BAB 23

3 1 0
                                    

Tata menatap pantulan dirinya dicermin. Lalu kembali menghapus make up tipisnya. Padahal Tata cuma pakai bedak bayi, sedikit blush on dan sedikit liptint saja, tapi Tata merasa berlebihan dan nggak cocok diwajahnya. Ah, Tata emang nggak pandai merias diri.

Kemudian Tata melihat penampilannya. Gaun floral berwarna peach dan tas selempang berwarna putih. Tata juga menggerai rambut sebahunya. Se-simpel itu, karena Tata juga nggak terlalu suka berpenampilan berlebihan. Terlalu mencolok, menurutnya.

Beberapa detik kemudian Tata sudah melangkah menuruni tangga untuk meminta ijin pada Ayah. Tentu saja setelah mengoles lagi wajahnya dengan bedak bayi, dan liptint berwarna senada dengan bibirnya.

Saat sampai diujung tangga, Tata melihat Ayah dan Bunda yang sedang mengobrol sambil melihat Televisi. Tata tersenyum kecil. Ayah dan Bunda masih kayak anak muda, padahal mereka cuma saling tatap saja.

Tata mendekati mereka, membuat Bunda yang pertama kali menyadari kehadirannya, menoleh. Bunda melihat Tata dari atas kepala sampai keujung kaki.

"Kamu mau kemana? Rapih banget." Bunda mengerutkan keningnya.

Tata gugup seketika, "Emm..., itu, Bun," Tata menelan ludahnya saat Ayah sudah mengalihkan pandangan kearahnya, "Emm.., Tata mau--"

"Pergi?" Ayah memotong ucapan gagap putrinya.

Tata memejamkan matanya sekilas, lalu mengangguk kecil.

"Sama siapa?" Ayah kembali bertanya.

Tiba-tiba Bunda nyerocos, "Ah, sama cowok ya? Kamu mau malmingan, Ta? Sama Athar ya?"

Tata menggeleng lagi. "Sama temen, Bun."

"Ayah kenal temen kamu itu?" nada Ayah saat bertanya sebenarnya, sih, biasa saja. Nggak ada pandangan tajam, suara datar, apalagi bentakan marah. Tapi tetap saja Tata jadi gugup seketika.

"Nggak, Yah. Dia belum pernah kesini." cicit Tata

"Terus kenapa bukan dia aja yang minta ijin kesini?"

Tata meringis, "Tata yang nggak nge-bolehin, Yah, soalnya Tata pikir biar Tata aja yang minta ijin."

Terlihat ditempatnya Ayah menghela napasnya, "Kalau gitu Ayah nggak ijinin."

Tata mengangkat kepalanya, yang sejak tadi menunduk. "Tapi, Yah,"

Bunda menatap putrinya, lalu kemudian mengusap lengan Ayah, "Udah, Mas, nggak papa, sekali ini aja," Ayah menatap Bunda hendak protes, "Selama ini, kan, setiap malem Tata nggak pernah pergi keluar, sekali-kali gapapa, kan?"

Iya selama ini Tata emang nggak pernah pergi keluar kalau malam. Paling juga biasanya menemani Athar cari makan. Makanya Tata sudah menduga, sih, kalau Ayah pasti nggak akan mudah mengijinkannya. Apalagi perginya sama cowok yang nggak Ayah kenal.

Ayah terdiam sebentar, terlihat berpikir. Kemudian menghela napas, "Yaudah, tapi janji pulang sebelum jam 9 malam."

Diam-diam Tata melirik jam dinding diruang tamu. Sudah jam tujuh, itu berarti Tata cuma punya waktu dua jam. Tapi nggak papa, deh, daripada nggak sama sekali.

"Iya, janji. Kalau gitu, Tata pamit yaaa." Tata mencium tangan kedua orangtuanya, lalu melangkah keluar rumah.

Ayah memandang punggung putrinya yang menjauh, Putrinya sudah mulai dewasa

***

Fathur melirik Tata yang sedang berjalan menuju parkiran ke dalam kefe disampingnya. Tata begitu cantik, Fathur bahkan nggak bisa mengalihkan tatapannya sejak mereka berangkat menuju kafe ini.

Mereka duduk dimeja yang sudah dipesan oleh Fathur, kemudian memesan makanan. Fathur jadi grogi seketika. Ingatannya melayang pada perkataan teman-temannya--yang membuat Fathur akhirnya memberanikan dirinya mengajak Tata keluar.

Fathur ingat waktu itu teman-temannya mendorong Fathur agar segera menyatakan perasaannya pada Tata. Mereka bilang sudah terlalu lama Fathur menggantungkan hubungannya.

Waktu itu, Fathur cuma menganggapnya angin lewat. Sebelum Genta menjitak kepalanya.

"Lo tuh nggak mikir apa, gimana kalau Tata malah kecantol cowok lain?"

Fathur melotot, "Enak aja. Sembarangan kalau ngomong,"

"Yee, lo-nya aja yang cemen. Udah sekarang lo chat Tata, ajakin pergi nanti malam. Terus lo 'tembak' dia."

Dan disinilah Fathur berada. Sedang memberanikan diri dan merangkai kata. Bagaimana Fathur harus mengungkapkan perasaannya?

Ditengah-tengah kesibukannya mengunyah, Fathur membuka suaranya. "Ta," Tata menatap Fathur dengan matanya yang bening, membuat Fathur jadi salah fokus beberapa detik, "Gue mau ngomong sesuatu, boleh?"

Tata terkekeh, "Itu udah ngomong."

Fathur ikut tertawa kaku. Kemudian bedeham, "Lo tau, kan, Ta, sejak awal gue ngajak lo kenalan, karena gua tertarik sama lo, dan mau ngedeketin lo?"

Tata terdiam. Beberapa detik kemudian Tata mengangguk.

"Kayaknya pendekatannya terlalu lama, ya," Fathur menggaruk rambutnya tidak gatal, "Jadi, sekarang gue mau nyudahin pdkt-nya, Ta."

Menyudahi? Maksudnya, gimana? Tata bertanya dalam hati. Seakan-akan Fathur bisa mendengarnya.

Fathur menarik napasnya sesaat, "Jadi pacar gue ya, Ta?"

Tata terbelalak. Pipinya bersemu merah. Bahkan Tata bisa merasakan telinganya ikut memanas. Astaga, ini pertama kalinya ada seorang cowok yang menyatakan perasaannya pada Tata. Membuatnya jadi salah tingkah, kan.

Fathur menunggu jawaban Tata dengan jantung berdegup kencang. Sedangkan ditempatnya Tata malah melamun.

Seharusnya, kan, Tata bisa dengan mudah bilang 'mau'. Tapi kenapa rasanya jadi sulit, sih? Dalam keadaan seperti ini, kenapa Tata malah kepikiran Athar? Dan... Kenapa harus Athar?

"Ta,"

Tata mengerjap. Tata menoleh pada Fathur, lalu tersenyum kecil. Baru saja Tata ingin menjawab, ponselnya berdering. Nama 'Bunda' menari-nari dilayar ponselnya.

Tata mengangkatnya, "Halo?"

Terdengar isak tangis Bundanya diujung telepon. Membuat jantung Tata tiba-tiba berdegup sangat kencang, bahkan kakinya yang ada dibawah meja menjadi gemetar. Perasaan Tata berubah nggak enak.

"Bun?"

"Ta," Bunda semakin terisak diujung sana. Seakan-akan kalimat yang ingin ia katakan, membuat Bunda semakin sakit. Setelah hening beberapa saat, Bunda kembali membuka suaranya. "Ayah meninggal, sayang."

Malam itu, Tata merasa langit runtuh menimpa kepalanya.

Dan malam itu, Tata sadar.

Dunianya telah hancur.

***

Ya allah sedih banget kan:((

Jadi nggak tega sama Tata:(( sedih aku tuh nulisnya juga.

Tapi gapapa, Tata pasti bisa kok ngelewatinnya hehe

Salam hangat,

pir💓

FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang