Tiga Belas

28.2K 1K 218
                                        

Cerita ini sudah ditulis ulang. Harap maklum apabila ada komentar yang tidak sinkron.

♡♡♡

Galih tidak terlihat hingga jam istirahat. Tapi, Nata lebih khawatir dengan nasibnya sekarang. Lewat serangkaian hal yang akhir-akhir ini terjadi, dia cukup mengerti orang seperti apa Brian itu. Cowok egois yang tak akan membiarkan dirinya menerima kerugian cuma-cuma. Dibalik topeng esnya, Brian adalah cowok mesum yang sangat picik.

Begitulah sekarang cara Nata mendeskripsikan Brian. Kalau hal yang sama dilakukan minggu lalu, mungkin dia akan mengelu-elukan Brian bagai dewa.

"Ayo, ke kantin!" Ria memberesi mejanya dengan cekatan, cukup mencerminkan betapa laparnya dia.

"Gue nggak ke kantin." Nata mendesah melihat kelas yang mulai kosong, meratapi perutnya yang keroncongan. Sekali lagi, berbagai umpatan untuk Brian dia lontarkan dalam hati.

"Kenapa?" Sela penasaran. Tadinya, mereka cukup khawatir karena rumor yang menimpa Nata, ditambah lagi cewek bodoh itu dengan sialnya menyinggung Bu Imelda. Tapi, ketika kembali ke kelas Nata tidak memiliki ekspresi terganggu, yang membuatnya berhenti khawatir dan juga menghancurkan ekspektasi para penggosip di kelas. Jadi, kenapa sekarang Nata tidak mau ke kantin?

"Gue," Nata sedikit ragu, menatap ketiga temannya. Cemberut, dia hanya takut ditertawakan. "Gue tadi mau bolos sama Galih, eh, ketangkep Kak Brian sama anak buahnya."

Ketiga temannya melotot kaget.

"Bego. Kalau mau bolos pinteran dikit dong!" Sela mencela.

Ana memukul pundaknya dan melotot, sebelum mengalihkan pelototannya pada Nata. "Sukurin. Kenapa juga mau bolos-bolosan? Mau jadi nakal?"

Nata menunduk. Sedikit malu dengan tindakan kekanakannya sebelumnya. Hah, ini gara-gara Galih! pikirnya. Memang dia harus menghindar dari para setan supaya tidak terpengaruh!

"Nata, ih!" Ria menjewer telinga Nata, kesal. "Jangan diulangi lagi! Ini bukan hal sederhana kalau sampai anak kedisiplinan turun tangan!"

Meringis, Nata melepaskan diri dari Ria. "Iya, maaf. Gue tergoda tadi. Nggak bakal diulangin lagi! Gue juga kapok!" Dia dengan cepat berjanji saat Ria bersiap menyerang lagi.

"Lo sekarang.. mau ketemu Brian?" Ana dengan cepat mengambil kesimpulan.

"Iya." Nata tampak dianiaya. "Dia suruh gue jadi asistennya sebagai hukuman."

Ana mendesah lega. "Untung, deh, lo cuma dapet hukuman kaya gitu." Setidaknya, itu bukan hukuman fisik berat yang biasa anak-anak Kedisiplinan berikan. "Ya udah. Biarin Nata, kita ke kantin sekarang."

Selesai kalimat Ana, ketiganya meninggalkan Nata sendiri, bahkan tanpa menengok sekali pun.

"Apa mereka bener temen gue?" ragu Nata, menatap ketiga punggung yang tampak bahagia tanpa dirinya. Mengingat Brian dan ruang Kedisiplinan, dia hanya bisa menangis dalam hati.

♡♡♡

Sampai di ruang kedisiplinan yang--entah bagaimana Brian menanganinya--kosong saat ini, Nata segera disuguhi peralatan kebersihan yang berjejer rapi.

"Lo bisa mulai." Brian berkata ringan, bahkan tak repot-repot mengangkat kepalanya dari tumpukan berkas ditangannya.

Nata masih berusaha meredam umpatan-umpatan yang mulai terlontar dalam hati. Walaupun kalimat Brian hanya setengah jadi, dihadapkan dengan alat-alat kebersihan itu, maknanya sudah sangat jelas untuk dipahami. Dia disuruh bersih-bersih! Perlahan dia bertanya, "Bukannya ada petugas kebersihan?"

Senior MesumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang