3. Tugas Sekolah

89 40 34
                                    

Kecerobohan memang sifat mutlak manusia yang pasti ada, jangan jadikan setitik duri sebuah alasan untuk sengaja melakukan kesalahan selanjutnya. Namun jadikanlah sifat kecerobohanmu itu untuk berhati-hati dan teliti, karena Allah suka hamba-Nya yang berhati-hati dalam memutuskan suatu perkara sebelum melangkah kembali.

***

Nahda Pov

Hari kian berjalan dari minggu ke bulan, tahun dan terus berputar ke depan. Hingga kini jiwaku sudah terpaut dengan rasa nyaman yang menyelimuti sekolah ini. Rasa yang hangat nan semangat, ketika mendengarkan penjelasan guru. Guruku yang beragam karakter, yang harus aku pahami satu-persatu. Namun, entah kenapa aku seakan selalu diingat oleh mereka. Bukan karena aku paling pintar, bukan paling bodoh juga, dan tentunya bukan siswa paling aktif juga dengan segudang kegiatan di sekolah. Tapi aku lebih menonjol karena keberanianku dan kecrewetanku, tanpa malu mengungkapkan pendapat yang aku mau selagi opiniku memang benar. Sebenarnya crewetku itu pada tempatnya, tidak setiap saat aku crewet.

Diriku yang tidak akan berhenti, untuk terus bertanya sebelum pertanyaanku terjawab semua. Bukan karena aku mempermainkan guruku, tapi di saat aku tidak paham dengan yang guru jelaskan, aku tidak akan malu untuk melontarkan pertanyaan saat itu juga. Walaupun sebenarnya aku pendengar yang baik, dengan mudahnya dapat menerima penjelasan dari semua guru.

Pernah suatu ketika pada saat mata pelajaran matematika, guruku memberikan tugas. Kemudian keesokan harinya siswa-siswi disuruh maju satu persatu untuk mengerjakan di white board. Dan akupun bergilir mendapatkan nomor untuk maju ke depan. Setelah semua maju, kini tinggal guruku yang mengoreksi satu persatu hasil kerja siswa-siswinya yang ada di white board. Semua jawaban teman-temanku benar, namun jawabanku ada sedikit mengganjal yang membuat pak guru mengernyitkan alisnya.

"Kamu dapat dari mana rumus itu Da?" tanya pak guru sambil mencoret bagian yang salah di white board.

Aku masih menjawab dengan santai, karena aku yakin dengan hasilku sendiri meskipun sedikit ragu dengan rumusnya. Ya seenggaknya sudah berusaha.

"Saya melihat catatan kemarin yang saya tulis ketika mendengarkan penjelasan dari bapak," dengan jawaban yang sedikit formal, supaya aku bisa sedikit sopanlah dengan guruku, walaupun keseharianku berbanding terbalik.wkwk

"Oh iya yah itu rumus yang kemarin saya jelaskan," jeda sebentar, "Tapi kelihatannya ada yang mengganjal, apa kamu kurang teliti Nahda saat menghitungnya?" Ujar pak guru, tanpa merasa bersalah.

"Dasar mentang-mentang udah tuaan jadi lupa, Astaghfirullohaladziim. Aku nggak boleh mengumpat guruku sendiri dia guru yang baik, Astaghfirullohaladziim," batinku.

"Saya sudah berulang kali mengerjakan soal tersebut, awalnya saya tidak menemukan jawaban sama sekali karena tidak ada kaitannya dengan rumus yang bapak berikan. Tapi saya tidak berhenti di situ saja, saya terus mencari cara supaya soal tersebut bisa dikerjakan dan menemukan jawaban. Akhirnya saya menemukan jawabannya seperti itu. Ya bagaimana lagi pak, saya mengerjakan semampu saya," Jelasku dengan nada pasrah.

"Ya sudahlah kita coba kerjakan bersama."

Kemudian, pak guru mengerjakan soalnya bersama-sama di depan kelas. Memberikan arahan kepada siswa-siswinya untuk menjawab operasi ataupun perhitungan yang sedang berlangsung. Setelah mengerjakan bersama-sama, pak guru menemukan dua jawaban yang menurutnya aneh.

"Ini kok bisa yah jawabannya seperti ini?" Pak guru mengkerutkan keningnya, heran sendiri.

Aku hanya mengembuskan nafas kasar. "Sudahku bilang pak dari tadi, bapak nggak percaya sih," batinku.

"Menurut kalian jawaban yang benar yang mana, atau kalian melihat ada kesalahan dalam tulisan bapak di papan tulis?" ucapnya.

Saat itu ada teman-teman juga mengajukan pendapat tentang jawaban yang baru, namun tak kunjung menemukan jawaban yang cocok. Kemudian pak guru kembali menghitung jawaban dari teman-teman yang mengajukan pedapat yang lain dari soal tersebut.

"Ini, salah ini. Ini benar." Kok pak guru jadi labil begitu sih. Aku jadi greget sendiri mendengar perkataan beliau.

Dari kesekian kalinya pak guru masih mengajukan pertanyaan, yang salah ini dan ini benar tapi belum juga menemukannya. Refleks, tidak tahu dapat dorongan darimana aku menjawab perkataan pak guru.

"Ya sudah begini saja pak, bapak maunya itu jawaban benar atau salah?" teman-teman di sekelilingku terbelalak kaget, menatap tajam kepadaku.

Ada yang mengatakan dengan nada pelan, "Kamu mengangkat bendera perang Da?" namun aku menghiraukannya. Aku terus melanjutkan perkataanku.

"Kalo misalkan bapak maunya itu jawaban benar, ya sudah benar, misalkan bapak mau itu jawaban salah ya sudah jawaban itu salah. Gampangkan pak, daripada harus bingung-bingung menemukan jawaban yang tak kunjung terselesaikan." Dengana Percaya diri, tanpa rasa ragu sedikitpun.

Seketika teman-teman menatapku tak percaya, dan suasana kelas agak gemuruh menahan tawa. Baru kali ini ada siswa yang berani bilang seperti itu pada guru, apalagi guru matematika. Ya, memang kata teman-teman, aku paling berani kalo soal tanya menanya atau protes. Menurutku selagi untuk kebaikan ya boleh-boleh sajakan? Di Indonesia bebas untuk berpendapat, karena kita mempunyai hak untuk mengutarakan pendapat kita. ya nggak? Hehe

Pak guru pun tak kalah kaget, namun dia tetap tenang.
"Nahda-Nahda, baru kali ini ada siswa yang berani melontarkan pertanyaan semacam itu." Dengan sabar tanpa ada rasa marah sedikitpun. Beliau menyikapi permasalahan dengan bijak.

Dan entah kenapa, aku pun belum merasa bersalah, masih menimpali pernyataan dari pak guru.

"Daripada saya pura-pura paham, padahal saya tidak tahu menahu tentang hal itu. Ya, lebih baik saya jujur pak. Kan ada nih pak pepatah mengatakan malu bertanya sesat di jalan. Dan saya tidak mau tersesat di jalan pak," benarkan yah.

Jawabanku langsung ditertawakan oleh semua teman sekelas. Aku hanya mengernyitkan alisku, "Apa yang lucu?"

Ternyata setelah di selidiki bukan aku ataupun teman-teman yang salah. Namun kesalahan terletak pada sang penulis soal, ada kesalahan angka yang menyebabkan semua jawaban tidak ada sangkut pautnya. Ya, itulah manusia. Melihat kesalahan orang lain tanpa mengoreksi diri sendiri dulu. Tapi namanya manusia pasti punya salah. Sebenarnya aku memaklumi hal tersebut. Karena guruku yang mengampu pelajaran matematika memang sudah sedikit tua jadi sedikit lupa, ya wajarlah. Akhirnya semua selesai. Hari itu di tutup dengan salam seperti biasanya.

***

Assalamualaikum.Wr.Wb.

Hari ini saya kembali lagi dengan part cerita selanjutnya. mohon maaf jika menemukan kesalahan dalam penulisan. In Sya Allah saya terbuka menerima saran dari kalian semua. yang belum sempat baca, mampir yah di ceritaku. Semoga suka. dan setelah membaca kalo bisa tinggalkan jejak dengan vote dan comment yah. Terima Kasih.

Selamat Membaca.

Semoga kita semua selalu dalam Lindungan-Nya. Amiin...

My StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang