1. Pertemuan Pertama di Sekolah

215 73 33
                                    

Allah selalu punya cara yang unik untuk mempertemukan hambanya. Sesuatu yang tak pernah direncanakan, justru mengantarkan takdir untuk mendekatakan kembali dalam suatu ikatan.

***

Sebuah bangunan kokoh, di tengah-tengah padatnya penduduk kota yang memberikan kewibawaan, memberikan gelak cerita para murid dan guru-guru yang mewarnai bangunan itu. Sekolah yang sama sekali bukan tujuan dari planning masa depannya. Cita-cita ingin masuk SMA yang bernuansa Islami, gugur dengan cuma-cuma hanya karena keinginan Ayahnya. Ya, dialah Nahda Mikayla Putri, gadis berjilbab yang dibesarkan dari keluarga yang taat agama. Gadis periang, rajin, pintar dan pandai menyembunyikan isi hatinya. Dia gadis yang ajaib, yang mampu memainkan mimik wajahnya, sampai sahabatnya sendiri terkadang tidak bisa mendeteksi perilaku dan sikap aslinya.

Semuanya terlihat baik-baik saja, meskipun hatinya berat untuk menapakkan kaki dibangunan itu, tapi inilah tekadnya. Tekad untuk membuat orang tuanya selalu tersenyum dan bahagia. Keikhlasan yang mengajarkan dia untuk kuat, karena perlahan rasa berat itu akan terkikis dengan semangatnya. Dia selalu tersenyum, meskipun badai mencoba menerpanya.

Khimar yang menjuntai ke bawah, dengan penampilan yang rapi, berbalut seragam yang serba longgar, warna putih biru-biru sesuai dengan asal sekolah sebelumnya. Sekilas, dia edarkan pandangan untuk melihat sekitarnya. Bibirnya sedikit mengulum senyum seraya menyapa sekelilingnya.

"Semoga ini memang yang terbaik untukku, perjuanganku berawal dari sini dan aku yakin Allah pasti sudah merencanakan sesuatu untukku," pintanya pada-Nya.

Karena hari itu adalah hari terakhir MOS atau Masa Orientasi Sekolah. Dimana setelah tiga hari masa perkenalan, biasanya sebelum penutupan ada pengumuman kelompok terbaik atau murid teraktif atau semacamnya. Kini tiba saatnya hasil diumumkan.

Dia mengerjap heran saat namanya dipanggil dengan urutan nomor dua sebagai murid teraktif. Antara percaya atau tidak percaya.

"Nahda Mikayla Putri juara 2 sebagai murid teraktif dalam kegiatan MOS (Masa Orientasi Sekolah), untuk Nahda dipersilahkan ke depan!" sambil menunjuk ke arahnya seraya mengisntruksikan untuk cepat maju ke depan.

"Ini aku Qil yang dipanggil tadi?" dengan tubuh yang masih mematung, tidak percaya setengah mati bisa mendapatkan penghargaan itu.

"Iya kamu Nahda Mikayla Putri, emang ada nama yang sama dengan namamu ?!?!?!" ucap temannya dengan nada penekanan.

Aqila teman pertama dia di SMA. Nahda bersyukur masih ada yang mau berteman dengannya yang notabennya di sini semua anak orang-orang berduit yang jelas pertemananpun tidak sembarangan. Namun berbeda dengan Aqila, meskipun dia anak orang kaya tapi dia mau berteman dengan Nahda yang sederhana. Dia anaknya terbuka, ramah, dan juga baik. Dia pernah bilang saat awal perkenalan, kalo dia suka melihat penampilan Nahda yang tertutup dan menurutnya indah untuk dipandang. Namun dia belum bisa seperti Nahda karena suatu alasan, diapun berharap supaya bisa menyusul seperti sahabatnya. Amiin.

Dengan segera Nahda langsung maju ke depan untuk menerima penghargaan tersebut. Hatinya rasanya campur aduk tak menentu.

Di atas panggung, sejurus tatapan Nahda tak sengaja berpandangan dengan sepasang mata yang menatapnya dengan jengah, cuek dan seperti illfeel dengan kebahagiaanya. Lantas dia pergi begitu saja, acuh dengan keramaian yang ada di aula.

"Apa yang salah denganku? Kenapa tatapannya begitu aneh?" gumamnya. Sejenak dia memikirkan tatapannya tadi. Namun langsung menepis prasangkanya dengan beristighfar berharap syetan tidak membisikkan hal-hal yang merusak pikiran.

Setelah menerima penghargaan itu, tak lama kemudian acara MOS ditutup dengan berdoa menandakan acara telah selesai. Kemudian anak-anak langsung masuk mengambil tasnya masing-masing dan pulang.

My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang