BAB 16

3 1 0
                                    

Amel meneliti blurb yang ada di bagian belakang buku, mengerutkan kening, lalu kembali menaruhnya di rak. Terlalu mainstream, pikirnya saat membaca.

Menghembuskan napas--karena belum ada buku yang menarik minatnya--gadis itu berjalan menghampiri seorang lelaki tinggi--dengan jaket berwarna abu--yang sedang membaca sebuah buku di dekat rak pojok toko buku.

"Udah?" saat melihat Amel menghampirinya, Athar bertanya pada gadis itu sambil mengangkat salah satu alisnya.

Amel menggeleng. "Belum. Enggak tau, kenapa gue merasa bukunya membosankan semua ya?"

Athar tersenyum kecil mendengar perkataan Amel. "Mungkin, lo-nya yang lagi gak mood." ucap Athar sambil membenarkan letak kacamata bacanya--yang terlihat sangat keren di mata Amel.

"Iya kali ya."

Dentingan lembut keluar dari ponsel Amel. Pertanda adanya pesan masuk. Yang langsung Amel periksa.

"Lo," Athar kembali bicara, "Suka Harry potter?"

Amel langsung menghentikan ketikannya, mendongak menatap Athar. "Iya, kok tau?"

Athar mengedikkan dagunya. "Wallpaper hape lo."

"Oooh," Amel manggut-manggut. "iya, gue suka banget Harry potter. Lo juga suka?"

"Suka."

Mata gadis tinggi yang saat ini menggunakan sweater rajut berwarna krem itu berbinar senang. "Serius?"

Athar mengangguk.

"Karakter favorit lo siapa? Pasti Harry potter." ujar Amel sambil nyengir. Menampakkan gigi-nya yang putih dan rapih.

Yang pastinya nggak ada pagernya, dong.

Athar menggeleng. "Gue sih lebih suka Severus snape."

"Kenapa?"

"Unik sih. "

"Unik gimana?" tanya Amel dengan kening berkerut.

Athar mengedikkan bahunya, "Unik aja. Misterius. Nggak terduga." jawabnya, "Jujur deh, di awal-awal, lo pasti kesel banget sama karakter dia, kan?" Amel mengangguk.

"Gue juga. Tapi langsung berubah, pas gue baca di akhir cerita. Kalau ternyata Severus snape itu baik. Rela berkorban demi Harry potter--yang kita pikir di bencinya itu."

Amel langsung terlonjak kecil. "Ah, iya ya. Dia bahkan rela ngorbanin nyawa dia demi Harry potter."

Athar mengangguk.

Lalu mata gadis kurus yang berwarna coklat terang itu mengedip jail. "Ah, tapi gue, sih, tetap stay sama Daniel Radcliffe, yaaa." ucapnya sambil menyebutkan salah satu aktor kesukaannya--yang sebenarnya juga salah satu alasan kenapa Amel suka Harry potter.

Karena selain ganteng, Aktor kesayangannya itu juga sangat jago akting--maksudnya aktingnya sangat bagus. Terbukti juga dari beberapa film yang dibintangi olehnya--yang hampir semuanya sudah ditonton oleh Amel.

Melihat kelakuan Amel--yang nggak diduganya itu--membuat tawa Athar menguar. Walaupun bukan tawa yang keras dan terbahak-bahak, cukup membuat Amel terdiam. Tercengang.

Menahan keinginan untuk merekam tawa itu di otaknya. Serta kesenangan karena berhasil membuat tawa yang merdu itu--menurutnya--menguar. Untuk pertama kalinya.

Membuatnya semakin yakin bahwa sebenarnya Athar memang nggak jahat--menjadikannya bahan pelarian--seperti yang teman-temannya pikirkan.

***

Menunggu itu lelah, Tuan

Menunggu itu membuat bosan

Menunggu itu menyakitkan

Pulang, pulang, pulang

Kapan, Tuan, membawa gadis ini pulang?

Kapan penantian ini 'kan berakhir, Tuan?

Tenang, aku akan tetap menunggumu datang

Dan membawa diri ini pulang

--Gadis yang terus menunggu Tuan-nya datang

"Wow."

Ya. Wow. Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya saat membaca puisi yang dibuat oleh gadis berambut sebahu dengan senyum manis di hadapannya itu.

Tata-- gadis dengan sweater abu--semakin melebarkan senyumnya. "Gimana, Thur? Kamu suka?"

Fathur mengangguk semangat. "Suka, dong. Lebih suka ini dibandingkan puisi 'Angan' yang ditempel di mading."

"Kenapa?"

"Soalnya yang ini, kan, khusus buat gue, hehe." cengir Fathur.

Tata tertawa, lalu dengan senang hati menabok lengan Fathur--responnya saat sedang salah tingkah atau malu. "Bisa aja, kamu."

Fathur cuma cengengesan.

Saat ini mereka sedang ada di taman perumahan. Saat Fathur mengantar Tata pulang, Tata bilang kalau gadis itu membuat puisi untuknya. Mungkin karena tahu kalau Fathur menyukai puisi.

Ya, walau dengan penampilan seperti ini--sering berantakan--tentu saja nggak cocok sama sekali kalau Fathur suka puisi. Biasanya, kan, dibayangan orang-orang, cowok yang menyukai puisi itu selalu berpenampilan rapih, rambut klimis, atau wajah adem ayem. Dan romantis. Nah, kalau Fathur, sih, kebalikannya. Tapi tetap saja tidak ada larangan yang melarang dirinya menyukai salah satu sastra itu, kan?

Fathur menatap Tata. "Lo itu bahaya, Ta."

Senyum diwajah Tata surut. Digantikan dengan kerutan dikeningnya. "Hah?!"

Fathur tersenyum. "Iya bahaya. Udah cantik, manis, pintar bikin puisi pula. Bisa-bisa gue jatuh cinta." makin jatuh cinta lanjut Fathur di dalam hati.

Seharusnya Tata bisa bersikap biasa saja. Tapi perkataan Fathur serta pujian lelaki itu membuat Tata nggak mampu menahan pipinya untuk merona.

Fathur terkekeh melihat itu.

Dalam bayangannya, Fathur ingin seperti ini saja dengan Tata. Tanpa beban atau status yang memberatkan. Bukannya kata orang masa pdkt itu lebih indah dan manis, dibandingkan saat pacaran?

Tapi kata teman-temannya cewek butuh kepastian. Biar nggak kayak jemuran, gantung. Fathur jadi bertanya-tanya apa Tata juga berpikiran seperti itu, ya?

***

Kalian berdua bikin gemes:(( aku jd pengin nge-ship Tata dan Fathur aja, deh:'))


FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang