Kebetulan atau takdir memang terkadang sulit untuk membedakan. Namun, tidak ada yang namanya kebetulan, karena semuanya memang sudah direncanakan lewat skenario-Nya.
***
Di tempat yang berbeda, seseorang sedang bahagia. Mengingat kejadian pagi tadi yang nyaris membuat dia terus meimikirkannya. Baru kali ini ada gadis yang bisa membuat dia tersenyum. Senyum yang biasanya hanya untuk Bunda dan Ayah tercinta. Sifat datarnya, cuek dan acuhnya yang selalu dia perlihatkan tidak mengurangi kadar ketampanan dari wajahnya. Dia itu beku hatinya ketika berhadapan dengan makhluk yang bernama wanita. Namun di balik kebekuan hatinya, dia itu anak yang baik, penurut, dan pintar. Ya, dialah Gilang Alfarizqi, anak IPS 1 satu angkatan dengan Nahda Mikayla Putri gadis yang mampu mencairkan hatinya.
Sebenarnya, diam-diam dia selalu memperhatikan Nahda entah dari jauh atau dari dekat. Jauh sebelum pertemuan pagi tadi, dia sudah memperhatikan gadis tersebut mulai dari kejadian saat penerimaan penghargaan MOS dulu sampai menangis di taman karena sahabat kecilnya dan masih banyak lagi.
"Gadis itu," sambil menyunggingkan senyuman di bibirnya.
"Kamu itu beda, baru kali ini aku tersenyum karenamu," gumamnya.
"Apa aku sudah gila? ah entahlah." Dia menyudahi pikirannya untuk tidur. Namun bukan tertidur, bayangannya malah selalu muncul dalam pikirannya. Dia memejamkan matanya berusaha untuk tidur sambil berdoa, berharap rasa kantuk akan segera hadir.
###
Keesokan harinya Gilang mengawali aktifitasnya dengan senyuman, senyum yang masih sama dengan senyum semalam. Hingga aura bahagianya terlihat kentara bagi siapa saja yang berada di dekatnya. Sampai orang tuanya merasakan kejanggalan terhadap putra semata wayangnya.
"Pagi bun! " Gilang duduk sambil mengambil roti dan selai.
"Pagi sayang," Jeda sebentar. "Kelihatannya anak bunda hari ini beda, iya nggak yah?" celutak bunda.
"Beda bagaimana bun? orang anak kita cuma satu, ya setiap hari nggak ada bedanya bun," timpal ayah. Rupanya ayah Gilang tidak paham dengan arah pembicaraan bundanya.
"Isshh kamu nggak peka banget, tuh anakmu dari awal udah ramah seramah-ramahnya. Terus bunda perhatiin dia itu nggak berhenti tersenyum. Biasanya kalo sikapnya dia seperti itu pasti ada apa-apanya mas. Nggak mungkinkan anakku tersayang tiba-tiba tersenyum sendiri tanpa sebab?" ujar bunda sambil melirik putra semata wayangnya. Sedangkan Gilang hanya menahan tawa melihat percekcokan antara ayah dengan bundanya.
"Iya-iya, naluri seorang ibu nggak bakalan pernah salah meskipun ayah sendiri tadi merasakan keganjalan yang sama." Hening, "Paling anak kita sedang mikirin seorang gadis yang bikin dia terus tersenyum seperti itu," jelas ayah sambil mengisyaratkan arahnya kepada Gilang.
Gilang tiba-tiba tersedak mendengar perkataan terakhir ayahnya tadi. Terus bundanya menyodorkan minum untuk menghilangkan rasa perih di tenggorokannya
"Apaan sih Ayah. Gilang biasa aja. Nggak usah percaya omongannya Ayah Bun." Gilang berusaha untuk mengelak. Meskipun sebenarnya dalam hati, dia meng-iyakan perkataan ayahnya tadi.
"Tuh kan, baru aja Ayah bilang begitu langsung tersedak. Lagi kasmaran bun," celutak ayah sekenanya. Ayahnya berhasil membuat Gilang malu sekaligus kesal. Sedangkan Ayah hanya terkekeh melihat raut muka anaknya bak badut yang memang buat tontonan.
"Nggak usah cemberut. Ayah cuma becanda, suka itu wajar yang penting kamu tau batasannya. Dan ingat jangan mudah terjerumus oleh rayuan syetan, "jelas ayah pada Gilang.
Sedangkan bundanya hanya diam tidak mencampuri urusan anak dengan ayahnya, bundanya cukup memperhatikan.
"Iya ayah aku tahu. Ya udah aku berangkat dulu," Gilang sambil menandas habis segelas susu dengan satu nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Story
Подростковая литератураAku hanyalah gadis biasa, yang memiliki impian luar biasa. Semuanya bisa menjadi nyata, tat kala aku mau berusaha dan ber'doa. Tapi aku menemukan banyak rintangan dalam perjalanan hidupku. Inilah kisahku... Nahda Mikayla Putri