👉Si "Pejuang Kurus"

173 19 0
                                    

Tak perlu menyukaiku, cukup jangan menyakitiku.
-Chantika

***

Entah apa yang membuat kelas begitu ramai hari ini. Mungkin mereka sedang bersama-sama menyontek tugas yang belum tuntas.

Entahlah. Toh, akupun tak peduli.

Hari ini aku datang agak telat setelah tadi pagi menemani mama dulu yang dirawat di rumah sakit.

Karena kelas yang ramai, orang-orang tak terlalu memperhatikan kedatanganku.

Aku langsung menuju mejaku. Terdiam. Memutar ulang kejadian kemarin sore.

***

Rasanya semua tulangku remuk setelah tadi siang dipaksa berlari lima keliling. Apalagi lapangan sekolahku terkenal sangat luas.

Aku mempercepat langkahku, ingin segera sampai ke dalam rumah. Menikmati semilir angin dari kipas kamarku.

"Assalaamualaikum! Mama, Chan pulang." Namun, tak ada suara yang membalas teriakanku.

Ah, mungkin mama belum pulang. Dia kan wanita karir yang cukup sibuk.

Badanku terasa lengket, Ingin rasanya aku cepat-cepat membersihkan badanku.

Tapi, mengingat kamar mandi di lantai dua sedang rusak, tak bisa digunakan. Terpaksa aku harus menuruni tangga, menuju kamar mandi di dekat dapur. Dengan malas aku kembali menuruni tangga.

Sebelumnya aku sempat mengambil air dingin di dapur, dan memakan beberapa camilan, sehabis itu baru aku kembali ke tujuan awalku, kamar mandi.

Aku membuka pintu kamar mandi dengan riang, tanpa tahu kejutan yang sedang menungguku.

Pintu kamar mandi tiba-tiba macet, sulit untuk dibuka. seakan-akan ada orang di dalam yang sedang menahan pintu tersebut.

Aku sempat bergidik ngeri. membayangkan hal-hal tak masuk akal yang selalu ada dalam kebanyakan film horror yang pernah ku tonton.

Tapi aku memberanikan diri melihat keadaan didalam, mencari tahu apa yang membuat pintu ini menjadi macet. Mengingat badanku yang semakin lengket, aku buru-buru menyembulkan kepala ke celah pintu.

Satu detik ....

Aku masih mencerna penglihatanku.

Tiga detik ....

Aku mulai Syok, tapi berusaha tetap tenang.

Lima detik ....

Aku berteriak histeris. Buru-buru berbalik, mengambil handphone. menelpon Ambulans dan ... Papa.

Mama pingsan.

***

"Guys, Mama nya Kak Putra lagi sakit. Kabarnya sih udah dibawa ke rumah sakit kemarin sore!" Pandangan semua anak langsung teralihkan kepada Anin yang berdiri di depan kelas, bersama Dara dan Leta."

"Iya, hari ini kita bertiga mau nengokin. Ada yang mau ikut lagi?" Semua, orang langsung berseru-seru heboh.

Mendengar kabar yang disampaikan Anin, Mika menatapku dengan tatapan yang sangat aku pahami maksudnya. Namun, aku meletakan jari telunjukku di bibir, memberinya kode untuk diam.

"Kenapa bengong, lo tertarik ikut nengok mamanya Kak Putra juga? Gue saranin sih jangan, nanti rumah sakitnya ga akan mampu nampung orang gendut kayak lo!" Tiba-tiba saja Sari yang duduk di depanku menolehkan wajahnya ke belakang. Menatapku dengan smirk yang terhias di wajahnya.

Tanpa kusadari, semua pasang mata telah menatapku dengan sengit."

"Heh, gendut! Jangan harap lo bisa ikut ke rumah sakit!"

"Udah deh lo ga usah ikut, daripada nanti lo malu-maluin sekolah kita!"

"Lagian mana ada gajah pergi ke rumah sakit?!"

Buru-buru aku menyumpal telingaku dengan headset tanpa kabel. Mencegah agar air mataku tidak tumpah. Tanpa mereka sadari, ocehan mereka tak berguna lagi setelah aku benar-benar telah menutup telingaku.

***

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak tadi. Keadaan kelas masih ramai, tak seperi biasanya. Mereka masih sibuk membicarakan acara menengok ibunya Kak Putra.

Tiba-tiba saja suara dari luar jendela mengejutkanku. Aku masih merapikan buku-bukuku.

"Cantik! Lo mau ke rumah sakit? Bareng gue aja!" Kak Putra menyembulkan kepalanya ke dalam jendela, berhadapan langsung dengan mukaku.

Kulihat Kak Arvin juga sedang berdiri di belakang Kak Putra. "Nanti aja bang! Chan bisa sendiri!"

Aku langsung pergi meninggalkan Kak Putra dengan tatapan herannya.

Aku memutuskan berjalan ke rumah sakit, Sedikit berlari agar sempat sampai di tempat tujuanku.

Langkahku sempat terhenti, terhadang oleh mobil Anin.

"Lo perjuangan banget ya! Percuma lo lari-lari sore gini. Badan lo tetep nggak bakalan kempes kali. Karena sejauh apapun lo berlari, Gajah gak mungkin jadi kurus. Udah hukum alam gajah itu besar dan lo adalah salah satu gajah yang gagal saat tuhan nyiptain lo!"

Sontak tawa mereka pecah, mengalahkan lagu yang di putar di dalam mobil.

Saat mereka kembali menjalankan mobilnya, akupun kembali melanjutkan jalanku. Bergegas menuju rumah sakit.

Sampai di sana, aku melihat Anin dan teman-temannya sedang berdiri di samping Kak Putra membawa sekeranjang buah di tangan.

Aku tak peduli akan kehadiran mereka. Aku tetap melanjutkan langkahku dengan tergesa-gesa.

Tapi sebuah tangan menahan langkahku. Menarikku ke sisi lain rumah sakit.

"Lo ngapain ke sini hah? udah gua bilang kan nggak usah ikut!"

"Gue mau nengok juga lah!" jawabku takut-takut sambil menatap wajah murka Dara.

"Tapi mamanya Kak Putra nggak akan mau ditengokin sama beruang kaya lo! Pulang lo! Jangan malu-maluin sekolah kita di depan keluarga Kak Putra?" bentak Dara sekali lagi sebelum ia mengambil langkah besar untuk kembali.

Entah apa yang membuat Dara semarah ini padaku. Aku kan hanya ingin menengok.

Apa aku ini sudah menjadi aib bagi sekolah. Tapi mengapa?

Dia juga kan mamaku. Orang yang melahirkan ku.

ChantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang