Sembilan

33.7K 1K 38
                                        

Cerita ini sudah ditulis ulang. Harap maklum apabila ada komentar yang tidak sinkron.

♡♡♡

Nata merapatkan bibirnya, tapi, usahanya sia-sia ketika suara kekehan lagi-lagi lolos juga. Di sebelahnya, Ria meliriknya dari ekor mata dan menggelengkan kepala, putus asa.

Temannya yang satu ini tambah gila, pikir Ria. Selain keanehannya yang berangkat ke sekolah sangat awal--lebih awal dari Heni, spesies langka, satu-satunya favorit Bu Imelda--, dia juga terus terkikik tiba-tiba, membuat Ria beberapa kali menahan diri dari membuat panggilan ke rumah sakit jiwa terdekat.

Sedangkan yang dibatin, masih asik sendiri dengan pikirannya.

Sejujurnya, Nata tak pernah berniat menampakkan image yang membuat Ria bahkan meragukan kewarasannya. Dia hanya terlalu menyukai ekspresi Brian kemarin. Sangat suka.

Setelah Nata mengucapkan kalimat sakral kemarin, Brian tiba-tiba berubah menjadi patung. Kaku dan bisu. Untungnya, dada bidangnya masih bergerak naik-turun tanda dia masih bernapas. Kalau tidak, Nata mungkin benar-benar mengira yang berada di hadapannya saat itu adalah sebuah patung, patung yang tampan.

Menahan tawa, saat itu Nata dengan mudah melenggang melewati Brian, yang entah bagaimana hanya dengan satu dorongan lemahnya bisa tersingkir dari tengah pintu. Kemungkinan besar, dia memang sengaja menyingkir.

Karena itu, sejak kemarin, Nata benar-benar tak mampu menahan bibirnya melebar hingga terkikik terus-menerus.

Walaupun ini tidak bisa dibandingkan dengan tindakan brengsek Brian, setidaknya Nata senang sudah membuat cowok itu merasa kurang nyaman.

Lamunan Nata terganggu ketika merasakan tatapan panas terarah padanya. Dia mengedarkan pandangan, dan langsung bertemu dengan sepasang mata hitam yang dalam. Mata itu memancarkan kerumitan, tapi didominasi kemarahan. Nata sempat tertegun sebelum kemudian kembali pulih ketika mengetahui kalau pemilik mata itu adalah.. Galih?

Nata mengernyit, tak mengerti. Apa yang salah dengan Galih kali ini?

Belum sempat Nata menyuarakan keraguannya, Galih yang sedari tadi berdiri di tengah-tengah pintu itu mengalihkan pandangannya lalu berjalan menuju bangku tepat di belakang Nata, tanpa melirik atau pun bersuara. Menaruh tas, dia langsung pergi menghilang kembali di balik pintu kelas.

Nata yang mengalami syok singkat akibat perubahan drastis Galih yang tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan, kini mengernyit lebih dalam.

"Galih kenapa?" Ria menyenggol bahu Nata. Sedari tadi menonton sandiwara di antara mereka, dia tidak tahan juga untuk bertanya. "Lo berantem sama Galih?"

Nata mengangkat sebelah alisnya. Seingatnya, tidak ada hal berarti yang terjadi antara dirinya dan Galih kemarin. Mereka hanya saling menghina seperti hari-hari sebelumnya. Jadi, kenapa Galih marah kepadanya?

Mengangkat bahunya, Nata menggelengkan kepala. "Nggak ada apa-apa seingat gue." Jeda sejenak, dia melanjutkan dengan tak acuh, "Mungkin Galih lagi PMS."

Ria menghela napas. Dalam hati, dia mengucapkan bela sungkawa untuk Galih dan hatinya. Jujur saja, orang yang berpengalam seperti dia pasti tahu kalau Galih jelas memiliki rasa untuk Nata. Hanya saja, dia tak yakin apakah cowok itu sadar atau tidak akan perasaannya.

Sedangkan untuk Nata.. Ria mendesah panjang. Walaupun, mereka tak saling mengenal untuk waktu yang lama, Ria cukup jelas dengan karakter Nata, yang hanya melihat cogan-cogan idola di matanya. Nata tak benar-benar berniat untuk menjalin hubungan, setidaknya itu yang dia lihat dari penolakan Nata pada beberapa cowok yang bisa dibilang bertampang lumayan.

Sebenarnya, Nata tidak jelek, hanya saja sikapnya yang selalu terlalu antusias dan minim keseriusan telah menutupi pesonanya.

"Ngomong-ngomong, Ri," Nata bersuara, menarik Ria dari pikiran dalamnya.

"Iya?"

"Kenapa anak-anak ngelihatin gue gitu banget, sih?" Ekspresi Nata rumit, ketika memperhatikan seisi kelas lewat ekor matanya. Dia baru sadar kalau sedadi tadi menjadi pusat perhatian.

Ria tak mengerti, tapi setelah memutar lehernya hampir tiga ratus enam puluh derajat, dia akhirnya mengerti. Semua anak menatap Nata dengan intens. Sebelah alisnya terangkat, ada apa sebenarnya? Kalaupun ada sesuatu, kenapa mereka hanya memelototi Nata seperti akan menelannya? Anak-anak di kelasnya jelas bukan pendiam.

Itulah yang juga Nata tanyakan dalam hatinya. Dia mulai merasa tidak nyaman. "Kenapa lihat-lihat gue?" tanyanya, dengan nada kesal.

Serentak, setelah mendengar auman Nata, mereka merunduk, kembali menatap ponsel masing-masing. Mereka terlihat seolah takut akan sesuatu.

Hal ini membuat Nata dan Ria kian bingung.

"Nata, anjir!!" Suara teriakan diikuti bedebum keras dari pintu kelas yang dipukul tanpa ampun, mengalihkan perhatian semua orang. Hanya ada satu orang yang mampu bersikap bak preman di pagi-pagi begini. Hanya Sela. Dia menatap Nata dengan mata berapi-api. Mirip pandangan anak-anak sekelas tadi.

Sebenarnya semua orang kenapa? tanya Nata dalam hati.

Untungnya, Ana segera muncul dan menerangkan kebingungan Nata dan Ria. "Lihat, nih!" Dia menyodorkan ponsel merek ternama keluaran terbaru itu di hadapan keduanya.

Mata Nata dan Ria tiba-tiba melebar, dalam keterkejutan, walau mungkin dalam konteks yang berbeda. Ponsel Ana menunjukkan salah satu akun gosip sekolah yang menampilkan foto-foto Nata dengan Brian. Foto ketika Brian menariknya ke ruang kedisiplinan, ketika Brian memegang tangannya dalam pengawasan seisi kantin, foto ketika Nata dikepung geng Della di gudang belakang kemarin, lalu yang terakhir ada fotonya dan Brian berbincang setelahnya.

Sialnya, semua foto itu terlihat terlalu sempurna. Sempurna dalam menciptakan spekulasi tanpa dasar!

Caption unggahan tersebut adalah 'Tampang anak baru, si ahli, yang berhasil merebut hati pangeran es'. Tak perlu berpikir dua kali, konotasi negatif tersebut jelas menunjukkan betapa bencinya pengunggah foto terhadap dirinya.

"Sial," umpat Nata pelan, tapi mampu mengejutkan ketiga temannya yang mendengarkan. "Jadi, dia akhirnya lanjut? Tapi, kenapa tiba-tiba?" gumamnya pelan, sebelum tanpa aba-aba tersenyum cemerlang; yang membuat ketiga temannya kini menatapnya aneh. Temannya belum gila, kan?

Siapa itu Brian? Cowok yang disegani pun ditakuti di seantero sekolah. Karena itu, siapa juga yang punya nyali menulis berita gosip tentangnya begini? Kecuali, objek berita telah memberi persetujuan. Si mesum itu! umpat Nata dalam hati.

Apapun alasan Brian setuju untuk melanjutkan permainan ini tidak terlalu penting. Yang paling penting adalah hal-hal ini menjadi lebih menarik, pikir Nata.

"Nat, lo, lo masih waras, kan?" Ria tak bisa lagi menahannya, dia menatap ngeri pada Nata.

Nata berdehem sebelum terkekeh konyol seperti biasa. Tiba-tiba dia lebih bahagia ketika memikirkan muka hijau Sindi ketika melihat unggahan ini. Mungkin sudah tak perlu lagi bagi dirinya untuk membawa Brian ke rumah, kan?

Selain dapat melampiaskan kekesalan pada Brian, dia juga bisa menjatuhkan kesombongan Sindi secara bersamaan. Walau sebenarnya hal kedua itu adalah tujuan awalnya, tapi sekarang hal pertama terasa lebih menarik baginya.

Hanya saja, Nata belum tahu, ini keberuntungan yang nyata atau hanyalah jebakan yang menjelma.

♡♡♡

Oke. Lama tak jumpa. Sebagai permintaan maaf, kali ini dobel up!

Senior MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang