Nata kembali ke UKS, dan tak mendapati Brian berada di sana lagi. Setelah cukup banyak berinteraksi, Nata sadar, selain mesum cowok itu juga punya kecenderungan mirip Jailangkung; datang tak diundang, pulang tak ditendang. Ups. Pokoknya, begitu.
Seperti kedatangannya dalam hari-hari Nata; tiba-tiba.
"Eh, udah bangun?" Ana memasuki ruangan dengan dua kantong plastik hitam di tangannya. Yang satu cukup besar.
Nata melirik sambil kembali berbaring di ranjang. "Apa, tuh?" tanyanya, penasaran. Sejujurnya, dia sangat lapar. Tadi, karena drama konyol Sindi, boro-boro sarapan, dia bahkan tak sempat melihat rupa masakan Mama sebelum berangkat ke sekolah.
Ana tersenyum cerah. "Ada nasi goreng, siomai, batagor, sama mi goreng!" Dia mengangkat kantong plastik yang cukup besar. "Kalau ini jus alpukat, favorit lo!" serunya, mengangkat kantong plastik yang lain.
Nata menatap Ana dengan hidung yang tiba-tiba kembali masam. Andai Ana yang menjadi kakaknya, mungkin setidaknya, dia tidak akan mengasihani diri sesering sekarang, atau bahkan mungkin tak akan pernah.
Dari ketiga temannya, Ana adalah yang paling dewasa, dan mengurus mereka seperti orangtua. Cewek yang terlihat kalem itu bahkan pernah melabrak anak kelas sebelah yang terus berkonfrontasi dengan Sela, padahal seingat Nata, Sela adalah pihak awal yang salah, dan karenanya anak itu mulai selalu mengganggunya. Yah, Ana bahkan tak peduli siapa yang salah dan siapa yang benar diantara mereka, atau khawatir bagaimana hal itu bisa mempengaruhi image-nya, pikir Nata.
Setelah aksi Ana, tentu saja anak itu tak berani mengganggu lagi. Siapa yang tak mengenal Ana? Di hari pertama sekolah, Ana mengejutkan semua orang dengan mobil mewah edisi terbatas yang mengantarnya. Sejak itu, tak ada yang berani berbuat sembarangan padanya. Selain kaya, dia juga pintar. Oleh karena itu, Nata masih heran dengan keberadaan Ana di kelas mereka, atau bahkan di sekolahnya.
"Mentang-mentang kaya," bisik Nata, memutar bola matanya. Dia tak sungguh-sungguh. Lagi pula, dia yakin, Ana sudah melihat kesenangan dari ekspresinya. Yah, siapa juga yang tidak suka pesta semacam ini? Pesta makanan kantin. Ya!
"Iya, dong! Buat apa duit kalau nggak dihabisin." Ana menanggapi dengan bercanda pula. Duduk di sisi ranjang, dia meletakkan bungkusan itu di pangkuan Nata, setelah cewek itu bangkit duduk di ranjang.
Nata tertawa, mulai mengisi perutnya dengan rakus. Karena Ana mempersilakan, dia tak akan sopan. Haha.
"Nat." Ana tiba-tiba bersuara.
"Hmm." Nata merespon dengan gumaman sambil tetap fokus memakan siomainya. Ini adalah makanan pembuka. Dia tidak sabar untuk makan nasi goreng setelah ini. Ah, dia akan mencampurnya dengan mi goreng, dan tada-- jadilah nasi goreng mawut. Memikirkannya, Nata pun mempercepat makannya.
"Lo, lo ada hubungan apa sama Brian?" Ana bertanya dengan ragu-ragu. Dia hanya ingin memastikan sesuatu.
"Sementara ini, sih, nggak ada apa-apa." Nata menjawab setelah berpikir beberapa saat. Yah, sekarang belum, tak tahu nanti. Lagi pula, dia mencium bau-bau Brian akan setuju dengan tawarannya. Kalaupun bukan hubungan itu, setidaknya mereka masih punya hubungan tikus-kucing yang perlu dilestarikan. Sejujurnya, ini menyenangkan.
Tak ada tanggapan dari Ana, membuat Nata mendongak penasaran. Dia melihat Ana sedang melamun, entah memikirkan apa. Ini aneh, pikirnya. "Ana, kenapa?" tanyanya, sedikit menyenggol lengan Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Mesum
Roman pour AdolescentsNata, si pecinta cogan, tak pernah tahu kehidupannya akan berubah sejak hari itu, hari dimana dia memergoki ketua kedisiplinan sekolahnya sekaligus idolanya, Brian, berbuat sesuatu yang memalukan. Cowok yang terkenal akan ketampanan dan sikap dingin...