12. Flashback

42 7 7
                                    

Dua tahun yang lalu tepatnya saat duduk di bangku SMP kelas VIII, sekolah mengadakan seleksi perlombaan mengenai karya tulis yang di khususkan untuk seluruh siswa SMP. Ada teman satu kelasnya Lia dan Nahda yang sangat pendiam, menyendiri, dan tidak mempunyai teman sama sekali. Sesakali Nahda dan Lia bertegur sapa atau mengbrol saat bertemu dengannya, tapi dia selalu menghindar. Tak ada yang tahu bahwa gadis itu diam-diam mengagumi seorang Lia yang berparas rupawan. Bukan hanya karena parasnya tapi karena sifatnya yang keras kelapa dan selalu perhatian terhadap siapa saja termasuk temannya. Perhatiannya itu yang membuatnya muak seakan-akan dia menghina martabatnya. Okeh dia memang pendiem tidak punya teman, selalu dikucilkan, dan tidak terkenal se terkenal Lia.

Entah dapat dorongan dari mana rasa kagum itu berupa jadi rasa ambisi untuk mendapatkan kemauannya. Tak sengaja dia mendengar sebuah topik brilian yang akan diangkat oleh Lia dalam karya tulis yang akan dilombakan tersebut. Pasalnya hanya Nahda yang tahu tentang ide tersebut.

Hari dimana kejadian berlangsung, karya yang dikumpulkan oleh teman penganggumnya diserahkan terlebih dahulu sehingga guru tahu mana karya yang asli dan mana yang amatiran. Lia terkejut karena idenya telah terjiplak oleh orang lain. Hal tersebut membuatnya merasa sedih karena karyanya sendiri didiskualifikasi karena jiplakan teman sekelasnya. Yang membuatnya tercengang teman yang selama ini diam-diam penurut ternyata tidak sesuai prediksi, diam-diam menghanyutkan.

Saat Lia menanyakan perihal itu, dengan entengnya dia menjawab, "Tanyakan pada sahabat terbaikmu, tega-teganya menghianati sahabat kecilnya karena merasa tersaingi akan prestasi yang selalu diagung-agungkan gurumu. Dia tidak ingin mempunyai saingan. Dia ingin menjadi orang yang paling disegani di sekolah ini terutama di mata guru. Sahabat terbaikmu, Nahda."

Detik selanjutnya Lia meneteskan air mata. Tidak menyangka yang menghianati semuanya adalah sahabat kecil yang sudah dianggap saudara. Lia tidak habis pikir, selama ini dia bersahabat hanya alibi untuk menusuknya dari dalam, padahal prestasi kelasnya selalu di atasnya. Di mata gurupun Nahda selalu diutamakan. Dia tidak menyangka sahabatnya tega melalukan hal demikian untuk membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya. Memang dulu Lia pernah melampaui sesekali atau dua kali prestasi Nahda, tapi Nahda tetap tersenyum dia tidak membencinya. Dia hanya berkata, "Tidak apa-apa itu rezeqimu, hasil itu hanyalah bonus atas kerja kerasku, yang penting adalah prosenya. Dan kamu pantas mendapatkan bonus itu karena kamu sudah berusaha dan bekerja keras dengan hasil yang kamu harapkan."

Senyum sarkatis Lia menampakan kekecawaan, ternyata itu hanya alibinya. Dia tahu bahwa perlombaan tersebut yang dia tunggu, sudah dari dulu menantikan perlombaan yang tiap tahunnya diadakan untuk seleksi ke jalur berikutnya mewakili sekolah tingkat kabupaten, provinsi sampai nasional. Nahda mengalah tidak ikut perlombaan karena alasannya tidak ada niatan dan idepun belum ada, ternyata itu hanya omong kosong untuk merusak impian Lia dengan membocorkan ide pada temannya.

***

Lia melabrak Nahda untuk menjelaskan semua alasan yang sebenarnya. Berharap perkataan temannya tadi hanya kebohongan karena Lia ingin mendengar perkataan dari sahabat kecilnya secara langsung. Namun Nahda sulit untuk menjelaskan, dia membeku tidak tahu harus menjelaskan apa karena dia sudah berjanji untuk menutupinya dulu.

"Maafkan aku Lia. Aku tahu ini sangat berati untukmu, tapi di sisi lain dia sangat menderita tidak pernah dianggap oleh teman-teman sekelilingnya bahkan keluarganya. Keluarganya pun menganggapnya bodoh, dia dikucilkan padahal dia hanya tertekan sehingga dia takut untuk memulai suatu hubungan pertemanan. Dan cara ini adalah caranya untuk membuktikan pada keluarganya bahwa dia mampu menghasilkan sebuah prestasi meskipun dengan jalan yang sebenarnya tidak baik. Dia berpepesan untuk menutupi alasan aslinya, karena suatu saat nanti dia akan menjelaskan semuanya padamu Lia dan berterima kasih karena semuanya," dalam hatiya.

"Arrggg, kamu nggak bisa jelaskan apa-apakan, kamu hanya diam tanpa mengucap sekatapun, itu artinya perkataan dia benar. Aku nggak nyangka Nahda. Terima kasih atas persahabatan yang selama ini kita bangun, terima kasih pula telah melukiskan luka dihatiku, kenangan itu tidak akan pernah terlupakan." Setelah itu Lia pergi dengan emosi yang masih memuncak. Sementara Nahda hanya bisa memandang punggungnya Lia sampai menjauh, berharap semuanya bisa kembali seperti semula. Tidak ada sepatahpun kata yang terucap, hanya buliran air mata yang keluar, itu sudah cukup untuk mewakaili perasaannya.

***

Assalamualaikum Wr. Wb
Hay teman-teman...
Aku updet cerita nih,  semoga kalian sempatkan untuk membaca ceritaku yah.  Terima Kasih.
Kalau mau ngasih saran gpp,  in sya allah dg tangan terbuka Ku menerima.

Selamat membaca.  Jangan lupa vote dan comment yah.

Semoga kita selalu dalam Lindungan-Nya.  Amiiin

My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang