kemudian, ia baru mendapat balasan. Awal membalas masih terasa benar sikap dingin gadis itu dan lama sekali dalam membalas pesannya. Baru setelah Aldebaran mengatakan bahwa ia mengenal kekasih Rayga, gadis itu mulai antusias. Akhirnya Aldebaran berhasil mengajak Riana bertemu di coffee shop.

Riana mengedarkan pandangan setelah memasuki coffee shop. Aldebaran sudah sangat hafal gurat wajah cantik gadis itu dari foto-foto yang Riana posting di Instagram.

“Riana...” Aldebaran melambaikan tangan ke arah gadis yang mengenakan kerudung warna pink itu.

Riana terhenyak dan menatap ke arah sumber suara. Aldebaran menggangguk dan tersenyum. Riana berjalan ke arahnya. Dengan sopan, Aldebaran menarik mundur kursi di hadapannya dan mempersilakan Riana untuk duduk.

Sejenak mata itu beradu. Aldebaran tahu, tidak elok untuknya menjulurkan tangan untuk mengajak gadis itu bersalaman. Sebagian temannya yang berjilbab menjaga benar untuk tak mau bersentuhan dengan lawan jenis. Ia memilih untuk berbasa-basi menanyakan kabar.

“Apa kabar?” Aldebaran mengulas senyum.

“Alhamdulillah baik,” jawab Riana kaku.

Ditelisiknya wajah sang gadis yang menurutnya cantik dan tak kalah dari Diandra. Entah apa yang membuat Rayga meninggalkan gadis yang Aldebaran yakin benar masih “perawan” dan malah memilih Diandra yang seorang janda beranak satu.

“Aku nggak pandai berbasa-basi. Seperti yang pernah kita bicarakan di dm Instagram, aku ingin mengajakmu kerja sama untuk memisahkan Diandra dan Rayga.” Kata-kata Aldebaran meluncur tegas.

Riana terdiam sejenak. Ditelisiknya sang pria dari ujung rambut hingga kemeja yang lengannya digulung dan menampakkan rambut-rambut halus yang sedikit lebat di kedua tangannya. Cambang tipis yang menghiasi rahang sang pria sebenarnya membuatnya terlihat begitu gagah dan manly, tapi entah kenapa Riana merasakan laki-laki di hadapannya mungkin bukan laki-laki yang baik dan mata keranjang. Penawaran kerja samanya memang menggiurkan karena ia masih berharap pada Rayga. Namun ia juga takut, Aldebaran akan mengambil keuntungan darinya.

“Aku masih ragu,” balas Riana singkat.

“Kenapa? Ini akan menguntungkan kita berdua. Aku ingin bersatu dengan Diandra lagi. Dan kamu bisa menikah dengan Rayga.” Aldebaran tersenyum dengan menaikkan sebelah sudut bibirnya.

Riana menatap tajam dosen di hadapannya. Keraguan itu masih saja mendominasi.

“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Riana dengan dahi berkerut.

“Kamu dekati Rayga. Beri dia perhatian. Laki-laki sekeras apapun kalau dikasih perhatian perlahan pasti akan luluh juga. Buat image kamu sepositif mungkin di matanya. Pertama kamu bisa memulai dengan menjadi temannya yang selalu meluangkan waktu untuk mendengar curhatannya. Mungkin tidak cepat, tapi lama-lama bisa saja dia tertarik. Yang terpenting dia merasa nyaman tiap dekat denganmu. Aku juga akan melakukan hal yang sama pada Diandra. Aku akan selalu ada untuknya dan menghiburnya.” Aldebaran menjelaskan panjang lebar.

Riana terdiam sejenak.

“Bagaimana kalau dia risi dengan semua perhatianku? Laki-laki hanya akan senang dikasih perhatian oleh perempuan yang ia suka, kan? Kalau perempuan itu tidak ia sukai, ia akan merasa terganggu.” Riana mengatupkan bibirnya kala sang pelayan menyajikan secangkir vanila latte untuknya. Aldebaran sudah berpesan pada pelayan untuk menyajikan latte itu setelah teman perempuannya datang.