Jam istirahat berbunyi, Nata dengan kaku menggerakkan tubuhnya ke kantin. Tangannya mengepal, menahan gemetar memikirkan kejadian tadi.
Orang gila mana yang lagi-lagi nambahin beban hidup gue?! Ya Tuhan!!
Nata mendesah. Dia bergerak cepat ketika melihat kantin masih sepi. Membawa mi ayam dan teh hangat pesanannya, dia memilih duduk di pojokkan, yang bahkan terhalang pilar besar. Bodo amat. Dia sedang tak berminat mengobrol dengan siapa pun, dan hanya ingin berkonsentrasi menemukan orang gila itu! Pokoknya, dia tak akan tinggal diam! Apa semua orang pikir dia begitu mudah ditindas?! Tak cuma Brian si mesum itu, sekarang orang gila pun ikut-ikutan menindasnya!
Benar. Brian! Ini semua karena dia! Nata mengunyah dengan ganas, membayangkan objek yang dia kunyah adalah jantung Brian. Dia menyeringai, kejam.
Jadi, ketika Ria dan Sela mendekati sosok yang mereka pikir akrab, tiba-tiba mereka hanya ingin berbalik pergi. Serius, apa yang terjadi dengan ekspresi Ibu Tiri Bawang Putih itu? Tidak, tidak. Yang benar, kenapa Nata memasang ekspresi menyeramkan semacam itu? Auranya bahkan segelap malam.
Sejenak, baik Ria maupun Sela tak ada yang berani mendekat.
"Lo duluan, Sel!" Ria berbisik ngeri, mendorong lengan Sela.
"Ogah! Gila lo! Nanti gue yang ditelen!" Sela bergidik. Memang benar pikirnya, Nata jadi tambah aneh. Apa dia perlu menghubungi tantenya yang psikiater?
Ria menelan ludah, tak punya pilihan. Sedikit demi sedikit dia mendekati Nata. Tangannya bergetar menyentuh bahu teman sebangkunya itu. "Nat, lo, lo nggak pa-pa?"
Nata terkejut, menoleh pada Ria dan Sela yang menatapnya penuh ngeri. Dia mengernyit. "Kalian kenapa?" tanyanya ringan sebelum kembali menyuapkan mi ayam ke dalam mulutnya dengan santai, tak lagi peduli.
"Gue pikir lo kesurupan!" Sela berseru jengkel, menaruh mangkuk baksonya di hadapan Nata cukup keras.
"Iya, gue kira juga!" Ria terkikik sebelum duduk di sebelah Nata.
Nata mendengus, terbiasa dengan pemikiran 'gila' teman-temannya.
"By the way, gue jadi penasaran, Galih kemana, ya? Dari kemarin nggak nongol."
Nata mengernyit. "Galih?"
Sela mengangguk, lebih dulu merespons. "Tadi, guru-guru pada nanyain dia. Sok artis banget elah."
Mengabaikan komentar sinis Sela yang biasa, Nata jatuh dalam pemikiran dalam. Dia tidak cukup peduli dengan kelas pagi tadi, jadi, dia tak sadar kalau Galih tak ada. Berarti, cowok itu memang hilang eksistensinya sejak dibawa pergi anak buah Brian hari itu? Memang, Galih sudah biasa bolos kelas. Tapi, dia jarang tidak masuk. Setidaknya, cowok itu akan mampir ke kelas paling tidak untuk menarik kuncir rambutnya. Ini.. sedikit aneh.
"His! Ana nggak bales pesan gue!" Sela menunduk, menggerakkan jari telunjuknya pada layar ponsel dengan raut kesal.
"Lo minta contekan?" Ria mengejek.
"Enak aja! Siapa bilang minta? Ini barter! Gue ngasih tahu PR tadi. Dia ngasih tahu gue jawabannya," jawab Sela, tanpa rasa malu sedikitpun.
Nata tiba-tiba sadar. "Ana mana?" Dia menatap keduanya bergantian.
Sela mengangkat bahunya, menelan bakso besar dari mangkuknya sekaligus, kemudian berkata dengan suaah payah, "Hak thau!"
Plak.
Ria memukul lengan Sela, mengundang pelototan dari cewek itu. "Telen dulu!" Dia ikut melototot. "Jijik banget! Awas dilihatin Nino, dia ilfeel!"
Sela hampir saja marah, tapi, batal saat nama Nino disebut. Oke, Ria kali ini untungnya benar. Dia benar-benar harus jaga image kalau-kalau Nino memperhatikan dirinya diam-diam. Dia merubah duduknya lebih tegak, dan buru-buru menelan 'kelebihan' dalam mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Mesum
Novela JuvenilNata, si pecinta cogan, tak pernah tahu kehidupannya akan berubah sejak hari itu, hari dimana dia memergoki ketua kedisiplinan sekolahnya sekaligus idolanya, Brian, berbuat sesuatu yang memalukan. Cowok yang terkenal akan ketampanan dan sikap dingin...