Sebelas

28.8K 963 51
                                    

Cerita ini sudah ditulis ulang. Harap maklum apabila ada komentar yang tidak sinkron.

♡♡♡

Nata belum kembali ke kenyataan, dan Galih, si tidak peka itu, terus saja menyeretnya, mengikuti Bu Imelda yang sudah membuka pintu dan duduk dengan nyaman di kursi guru. Tak pernah dia merasa lantai sekolah seindah saat ini. Merasakan tatapan menguncinya dari berbagai arah, kepala Nata makin menunduk.

"Anak-anak, kali ini kita kedatangan tamu." Bu Imelda mengawali kelas dengan senyum, yang bagi Nata terlihat seperti senyum paling licik di dunia. "Ayo, perkenalkan diri kalian pada kakak kelas kalian, lalu sebutkan alasan kenapa kalian saya bawa ke sini," lanjut Bu Imelda, berkata pada Nata dan Galih.

Mampus, seru Nata dalam hati. Sedikit penasaran, dia mendongak, mengintip pada cowok yang duduk tepat di seberang meja guru, tipe-tipe tempat duduk para anak teladan. Itu Brian. Dia sedang menatap lekat pada sesuatu. Nata menunduk mengikuti arah pandang Brian, dan dia hampir berteriak saat menyadari kalau dia masih bergandengan tangan dengan Galih.

Sial. Kenapa ini begitu kacau?

Tidak cukup gosip dengan Brian sekarang dia bakal tersangkut dengan Galih juga? Dia tidak sanggup.

Nata segera melepas tautan tangan mereka, membuat Galih mau tak mau menoleh padanya dengan tatapan dalam, yang tak dia mengerti. Dia hanya bisa meringis pada Galih. Mengertilah, ini bisa jadi lebih buruk, katanya dalam hati, berharap Galih mendengarnya.

"Ayo, mulai!" Bu Imelda mulai tak sabar.

Galih segera menghapus tatapannya dari Nata, dan menatap lurus ke depan. "Nama saya Galih Permana, dari kelas sepuluh IPA-3. Saya di sini karena saya nggak tahu kalau Bu Imelda mengajar kelas saya hari ini."

Terdengar ledakan tawa, bahkan Nata tak mampu menahannya.

"Diam!" teriak Bu Imelda sambil menampar meja. Dia menunjuk Galih sambil berkata dengan marah, "Kamu benar-benar tidak sopan! Mau hukuman kamu saya tambah?!"

"Maaf, Bu," ucap Galih ringan, tanpa rasa bersalah.

Bu Imelda hanya bisa mendengus, menelan keluhan atas perlakuan tak hormat dari Galih. Dia benar-benar kesal karena tak bisa melakukan apapun, mengingat teguran dari Kepala Sekolah beberapa hari lalu karena komplain dari wali murid tentangnya. Pantas saja anak zaman sekarang kelakuannya makin tak tertahankan, batinnya. Guru memberi hukuman saja diprotes.

"Lanjutnya, kamu!" Dengan kasar, Bu Imelda menunjuk pada Nata.

"Na-nama saya Nata, Renata Puspita." Nata meratap dalam hati, kenapa dia tergagap? Menyesuaikan debaran jantungnya yang terasa melebihi pukulan drum, dia melanjutkan, "Dari kelas sepuluh IPA-3. Saya di sini karena leher saya sakit."

Kembali, tawa terdengar dari berbagai arah.

Nata kebingungan. Melirik pada Bu Imelda yang seolah siap meledak sekali lagi, dia segera merevisi dengan panik, "Bukan, bukan! Saya di sini karena saya salah. Saya nengok-nengok waktu pelajaran berlangsung. Maafin saya Bu Imelda."

Melihat cewek yang begitu kikuk di depan kelasnya, Brian hampir meragukan, apakah itu benar-benar Nata yang dia kenal? Apakah itu benar-benar cewek yang dengan berani mengancamnya? Apa dia punya semacam kepribadian ganda? Mau tak mau Brian bertanya-tanya. Tapi, melihatnya kesulitan seperti ini, sudut bibirnya tanpa sadar terangkat, dia cukup terhibur.

Mengalihkan pandangan pada cowok di sebelah Nata, tanpa sadar kening Brian berkerut. Cewek itu benar-benar menyebalkan. Setelah memaksanya menjadi pacarnya, tanpa rasa bersalah Nata justru bergandengan dengan cowok entah-siapa tepat di hadapannya, saat rumor hubungan mereka telah menyebar. Apa dia mau membuatnya kehilangan muka? Jadi, ini serangan balik? Brian tersenyum sinis. Ini bukan masalah baginya. Lagi pula, akhirnya cewek itu sendiri yang akan rugi.

"Oke." Bu Imelda terlihat cukup puas dengan jawaban Nata. "Kalian kembali ke kelas. Saya harap kalian tidak mengulangi kesalahan yang sama."

"Baik, Bu." Nata segera menjawab, sedangkan Galih hanya mengangguk. Belum sempat dia mengucapkan terima kasih, sekali lagi Galih menyeretnya keluar dari kelas.

"Lo tu apa, sih! Nggak sopan banget lagi sama Bu Imelda! Bikin nama gue tercemar aja!" Nata mengibaskan tangannya setelah beberapa langkah dari pintu kelas Brian, membuat tautan tangannya dan Galih sekali lagi terlepas. Dia melotot, memperingatkan. "Lagian emangnya gue bocah TK mau nyebrang, pake digandeng segala," rutuknya, menatap si alien, kesal.

Sejenak Galih menatap cewek yang sedang cemberut di hadapannya. Suasana hatinya kian rumit. Dia benar-benar merasa marah pada Nata, tapi dia juga tahu, dia seharusnya tidak. Melihatnya, Galih merasa ingin melupakan semua ketidakbahagiaan sebelumnya. Kembali menjalani hubungan tikus-kucing mereka seperti biasa. Sayangnya, dia pun tahu, hal itu tak akan berlangsung lama.

"Mau nggak bolos?" Tanpa sadar, pertanyaan itu terlontar dari mulut Galih. Dia hanya ingin menghabiskan waktu dengan Nata lebih lama. Tak ingin cewek ini lepas dari pandangannya sehingga tidak akan ada kesempatan untuknya berpaling dari dirinya.

"Ha? Lo gila?! Bisa mati kita dibantai Bu Imelda kalau ketahuan!" Nata tiba-tiba panik. Meningat kemarahan Bu Imelda, tanpa sadar dia menggigil. Wajar saja, dia memang bukan tipe anak pemberani, yang hobi dimarahi. Sialnya, sekarang mungkin dia sudah ditandai oleh Bu Imelda.

"Bego!" Menjentikkan dahi Nata, Galih menggeleng tak berdaya. "Kan lo sendiri yang bilang; kalau ketahuan! Ya, jangan sampai ketahuan lah!"

Bener juga, batin Nata dalam hati. "Tapi, gue udah bolos waktu itu. Masa gue bolos lagi?" Waktu itu saat menghindari Brian, dia juga bolos dengan Galih. Tiba-tiba dia ragu.

Sebelah alis Galih terangkat. "Waktu itu lo bolos bener? Nggak minta tolong dibilang sakit?"

"Ah, iya! Kok lo tahu?" Nata baru ingat. Mana mungkin dia berani bolos begitu saja? Bisa tercemar reputasi 'anak baik-baik' miliknya.

"Biasalah. Gaya anak cewek pas bolos!" cibir Galih.

"Ya udah, sih! Sewot aja!" Nata cemberut. Berpikir sebentar, dari pada kembali ke kelas Prakarya yang membosankan, lebih baik dia jalan dengan Galih. "Oke, deh, ayo! Tapi, jam istirahat selesai, mesti udah balik, ya. Ogah gue bolos seharian." Nata ingat, setelah jam istirahat akan ada kuis pelajaran Bahasa Indonesia. Dia tidak mungkin melewatkannya, bisa-bisa dia ikut kuis susulan. Bagaimana bisa dia melewatkan kuis dengan bank jawaban duduk di hadapannya--alias Ana--dan memilih kuis sendirian dengan Galih, yang bahkan tak hafal jenis-jenis majas?

"Cupu banget, sih!" Galih berdecak, membuat Nata menjulurkan lidahnya sebagai respons. "Iya, deh, iya! Kita lewat pager belakang lagi."

Keduanya mengendap-endap menuju halaman belakang. Berharap tak terlalu sial bertemu dengan anak kedisiplinan atau satpam yang iseng berpatroli.

Tapi, sepertinya hari ini benar-benar hari sial mereka.

"Kalian mau kemana?"

Suara itu membuat tubuh Nata dan Galih membeku. Refleks, Nata berbalik dan dia tidak bisa tidak berteriak ketika menemukan eksistensi Brian bersama beberapa anak kedisiplinan.

Bagaimana bisa dia di sini?

♡♡♡

Yeay!! Akhirnya update *fiuhh-
Permintaan maafku jelas nggak cukup, jadi, part selanjutnya bakal diupdate secepatnya..\>,</

Btw. Selamat atas comeback-nya Kak Patristasia!!! \\(^.~)//
Lop yu Qaqaa~💜💜

Senior MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang