Tetesan air itu masih membanjiri pipiku, menetes sampai pandanganku sedikit buram. Entah sudah berapa kali aku mengusapnya dengan handuk kecil yang masih kulilitkan di sekitar leher. Ternyata, keramas di pagi hari bukanlah pilihan yang bagus.
Aku mengambil seragam SMA-ku yang masih terbungkus rapi di dalam plastik, Setelah 1 minggu yang lalu sekolahku dilahap habis oleh api yang membakar sebagian besar gedung SMA. Para guru memutuskan memindahkan murid kelas 11 dan kelas 12 ke sekolah baru, sedangkan untuk kelas 10 tetaplah belajar di tempat yang tak tersentuh oleh api.
Jadi, hari ini aku harus mengulangnya lagi dari awal. Berkenalan dengan orang baru, beradaptasi dengan lingkungan baru.
Ah sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, aku kan sudah besar!
Aku memakai seragam dengan gerakan cepat. Namun, saat pakaian itu telah melekat dengan sempurna di tubuhku, aku melihat pantulan diriku dari atas sampai bawah, rasanya agak aneh.
Aku langsung mengambil ransel yang tergeletak di dekat kakiku, bergegas turun ke bawah untuk sarapan.
"Ma, kayaknya Chan harus beli seragam baru lagi deh!" di sela-sela sarapan aku memulai percakapan dengan ibuku.
"Lho, bukannya ini masih pertama kali dipakai, kenapa harus beli baru?"
"Baju yang Chan pakai kayaknya terlalu sempit, masih aman sih, tapi rasanya Chan akan lebih nyaman kalau pakai yang sedikit lebih besar!"
"Kalau gitu Chan beli sendiri ya di koperasi sekolah, nanti uangnya mama kasih"
"Emangnya Chan kelihatan banget yah gendutnya?" tanyaku agak khawatir.
"Take it easy aja Chan! Lagian kalau kata mama, kamu gendut artinya kamu bahagia!"
Mendengarnya, aku hanya tertawa kecil, toh dari dulu aku tak pernah terlalu memusingkan bentuk tubuhku.
"Mama dengar, Mika juga satu sekolah dengan kamu ya, nak?" mama kembali angkat suara, membahas topik yang lebih ringan.
"Iya, ma! Chan dengar-dengar juga begitu. Tapi, gak tau juga sih."
Mama hanya mengangguk saat mendengar jawaban buntu dariku. Rumah kembali hening, tak ada lagi topik yang kami berdua bahas.
...
Di depan gerbang sekolah, aku turun dari motor, mencium punggung tangan mamaku. Bersiap memasuki dunia baru.
"Hari ini mama kayaknya pulang agak telat, lagi ada urusan di butik. Tapi akan mama usahain untuk jemput kamu!" ujar mama sambil mengelus pelan rambutku.
"Gak apa-apa, Ma, jangan terlalu maksain, nanti Chantika bisa pulang naik angkot, ojek online, atau taksi, masih banyak kok alternatif lainnya!" Mama hanya tersenyum mendengar jawabanku. Aku juga tak terlalu memusingkan perihal pulang nanti. Kalaupun harus jalan kaki, aku tak keberatan. Jarak antara rumah ke sekolah hanyalah 2 kilometer. Selagi itu tak merepotkan mama, aku akan dengan senang hati melakukannya.
Beruntungnya aku ternyata satu kelas dengan Mika. Mama benar soal Mika yang satu sekolah denganku.
Karena sejak kemarin sudah masuk, Mika sudah memiliki teman baru, apalagi dengan sikapnya yang terbuka dan baik, pasti banyak yang sudah dijadikan teman olehnya.
Ah, tak apalah. Lama-kelamaan juga mereka pasti mau berteman denganku.
"Hai! Nama gue Chantika. Gue harap kita bisa saling kerja sama sebagai teman sekelas!" Perkenalan di hari pertama tak seburuk yang aku pikirkan sebelumnya. Semuanya berjalan lancar.
Aku berjalan pelan menyusuri meja demi meja, mencari tempat kosong untuk ditempati, sampai akhirnya aku menemukan bangku kosong di sebelah ..., Mika!
KAMU SEDANG MEMBACA
Chantika
Teen Fiction[Completed] Menurutmu, definisi cantik itu seperti apa? Putih? Tinggi? Langsing? Jika memang begitu menurut kalian, tendang jauh-jauh namaku dari pikiran kalian. Namaku memang Cantik, tapi bukan berarti aku memenuhi semua kriteria kecantikan yang ka...