👉Si "Ban Bocor"

151 18 0
                                    

Kau hanya harus bahagia, tanpa khawatirkan apapun. Jangan mencari kekuranganmu. Dari pada bercermin, lihatlah kedalam mataku. Dari pada timbangan, naiklah ke punggungku.
-Got7(Just Right)

***

"Chan?"

Aku sedang membuka sepatuku dihalaman rumah, terkejut dengan suara seseorang dari arah belakang.

"Eh, Papa?" tanyaku yang masih terkejut akan kedatangan papa yang terkesan tiba-tiba.

"Papa dari kapan sampai?" aku mengikuti langkah Papa yang menggiringku ke arah ruang tamu. "Eh, ada abang juga ternyata! Pantesan tadi Chan nggak lihat abang di sekolah."

"Haha ... gantian dong bolosnya!" aku memajukan bibirku beberapa senti, tak senang saat Ka Putra kembali membahas kejadian kemarin.

"Mama udah ke rumah sakit lagi bang?"

"Udah! Baru aja tadi pagi gue anterin!" jawab Putra.

"Oh ya pa, mau Chan buatkan minum?"

"Boleh"

"Gue juga dong, sekalian!"

"Enak aja lo, bang! Bikin sendiri sana!" aku buru-buru bangkit, menghindari jitakan maut dari tangan Ka Putra.

"Papa mau ngomong" setelah sekian lama terdiam, akhirnya papa angkat bicara saat gelasnya telah kosong.

"Tuh, Chan. Dengerin! Papa mau ngomong!"

"Bukan hanya pada Chantika, tapi dengan kamu juga Putra!" ucap papa tegas.

Aku berusaha sekuat mungkin menahan tawaku agar tidak pecah.

"Chan! Chan mau tinggal sama papa?" tanya papa dengan suara yang lebih kecil dari sebelumnya. Terdengar sedikit ragu.

"Eh? Kenapa?" tanyaku hati-hati.

"Chan nggak mau, tinggal sama papa?" raut muka papa berubah menjadi kusut.

"Eh, maksud Chan. Setelah lima tahun pergi dari kehidupan kami, kenapa papa tiba-tiba datang, lalu meminta Chan untuk tinggal bersama lagi?"

Papa diam.

"Apa papa bosan dengan suasana rumah papa?" tanyaku lagi.

Papa tetap diam.

"Memangnya, rumah ini sudah tak layak dihuni?"

"Papa berniat menjual rumah ini, Chan!" ujar papa lemah.

Kalimat barusan mampu membuatku dan Ka Putra mendongakan kepala, tak percaya akan keputusan papa.

"Setelah papa memutuskan bercerai dengan mama, apa papa punya hak untuk menjual rumah ini?" tanyaku dingin.

Sebulir air mata telah lolos dari kedua bola mataku. Tak lagi mampu ku bendung.

"Kalau rumah ini di jual, mama juga akan tinggal dirumah papa?"

Sebagai jawabannya, papa hanya menggeleng lemah.

"Terus mama tinggal di mana?" tanyaku yang mulai terbawa emosi.

"Mama punya rumah baru, Chan" jawab papa.

"Dimana?" tanyaku heran.

"Di surga!"

***

Hujan sore hari ini membuat acara pemakaman berjalan lebih lama dari biasanya.

Tak begitu banyak yang datang ke pemakaman mama, hanya beberapa teman butiknya, dan beberapa anak dari sekolahanku. Mereka hadir dengan pakaian cukup mencolok, masih menggunakan seragam sekolah.

Keluarga mama tidak datang, mereka tinggal terlalu jauh.

Dekapan hangat dari Ka Putra tak mampu membuat air mataku berhenti mengalir.

"Mulai hari ini, gue akan selalu siap jadi senderan lo, Chan!"

"Ka Putra yang sabar ya!" Tiba-tiba, perempuan bersuara lembut datang, berdiri tepat dihadapan kami.

"Hai Anin! Makasih ya udah datang." Ka Putra menyapanya dengan sopan.

"Mendingan lo minggir! Kasian Ka Putra kalau harus deket-deket cewek kayak lo!" Dara berbisik tepat ditelingaku.

Tak ingin terjadi keributan, aku memutuskan menyingkir.

"Are you ok?" Aku hanya tersenyum sebagai jawabannya.

"Mereka nggak tau, kalau dia juga mama lo, kan?" tanyanya yakin.

"And, they will never know!" balasku yakin.

Aku bisa mendengar saat ia membuang napasnya kasar.

"Gue tahu lo sedang menyimpan suatu rahasia dari semua orang, bahkan dari mama lo sendiri. Ya kan?"

"Sok tahu banget lo Ka!" Aku tertawa kecil.

Aku dan Ka Arvin masih terdiam, menatap orang yang berlalu lalang didepan kami.

"Gue pulang dulu! Tetep semangat, Chan!"

Pulang? Satu kata itu membuatku terdiam lebih lama di tempat ini. Kemana aku harus pulang? Jika alasanku untuk tetap bertahan sudah pergi.

"Heh gembrot, Kita mau pulang niih! Jangan caper sama Ka Putra! Awas lo!"

"Inget! Yang meninggal itu bukan mama lo, gak usah caper sama Ka Putra pakai air mata lo itu!"

"Btw! Kalo nangis lo mirip sama ban yang lagi bocor!"

***

Pukul tiga dini hari, aku tak kunjung bisa memejamkan mata. Pikiranku kosong. Biasanya mama akan memarahiku. Tapi, sekarang mama sudah tidak ada, bukan?

Unknown
Lo harus datang cepet hari ini! Gue mau nyontek tugas matematika!

Masa Bodoh! Hari ini Chantika tidak akan pergi sekolah, ia akan membolos untuk kedua kalinya.

ChantikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang