BAB 15

5 2 0
                                    

"Iiihh, serius, Mel?"

Pekikan tidak percaya berasal dari bangku pojok kantin saat jam istirahat pertama sedang berlangsung. Diisi oleh tiga orang gadis yang bergerombol membicarakan sesuatu.

Gadis yang duduk dipinggir, mengangguk. "Iya, masa gak percaya sih?"

Yang lainnya, gadis dengan rambut pendek di bawah telinga, mengerutkan keningnya. "Terus? Pulang sekolah nanti, mau jalan?"

Amel, gadis dengan kuncir kuda, tersenyum kecil. "Gak tau yaaa, gue sih cuman minta temenin beli buku nanti. Itu namanya jalan, bukan?"

"Iyalah, 'kan, kalian nanti cuma pergi berdua."

Amel tertawa. Walau tak urung didalam hati sedang jumpalitan saking senangnya, karena pulang sekolah nanti akan pergi berdua bersama Athar.

Tiba-tiba salah satu temannya--Mita--yang paling kalem, kembali berkomentar. "Tapi, Mel, gue saranin jangan baper dulu ya." Mita melirik Amel, "Gue cuma takut lo di jadiin pelampiasan doang."

Amel mengerutkan keningnya tidak suka. "Maksud lo? Athar gak sejahat itu!" ucapnya tegas.

"Bukan apa-apa, tapi lo tau, kan, beberapa hari ini Athar gak pernah bareng-bareng lagi sama Tata? Denger-denger, Tata lagi deket sama cowok lain. Maksud gue--masa iya sih tiba-tiba kalian jadi deket."

Amel diam dengan alis tertaut. Amel tidak suka. Sangat tidak suka jika teman-temannya menilai seseorang tanpa bukti yang jelas. Apalagi jika mereka menilai Athar--cowok yang disukainya.

"Bukannya itu malah bagus? Terbukti dong, mereka berdua memang sebatas sahabat. Nggak lebih, seperti yang ada dipikiran orang-orang selama ini."

Amel tidak tuli. Amel juga sering mendengar orang-orang yang membicarakan Athar dan Tata. Menganggap mereka memiliki hubungan lebih dari seorang sahabat--dikarenakan selalu bersama. Amel sebenarnya juga tidak suka hal itu, tapi Amel hanya bisa diam. Meyakinkan diri, kalau itu tidak benar.

Dan hal itu terbukti, kan, saat Tata terlihat dekat dengan lelaki lain. Kebersamaan Athar dan Tata yang mulai berkurang, tentu saja menambah keyakinan pada diri Amel kalau mereka memang sebatas sahabat.

Amel itu gadis yang tenang. Bahkan dewasa menurut teman-temannya. Karena itu Amel tidak menyimpulkan sesuatu tanpa bukti yang jelas. Di hadapan Athar, Amel menjadi sosok yang pemalu dan kikuk--karena perasaannya pada lelaki tinggi itu. Tapi saat ada sesuatu yang tidak disukainya, Amel akan mengatakannya dengan jelas dan tegas.

Seperti sekarang.

"Kalian tau, kan, betapa gue gak suka kalau kalian kayak gini? Menilai seseorang tanpa bukti yang jelas?" teman-temannya diam. "jadi tolong, jangan gini lagi. Kalian juga harus tau, Athar nggak sejahat itu sama gue."

***

Istirahat pertama untuk para murid SMA Impian Indonesia ditemani dengan awan mendung yang menghiasi langit. Membuat beberapa murid jadi malas keluar, karena merasa lebih enak untuk tidur di kelas. Tapi tidak untuk tiga murid lelaki yang menghabiskan waktu istirahat dengan mengobrol ditaman belakang sekolah yang sepi. Lebih leluasa menurut mereka.

Seorang pemuda berambut cepak membuka suaranya. "Jadi, kapan mau nembak, nih?"

Lelaki bermata sipit yang merasa kalau pertanyaan tadi ditujukan untuknya langsung terbatuk. Membuat temannya menatap bingung dan heran.

"Baru juga jalan seminggu. Ngegas amat." ujarnya saat batuknya reda.

Bobi, temannya yang lain menimpali. "Lah, kalau udah suka mah, emang harus gercep dong. Daripada ketikung."

"Siapa yang mau nikung? Lo berdua?"

Mereka sontak menggeleng sambil nyengir.

Diam. Mereka menatap langit yang semakin gelap dan mendung. Entah kapan akan menjatuhkan airnya. Biasanya sih, kalau lagi mendung begini, Fathur malas untuk buka ponsel. Statusnya akan dipenuhi oleh teman-temannya yang kadang alay dan lebay. Membuat status dengan kata-kata yang sama. Kalau Fathur tidak salah kata-katanya begini ; 'Mendung belum tentu hujan. Deket juga belum tentu jadian.', lalu dihiasi dengan gambar awan mendung yang sengaja mereka foto.

Benar-benar kurang kerjaan banget, kan.

Walau kenyataannya saat ini Fathur lagi diposisi itu sih. Dia dan Tata memang akhir-akhir ini semakin dekat. Fathur juga sudah mentap ingin mengenal Tata lebih dekat. Tapi, kan, belum tentu juga mereka bakal jadian. Gimana kalau seandainya Tata menolak Fathur saat ia mengungkapkan.

Amit-amit, batin Fathur.

"Nanti kalau lo udah mau nembak, bilang kita ya, biar kita bantu." seru Genta sambil menaik-turunkan alisnya.

"Emang lo bisa bantu apa?"

"Doa."

Fathur mendengus.

Entahlah. Sampai saat ini Fathur belum kepikiran, sih, untuk 'menembak' Tata. Gadis itu terlalu polos. Membuat Fathur gemas. Atau jangan-jangan saat Fathur mengajaknya berpacaran nanti, Tata malah bertanya lagi, apa itu pacaran.

Fathur tertawa sendiri membayangkannya.

Melihat itu teman-temannya saling tatap, menatap sekeliling, lalu sama-sama bergidik.

"Thur, lo gak kesurupan, kan? Ketawa sendiri kayak gitu?"

***

FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang