Tiga

61.5K 1.5K 32
                                    

Cerita ini sudah ditulis ulang. Harap maklum apabila banyak komentar yang tidak sinkron.

♡♡♡

Sesuatu yang buruk akan terjadi!

Kalimat itu terus bergema di benak Nata, membuatnya linglung seharian. Benaknya kian rumit ketika mengingat pandangan Brian saat jam istirahat tadi.

Dia menghela napas. Ini adalah jam pelajaran terakhir, maka sebentar lagi hari yang berat ini akan berakhir. Setidaknya, itu yang Nata pikirkan untuk menenangkan diri, sebelum Sela yang kembali dari toilet membawa pesan--yang bagi Nata terdengar seperti terompet kematian.

"Nat, lo dipanggil, disuruh ke ruang kedisiplinan," kata Sela, yang kini berjalan menuju bangkunya sendiri, di depan Nata, tanpa berusaha memelankan suaranya sama sekali.

Sontak kelas yang semula ramai karena jam kosong itu langsung sunyi seketika. Bisa dibilang, ketenangan sebelum badai. Dan benar saja, beberapa detik kemudian.. kelas pecah.

"Wow! Gila! Ruang kedisiplinan?!"

"Kok bisa?"

"Nat, lo ngapain emang? Bisa banget dipanggil ke ruang kedisiplinan!"

"Dicariin Kak Brian, tuh, Nat. Haha."

"Mimpi Nata akhirnya terwujud. Lol."

Dari seruan ketidakpercayaan hingga godaan terdengar, tapi, Nata sama sekali tidak terpengaruh dengan hingar bingar. Tiba-tiba dia tuli. Dia buta. Semua gelap!

"Ahhh!!"

Sekali lagi kesunyian memenuhi ruang kelas setelah teriakan memekakkan telinga milik Nata terdengar.

Ria--yang telah pulih dari keterkejutan--dengan khawatir mengguncang lengan teman sebangkunya, yang dia pikir mulai gila itu. "Hei! Lo kenapa?"

Melihat Nata yang mulai kembali fokus, Ria mulai melontarkan pertanyaan yang memenuhi benaknya setelah pernyataan menggemparkan dari Sela. "Gimana bisa lo dipanggil ke ruang kedisiplinan? Lo nggak macem-macem, kan?" Setahu Ria, Nata itu bukan anak yang suka cari gara-gara. Nata memang 'pecicilan', tapi, kadarnya tidak sampai membuatnya bisa masuk ruang kedisiplinan. Jadi, dia benar-benar penasaran tentang latar belakang masalah ini.

Nata yang telah kembali bernapas dengan normal, ketika mendengar pertanyaan Ria, merasa seolah api yang disiram dengan minyak tanah. Dia ingin meledak! Jujur, dia juga tidak tahu mengapa dia dipanggil ke ruang kedisiplinan.

Tidak. Justru--mungkin--karena dia tahu, dia lebih ingin meledak.

Nata hanya memergoki Brian melakukan hal-hal tercela, itupun tanpa sengaja. Tapi, ketua kedisiplinan, pangerannya itu, dengan sewenang-sewenang menekannya dengan posisi tingginya. Apa ini benar Brian? Dewa lelakinya? Cogan idolanya? Penyelamatnya dari dehidrasi hari itu?

Sungguh sulit dipercaya. Dia tertipu sedari dulu!

Ternyata Brian hanyalah cowok mesum dan penguasa lalim--mengacu pada penyalahgunaan posisinya hari ini. Jadi, Nata tidak bisa mengambil risiko dengan menemuinya sendirian. Tidak, dia bahkan sangat tidak ingin melihat wajahnya, atau mungkin dia akan kecewa sampai mati, karena image goodboy pujaannya sekedar fantasi.

Jadi, dengan kecepatan kilat Nata segera membereskan barang-barang di atas mejanya, memasukkannya ke dalam tas warna violet favoritnya. "Bilangin aja gue sakit."

Tanpa menunggu siapapun merspons, Nata segera melesat keluar dari kelas. Dia berlari dengan pasti menuju arah halaman belakang sekolah. Setelah menengok kanan-kiri, dia mendapati siluet orang yang dia cari.

Senior MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang