BAB 8

7 3 0
                                    

Pernah merasa kesal karena apa yang di suka, ternyata di larang oleh orang-orang terdekatmu karena tidak baik bagi dirimu. Dan, rasanya sangat kesal, tapi enggak bisa ngelakuin apapun selain nurut saja.

Itu yang saat ini di rasakan Tata.

Saat dengan nikmatnya Tata memilih bakso untuk menu makan siangnya, dan baru saja membayangkan betapa enaknya bakso tersebut jika Tata menambahkan beberapa sendok sambal di dalamnya. Tapi ternyata, belum juga dua sendok Tata menuangkan sambal, tangannya sudah di cekal oleh Salsa yang ada di sampingnya.

"Ta, lo mau mati ya?" tanya Salsa dengan mata melotot saat melihat Tata yang akan menuangkan sambal lagi pada baksonya.

Tata memberengut. "Yaelah, Sa, sedikiiiit lagi ya." rengek Tata.

"Enggak. Gue gak mau repot kalau harus nemenin lo lagi ke UKS," ujar Salsa, "Udah, gue mau mesen dulu. Tapi inget, gue tetep ngawasin ya, Ta." ujar Salsa sambil mengarahkan jari telunjuk dan jari tengah ke arah matanya, lalu menunjuk mata Tata.

Tata cemberut.

Baik Tata ataupun Salsa tidak sadar kalau sedang menjadi bahan pembicaraan dari tiga orang cowok yang duduk di dua meja dari tempat mereka.

"Lo liat gak cewek itu?" salah satu dari mereka menunjuk Tata.

Yang lainnya langsung menampar tangan temannya yang teracung. "Jangan ditunjuk, bego. Entar sadar."

Yang menunjuk cuma cengengesan.

Salah satunya lagi yang berambut coklat gelap, mengangkat alis. "Kenapa pada ribut gini deh?"

"Lo tau gak, puisi yang senin kemarin di pajang di mading? Yang kata lo bagus itu?"

Yang di tanya mengangguk.

"Nah, itu puisi buatan dia. Regita Prismawati, kelas XI IPA 3." jelasnya, tanpa diminta.

"Iya, bener. Gimana, cantik kan? Samber lah, Thur."

Cowok berambut coklat gelap yang bernama Fathur itu menatap Tata. Memperhatikan Tata yang saat ini sedang mengunyah baksonya dengan lahap. Bahkan sampai kedua pipinya menggembung.

Cute, batin Fathur sambil tersenyum kecil.

Tapi sayangnya hal itu enggak luput dari perhatian kedua temannya.

Genta-cowok yang pertama menunjuk Tata-langsung nyerocos. "Udah, udah, gausah senyam-senyum gitu dong, Thur. Kalau suka mah, samperin aja."

Fathur diam. Memang, beberapa hari lalu Fathur sempat melihat puisi di mading sekolah, yang berjudul 'Angan'. Dan, Fathur menyukainya. Karena suka dengan puisinya, Fathur jadi pengin ketemu sama penulisnya, gitu. Fathur sama sekali enggak tau sih, kalau gadis di seberang sana yang membuat puisi itu.

Bobi menyeruput minuman milik Fathur, berdehem kecil. "Tapi lo juga harus tau, Thur, Tata itu deket sama Athar, anak kelas XI IPA 1. Sahabatan gitu, sih."

Fathur mengangkat alisnya. "Yang sering ikut olimpiade itu?"

Keduanya mengangguk.

Fathur menghembuskan napas. "Cuma sahabatan 'kan? Kalau gitu gue gak perlu takut, atau minta ijin dia kan kalau mau deketin Tata?" ujar Fathur sambil berdiri dari kursinya dan berjalan menghampiri meja di mana Tata yang masih asyik memakan baksonya.

Perbuatannya sontak membuat kedua temannya ricuh.

***

"Hai."

Tata yang sedang khusyuk dengan baksonya langsung mendongak saat di rasa ada seseorang yang menyapanya.

Dan memang ada.

Cowok berambut coklat gelap, dengan mata yang lumayan sipit. Matanya menjadi segaris, karena saat ini dia sedang tersenyum ke arah Tata.

Tata menaikkan alisnya. "Si...apa?"

Cowok itu terkekeh melihat Tata yang terkejut. Lalu menjulurkan tangannya. "Hai, gue Fathur. Lo Tata, 'kan?"

Tata melotot. "Lho, kamu kok tau namaku?"

Fathur tersedak ludahnya sendiri. "Kamu?"

Tata mengangguk. "Iya, kamu kok tau namaku?"

Ini beneran ngomongnya begini? Batin Fathur, heran.

Fathur berdeham. "Lo yang bikin puisi di mading kan? Gue tau lo, karena menurut gue, puisi lo bagus," ujar Fathur, lalu tersenyum canggung. "Ini, lo ngomongnya emang gini? Aku-kamu?"

Tata membentuk 'O' besar dengan mulutnya. "Oooh, gitu. Makasih, lho," ujar Tata, "Oh, iya, aku ngomongnya emang begini, sih."

"Kenapa?"

Tata terlihat berpikir, lalu tersenyum. "Gapapa, biar halus aja."

Fathur mengangguk. Lalu mereka mengobrol mengenai banyak hal. Seperti Fathur yang bertanya, sejak kapan Tata menyukai puisi, dan pertanyaan basa-basi lainnya.

Tidak sadar kalau dari kejauhan Athar memerhatikan keduanya sambil mengerutkan alisnya bingung. Dan Salsa yang mesem-mesem melihat sahabatnya yang polos sedang kena modus.

***



FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang