Cerita ini sudah ditulis ulang. Harap maklum apabila ada komentar yang tidak sinkron.
♡♡♡
Menatap dua punggung dengan tangan bertautan yang menghilang dibalik pintu kelasnya, perasaan krisis muncul di hati Brian. Rasanya seperti mainan yang baru dia temukan dan belum sempat dia mainkan terancam diambil orang. Tiba-tiba dia merasa tidak senang.
Dan entah bagaimana hal-hal setelah itu terjadi, sekarang dia sedang menatap mainan miliknya yang tepat duduk di hadapannya. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat sebelah, ketika cewek di hadapannya jelas cemberut dan memelototinya penuh kebencian.
Memberi Nata tatapan penuh provokasi, Brian bersidekap dan mengangkat sebelah alisnya, "Nggak terima?" Dia terkekeh saat Nata masih saja setia bungkam. Kedua pundaknya terangkat, dia berkata, "Bukan gue yang nyoba kabur dari sekolah, jadi, itu jelas bukan salah gue."
Nata mengatupkan rahangnya erat. Mengepalkan tangan, sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak menonjok wajah tampan yang dulu selalu dia impikan.
Sekali lagi, itu dulu.
Tadi, entah bagaimana Brian kebetulan muncul saat dia dan Galih bersiap bolos kelas. Sial. Sejujurnya, kemungkinan besar itu bukan kebetulan. Benar-benar cowok sialan. Untuk kesekian kali, Nata mengutuk visi buruknya di masa lalu.
Kedua kalinya masuk ruang kedisiplinan, Nata merasa lebih santai. Apalagi hanya ada Brian di sini. Jadi, dia tak akan berpura-pura menjadi cewek jinak. "Bukannya lo harusnya di kelas Bu Imelda?" tanyanya dengan nada kesal yang kentara. "Ketua kedisiplinan dapet hak istimewa buat bolos kelas?" sindirnya penuh sarkasme.
Brian menatap Nata seolah melihat lelucon. "Gue bukan lo."
"Terserah!" Nata bangkit dari kursi dengan tak sabar. "Gue salah, oke! Sekarang, bukannya seharusnya lo ngehukum gue? Kenapa malah bawa gue ke sini? Mana Galih?" Setelah tertangkap basah tadi, Galih dibawa oleh anak-anak kedisiplinan lain entah ke mana, sementara dia diseret Brian ke sini, ke ruang kedisiplinan.
Mengernyit, Nata tiba-tiba khawatir dengan hanya mereka berdua di sini, hanya bersama Brian si mesum ini.
Mata waspada Nata tak lepas dari pengamatan Brian. Dia terkekeh sarkas. "Nggak usah menilai diri lo terlalu tinggi! Gue nggak doyan sama lidi!"
Jleb.
Entah kenapa Nata sesak. Dia menoleh ke bawah, menatap tubuhnya. Tiba-tiba dia ingin marah. Bagian mana yang si mesum ini bilang sapu lidi?!
"Sialan!" Nata menggeram.
"Duduk dulu," sela Brian ketika lagi-lagi melihat cewek di hadapannya ingin meledak. "Ada yang perlu kita obrolin."
Nata ingin membantah, tapi, mengingat desas-desus yang muncul pagi ini, dia hanya bisa mengatupkan rahangnya rapat-rapat dan duduk dengan terpaksa. "Lo, kan, yang nyebarin desas-desus itu?"
"Setidaknya, kali ini otak lo masih berfungsi." Walaupun lebih sering sebaliknya.
Mengabaikan lidah tajam Brian, Nata melanjutkan dengan senyum yang tiba-tiba merekah di wajahnya, "Makasih. Apa ini berarti lo setuju?"
Brian terdiam. Entah pemilihan waktu kali ini yang tidak tepat, atau otak cewek di hadapannya benar-benar kacau, yang pasti Brian benar-benar benci saat rencananya gagal. "Kalau lo mohon ke gue, gue bisa pertimbangin buat hapus desas-desus itu."
Sebelah alis Nata terangkat, "Kenapa gue harus?"
Brian menatap lekat Nata. "Lo amnesia?" Kemarin, cewek-cewek itu jelas memperingatkan Nata untuk tak lagi mendekatinya. Dengan munculnya desas-desus ini hanya akan memprovokasi mereka lagi. Sebenarnya, cewek ini tidak takut.
Nata menjilat bibirnya. Sejujurnya, dia juga khawatir. Dia tak cukup bodoh utuk mengerti maksud Brian menyebarkan desas-desus itu. Cowok itu ingin memberinya tekanan lebih besar, sehingga mau tak mau dia terpaksa menyerah. Bukan hanya Della dan antek-anteknya, Brian ingin dia menghadapi seluruh fans miliknya. Mungkin hampir seluruh cewek di sekolah.
Tapi, serius dia harus berhenti? Bukan hanya harga dirinya hancur di hadapan Brian, masih ada kakak perempuannya yang mungkin tak akan segan-segan menyebut dirinya cewek gatel di hadapan Papa dan Mama, apalagi setelah gosip ini merebak. Intinya, dia sudah tak terselamatkan, meski dia berhenti sekarang.
Jadi, kenapa tidak sekalian mengambil risiko?
Nata berdehem lalu duduk tegak. "Kak Brian, kenapa kita nggak kerja sama aja? Kaya yang gue bilang di awal, lo pura-pura jadi pacar gue. Bukan cuma gue yang untung, lo juga, kok. Gue bisa bantu lo ngehindarin nyamuk-nyamuk yang biasa berdengung di sekitar lo." Maksud nyamuk-nyamuk itu adalah cewek-cewek ganjen yang suka menganggu Brian. "Lagian, kaya yang gue bilang kemarin, berhenti di tengah-tengah itu nggak enak, Kak." Dia tersenyum penuh arti.
Mendengar kalimat terakhir, wajah Brian berubah hijau. Kemarin.. dia benar-benar ingin membunuh cewek di hadapannya.
Tiba-tiba Brian tersenyum miring. "Kalau gitu, gimana kalau kita coba?"
"Apa?"
Brian mencondongkan tubuhnya pada Nata, menyentuh rambut hitamnya. "Hal-hal yang nggak enak kalau berhenti di tengah-tengah."
Dasar mesum! kutuk Nata dalam hati. Tapi, dia tidak bisa memungkiri jantngnya yang berdegup kencang melihat wajah tampan Brian lagi-lagi diperbesar di hadapannya. Dan lagi, cowok itu menyentuh rambutnya. Suasana ambigu hampir membuatnya pingsan.
"Nggak!" Dia berdiri tiba-tiba. "Gue harap lo pikirin lagi, Kak. Lo harus tahu, gue bukan orang yang bisa tutup mulut terlalu lama." Itu ancaman. Brian pikir cuma dirinya yang bisa mengendalikan di sini? "Kalau nggak ada yang lain, gue mau ke Galih."
Mendengar nama dari bibir Nata, kemarahan akan ancaman cewek di hadapannya tiba-tiba padam. Brian mengerutkan kening dan berkata, "Nggak perlu. Hukuman kalian beda."
Kadang Nata cukup kagum dengan efisiensi Brian menggunakan kata dalam sebuah percakapan. Dia benar-benar hemat. "Hukuman gue?"
Brian tampak berpikir, "Nanti istirahat dateng ke gue." Mungkin dia memang harus memberi cewek ini kesempatan untuk menunjukkan sejauh mana keteguhannya. Yah, siapa yang tahu beberapa hari lagi mungkin dia akan memohon-mohon di hadapannya. Tiba-tiba dia cukup bahagia dengan hanya memikirkan kemungkinan itu.
Brian hanya belum tahu, di masa depan, hal sebaliknya lah yang terjadi.
"Istirahat?" Nata menatap Brian tercengang. Sekarang si mesum ini mulai mencoba merebut satu-satunya waktu menyenangkan miliknya? "Nggak!" Hal itu tidak mungkin terjadi!
Sebelah alis Brian terangkat, "Atau mungkin lo mau jadi asisten gue di sini setelah jam sekolah?"
Itu lebih tidak mungkin! geram Nata dalam hati. "Oke, istirahat!" Dia pergi setelah mengirim tatapan membunuh pada Brian.
Melihat pintu tertutup dengan keras, Brian tak bisa lagi menahan sudut mulutnya terangkat. Tiba-tiba dia tak merasa dunia ini membosankan seperti sebelumnya. Dia tidak tahu, apa permainan ini menarik, atau cewek itu yang lebih menarik?
Dia hanya berharap ini tidak akan segera berakhir.
♡♡♡
Oh, yeah. Update cepet, kan!
Aku pengen cepet tamatin ini cerita terus lanjut ke cerita yang lain.Btw. kalau merasa cerita ini oke, paling nggak masih bisa dibaca lah, boleh banget rekomendasiin ini cerita ke temen-temen kalian~
Aku bakal berterima kasih banget.
Tapi, kalian baca ini aja sebenernya aku udah makasih, pake banget kuadrat.😂
Yo, selamat malam Senin!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Mesum
Teen FictionNata, si pecinta cogan, tak pernah tahu kehidupannya akan berubah sejak hari itu, hari dimana dia memergoki ketua kedisiplinan sekolahnya sekaligus idolanya, Brian, berbuat sesuatu yang memalukan. Cowok yang terkenal akan ketampanan dan sikap dingin...