BAB 13

6 3 0
                                    

"Athar mana?"

Saat bel pulang berbunyi, Tata langsung melangkahkan kakinya menuju kelas Athar. Menunggu selama beberapa menit, karena kelas Athar sedang ada ulangan harian.

Tian menjawab pertanyaan Tata. "Dia udah selesai duluan tadi. Sekarang lagi ke ruang guru sama Amel."

Oiya. Amel. Tata ingat dia. Gadis cantik teman sekelas Athar, dengan lesung pipit di kedua pipinya. Kalau Tata enggak salah, Amel juga ikut olimpiade bersama Athar beberapa hari yang lalu, kan.

"Mereka, tuh, cocok banget, kan, Ta? Sama-sama pinter, sama-sama berprestasi. Insial namanya juga sama. Jangan-jangan jodoh, lagi, kan?" seru Bayu menyerocos.

Tata mengerutkan kening bingung. "Masa, sih? Insial nama sama, kan, bukan berarti jodoh, tau."

Sontak perkataan Tata membuat ketiga teman akrab Athar itu, bersorak heboh menggodanya.

"Cie, Tata cemburu yaa?"

"Jangan-jangan Tata kejebak friendzone, nih, sama Athar."

Tata melotot. "Ish, aku, kan, cuma bilang 'inisial nama sama, kan, bukan berarti jodoh', emang artinya aku cemburu, gitu?"

Mereka terkekeh melihat kepolosan sahabat perempuan Athar satu-satunya itu.

Perbincangan mereka berhenti, saat sosok yang dibicarakan dan gadis cantik dengan rambut sepunggung--yang hari ini memilih menguncir kuda rambut indahnya itu--berjalan mendekati mereka ber-empat.

Tata tersenyum singkat pada Amel, lalu beralih kepada Athar. "Thar, hari ini aku gak pulang bareng kamu, ya."

Athar mengerutkan alis tebalnya. "Lho? Terus pulang sama siapa?"

Tata tersenyum. "Sama Fathur. Hari ini doang kok, besok aku bareng sama kamu lagi, yaaa."

Athar diam.

Tidak lama kemudian, Athar mengangguk kecil. Bibir tipisnya menjadi segaris, bahkan tanpa di sadari mereka semua. "Hati-hati."

"Iyalah, aku juga tau kalau itu. Kalau gitu aku duluan yaaa, semua. Dadaah." Tata berlari kecil meninggalkan mereka semua, menuju parkiran motor. Tempat Fathur bilang akan menunggunya.

Wendy yang sejak tadi sedikit terkejut, langsung geleng-geleng kepala. "Gila. Tata udah punya cowok, Thar?"

Pertanyaan Wendy hanya dijawab keheningan. Teman-temannya yang diam--karena sama terkejutnya--serta Amel yang enggak tau apa-apa.

Sedangkan Athar hanya memandang koridor tempat berlalunya Tata.

Hatinya memahami satu hal.

Ketakutannya menjadi kenyataan.

***

Seorang lelaki memberhentikan motor bebek kesayangannya di depan rumah bergaya minimalis dengan cat berwarna biru muda dihadapannya.

Tidak lama, sosok gadis cantik turun dari motornya. Membuka helm, merapihkan rambut indahnya yang sedikit berantakan, lalu tersenyum pada lelaki itu.

"Makasih, ya." ujarnya dengan senyum tulus.

Lelaki itu, Athar, mengangguk. "Iya sama-sama, Mel."

Tadi saat Athar akan segera pulang, bertepatan dengan itu orangtua Amel tidak bisa menjemput gadis itu. Membuat Athar yang hari itu memang tidak pulang bersama Tata, menawarkan untuk mengantarnya.

Padahal itu bukan Athar banget, deh. Sebelumnya mana mau, sih, Athar nganterin orang lain. Cewek pula. Yah, selain Tata, loh.

Amel lagi-lagi tersenyum. Senyumnya selalu merekah tiap kali melihat Athar. Apalagi karena saat ini Amel sedang senang, karena Athar mau mengantarnya pulang. Enggak sia-sia Ayah tidak bisa menjemputnya hari ini.

Amel memang menyukai Athar. Sangat suka. Sejak kelas sepuluh. Sejak Amel melihat Athar saat kelas sepuluh di ruang guru. Hari itu Amel juga dipanggil oleh guru matematikanya untuk mengikuti olimpiade. Bersama Athar. Dan itu adalah pengalaman pertama Amel mengikuti olimpiade bersama Athar, serta mengenal cowok itu.

Kepintaran lelaki itu yang membuat Amel makin kagum saja. Pintar tapi tidak sombong. Seringkali maju menjawab soal dipapan tulis, padahal saat itu materinya belum diterangkan oleh guru mereka. Athar tidak menunjukkan ke semua orang kalau dia bisa, membuat teman-teman tidak membencinya karena merasa dia sok pintar.

Amel menggeleng pelan. Mengusir penilaianya tentang Athar.

Athar mengenakan kembali helmnya, tersenyum singkat pada Amel--mungkin bermaksud pamitan--kemudian kembali melajukan motornya membelah jalanan sore hari.

Meninggalkan Amel yang menatap kepergiannya dengan senyum serta sorot mata kagum.

***

(A/n)

Rasanya pengin nulis yang panjang. Tapi enggak bisa:((

Tapi emang merasa lebih fokus sih, kalau tiap part itu pendek-pendek aja. Lebih enjoy.

Jadi, selamat membacaa!!! :))


FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang