Pertemuan pertama untuk pertemuan kedua, ketiga dan bisa jadi untuk seterusnya atau bahkan untuk sekedar singgah. Allahlah yang merencanakan semuanya dalam hidup kita. Kita bisa apa....
***
2 hari kemudian
Hari ini Nahda berniat mengembalikan sapu tangan anak laki-laki misterius itu. Berhubung kemarin baru dicuci dan belum kering. Ya, terpaksa Nahda baru mengembalikan sekarang.
Sampainya di parkiran sekolah. Sekilas Nahda menarik bibirnya ke atas membentuk lengkungan. "Aku harus semangat, aku yakin aku pasti bisa! Bismilallahirrohmaanirrohim," gumamnya.
Nahda berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Tak sengaja Nahda menatap seseorang yang tak asing di matanya. Nahda berusaha memperlebar penglihatannya, berharap seseorang yang dinantikan benar-benar dihadapannya. Bukan maksud Nahda sedang menunggu kedatangan anak laki-laki misterius itu. Namun, dengan kebetulan begini Nahda tak usah repot-repot mencari keberadaannya, untuk mengembalikan sapu tangan miliknya. Bukan begitu?
Nahda Pov
"Gimana cara manggilnya? Namanya saja aku belum tahu," pikirnya.
"Hey..." entah hanya panggilan itu yang berhasil terucap dari mulutku. Namun dia tak menyahutiku, justru dia terus berjalan dengan mempercepat langkahnya.
"Hey... tunggu!" aku berlari mengejar dia. Dengan sekuat tenaga aku terus berlari, tanpa memandang teman-teman sekitar yang menatapku.
"Tunggu!" tepat berhenti di hadapannya. Dengan nafas yang masih tidak beraturan, aku berusaha untuk mencegatnya.
"Kamu panggil aku?" tanya anak laki-laki itu sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya aku panggil kamu. Dari tadi dipanggil nggak nengok-nengok," ujarku dengan sedikit kesal.
"Ya, aku nggak tahu. Orang itu bukan namaku. Ya, wajar dong kalo aku nggak nengok," dengan nada datarnya.
"Isshh nyebelin banget. Pekaan dikit ngapa, mentang-mentang ga kenal, nggak peduli gitu? udah cape-cape lari, dijawabnya datar kaya gitu," ucapku dalam hati.
Dengan terpaksa, akulah yang minta maaf dulu.
"Iya maaf. Soalnya aku juga belum tahu nama kamu. Aku mau ngembaliin ini," aku menunduk sambil menyodorkan sapu tangannya.
"Terima kasih atas sapu tangannya," ucapku tulus.
"No problem," jawabnya dengan datar dan cuek, yang kesannya begitu angkuh.
"Kalo begitu aku pamit. Permisi!" dengan kepala masih tertunduk sambil berlalu meninggalkan anak laki-laki itu.
"Tunggu!" langkahku berhenti karena teriakannya. Kemudian dia sedikit berlari menghampiriku.
"Kenapa kamu nunduk terus saat bicara denganku?" ujarnya."Ng..gak, aku nggak papa, hanya jaga pandangan saja," nadaku sedikit gugup.
"Aku kira, kamu cari koin di bawah," ejeknya.
"Iya, aku cari mas koin di bawah, buat hiasan aquariumku di rumah," celutakku sekenanya.
"Itu mas koki, bukan mas koin. Beda jauh mas koin sama mas koki," detik selanjutnya. "Haha,,, ternyata kamu bisa nglawak juga yah, walaupun garing."
Aku tak mendengarkan apa kata dia, aku cuma merasa gugup berbicara dengannya yang tak mempunyai ikatan darah. Untuk itu aku cepat-cepat pergi darinya, sebelum lebih lama lagi aku terikat obrolan yang disukai syetan.
"Maaf, permisi," ujarku sambil pergi melewatinya.
***
"Nahda..." teriak aqila.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Story
Teen FictionAku hanyalah gadis biasa, yang memiliki impian luar biasa. Semuanya bisa menjadi nyata, tat kala aku mau berusaha dan ber'doa. Tapi aku menemukan banyak rintangan dalam perjalanan hidupku. Inilah kisahku... Nahda Mikayla Putri