BAB 14

4 3 0
                                    

Ada yang berbeda dengan Athar beberapa hari ini.

Memang Athar masih seperti biasanya. Kaku, dingin--walau kadang--dan masih berprestasi. Tapi sekarang Athar selalu tepat waktu datang ke sekolah. Tidak seperti dulu yang lebih sering datang, saat Pak Kasim akan menutup gerbang.

Sebenarnya dari dulu Athar juga seharusnya tidak pernah telat. Athar selalu bangun jam lima pagi untuk sholat shubuh, dan enggak pernah tidur lagi, kok. Tapi karena Athar harus berangkat bersama Tata--yang selalu telat bangun, sampai kadang Tante Dewi marah, karena artinya Tata melewatkan sholat shubuh--jadilah Athar ikut-ikutan datang mepet.

Tapi itu dulu.

Karena sudah hampir satu minggu ini Athar-Tata tidak pernah terlihat berangkat atau pulang sekolah bersama lagi.

Bukan. Athar dan Tata enggak lagi musuhan, kok. Ini semua kemauan Tata. Tata yang lebih milih untuk menerima setiap ajakan berangkat-pulang bareng yang ditawarkan oleh Fathur.

Meninggalkan Athar. Lebih memilih bersama Fathur, cowok yang baru dikenalnya.

Athar juga tidak berhak melarang, kan? Athar tau batasannya sebagai sahabat. Athar cuma mengingatkan pada Tata untuk berhati-hati. Athar tidak melarang keinginan Tata yang ingin kenal Fathur lebih dekat. Tapi Athar hanya memberi nasihat pada Tata saat itu.

Kira-kira nasihatnya seperti ini ;

"Lo boleh deket dia, Ta. Boleh kenal lebih deket. Boleh. Tapi jaga diri lo, jangan mau diapa-apain. Apalagi di pegang-pegang. Walau cuman sekedar tangan pun, jangan. Karena baik lo atau wanita mana pun, enggak ada yang tau cara lelaki berpikir, kecuali sesama lelaki."

Anggap Athar kuno. Berpikiran sempit dan sebagainya. Tapi memang seperti itu cara Athar untuk menjaga Tata dan orang-orang terdekatnya.

Athar menghembuskan napas, lalu menyugar rambut hitamnya ke belakang.

Saat tiba di kelas, terlihat ketiga temannya yang sudah bergerombol. Melihat ke satu titik. Apalagi kalau bukan menonton Wendy yang enggak pernah melewatkan main game online. Saat melihat Athar datang, Bayu dan Tian langsung nyengir.

"Eh, Aa' Athar udah dateng?" sapa Bayu.

Athar duduk, lalu menoleh pada ketiga temannya itu. Hanya menoleh, tidak mengatakan apa pun.

"Semenjak Tata jadi deket sama cowok--ah, Fathur maksud gue, lo jadi lebih sering berangkat pagi ya, Thar." Tian menimpali.

Teman-temannya tau hal itu. Bukannya Athar memberi tahu, tapi mereka sendiri yang sadar kalau beberapa hari itu Tata enggak lagi pulang bersama Athar. Tapi mereka malah lebih sering liat Tata bareng sama cowok yang enggak mereka kenal. Dan akhirnya karena sudah sangat penasaran, mereka bertanya pada Athar, memaksanya untuk menjawab. Sama-sama terkejut saat Athar menjelaskan kalau Tata sedang fase pdkt dengan Fathur.

"Gila. Gue pikir Tata enggak akan pernah deket sama cowok ya, Thar. Maksud gue, ending-nya kalian berdua bakal jadian gitu, kayak di novel-novel." ucapan Bayu waktu itu, dihadiahi lemparan pulpen dari Athar.

Tata dan Athar? Itu enggak mungkin, kan?

Memilih tidak menjawab pertanyaan Tian, Athar mulai fokus pada ponsel.

"Pulang sekolah kumpul bisa, gak?" Wendy menengadah dari ponselnya.

"Ngapain? Penting?" tanya Athar.

"Kumpul aja, gitu. Udah lama, kan?"

Athar mendengus. Sejurus kemudian menggeleng, "Enggak bisa. Gue udah janji sama Amel mau nemenin dia nyari buku."

Teman-temannya mesem-mesem. Athar yang sadar hal itu, langsung menyalak galak.

"Apa?!"

"Sekarang kamu makin deket ya sama Amel, Thar?" goda Bayu.

Athar diam. Entahlah, Athar memang merasa kalau beberapa hari ini dia sering pergi bersama Amel. Tapi apa seperti itu artinya mereka jadi dekat, ya?

"Gue cuma nemenin Amel doang, emang artinya deket?"

Serempak ketiga temannya menepuk dahi sok dramatis.

"Gue like nih, yang kayak gini. Gobloknya alami." ucap Wendy sambil nyengir.

Athar menimpuknya pakai tas.

Tiba-tiba Tian berucap serius, membuat mereka semua serempak ikut mendengarkan.

"Kenapa gak nyoba deket sama Amel, Thar? Bukan apa-apa, karena gue yakin, lo sendiri udah sadar, kan, Amel punya rasa sama lo?" ujar Tian, "Tata aja bisa deket sama cowok, kenapa lo gak bisa deket sama cewek?"

Bayu mengangguk, menyetujui. "Iya, apalagi sekarang lo sering pergi sama Amel. Kalau lo enggak ada niat lebih, jangan kayak gitu. Kasian Amel-nya, kan, baper sendiri."

Lagi-lagi Athar hanya bisa diam.

Apa tidak apa-apa jika dirinya membuka hati untuk Amel? Lalu bagaimana dengan prinsipnya yang tidak ingin pacaran sebelum kerja itu?

***

(A/n)

Bener-bener udah niat bgt mau manjangin part-nya. Tp ujung2nya ttp aja dapetnya 600-700 words lagi. Emg gak bisa dipaksain:'))

FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang