Bel pulang telah berbunyi sejak 20 menit yang lalu. Namun, Chantika belum menemukan mamanya. Padahal sudah 15 menit ia menunggu di halte dekat sekolah.
Tiba-tiba handphone nya bergetar, menampilkan nama si penelpon.
Mama.
"Halo ma?" sapa Chantika memulai percakapan.
"Chan maaf, mama gak bisa jemput!" ujar mama terburu-buru, "lagi ada masalah di butik!"
"Oh iya ma gapapa, Chan bisa pulang sendiri!" Setelah itu, tak ada lagi percakapan yang terjadi di antara mereka. Chantika hanya bisa mendengar bunyi tanda panggilan telah selesai.
Chantika menghela napas. Berat.
Tidak, aku tidak boleh mengeluh. Ingat Chan! Menjadi single parent bukanlah hal yang mudah.
Akhirnya, Chantika berjalan sendirian di tengah keramaian kota.
Baru 700 meter Chantika berjalan, napas nya sudah tersenggal-senggal. Lelah.
Chantika memutuskan mampir kesebuah mini market, membeli minuman dingin.
Saat hendak membayar minuman dingin yang sudah dipilih, seperti ada sesuatu yang mengganjal hati Chantika.
Apa aku melupakan sesuatu?
Bentakan dari seorang pengunjung membuyarkan lamunannya.
"Dek, mau bayar, gak?! Cepat dong!" ujar ibu tersebut tak sabaran.
"Eh, iya, Bu maaf," ujar Chantika sedikit malu karena banyak tatapan penasaran datang ke arahnya. Suara ibu tadi cukup keras memang.
Chantika melanjutkan jalan. Sesekali meneguk minuman dingin yang dipegang dengan erat. Setelah 1 kilometer berjalan, Chantika berhenti, menepuk kening keras-keras.
Seragam.
Chantika buru-buru berbalik, berlari dengan sisa tenaga yang ada. Tak peduli dengan tatapan heran orang-orang.
Rasanya hampir mati. Tenaga hampir terkuras habis, tapi Chantika tetap memaksakan diri berlari, sebelum gerbang sekolah benar-benar ditutup.
200 meter lagi. Gedung sekolah yang cukup tinggi sudah terlihat dari kejauhan.
Gerbang sekolah masih terbuka. Chantika mempercepat langkah yang mulai melambat.
Untung, koperasi sekolah masih buka.
"Bu, saya mau beli seragam," ujar Chantika yang masih terengah-engah.
"O, boleh, mau yang ukuran berapa?" tanya ibu koperasi ramah, meskipun ia agak heran dengan wajah Chantika yang semerah tomat.
"Yang lebih besar dari XL ada bu?" tanya Chantika sedikit khawatir. Pasalnya, di sekolah lama tak ada seragam yang seukuran dengan tubuh Chantika. Alhasil Chantika hanya diberi bahan mentahnya dan harus cari penjahit sendiri.
"Yang XXL? Coba Ibu cek dulu!" Ibu itu pergi, mencari stok seragam yang tersisa. Chantika hanya bisa menunggu dengan khawatir.
Ibu itu kembali dengan muka yang sedikit terlipat, menahan batuk karena banyaknya debu, "Ada dek, kebetulan sisa satu!"
Chantika tak peduli dengan muka kusut ibu koperasi itu. Yang pasti, Chantika lega sekaligus senang. Sederhana memang, cukup sediakan baju yang seukuran dengan tubuhnya, Chantika sudah senang. Setidaknya tak perlu repot mencari penjahit sendiri.
"Makasih, Bu!" Chantika langsung balik kanan akan mengambil langkah untuk kembali pulang. Rasa rindu langsung menerpa. Rindu dengan sofa super nyaman. Rindu dengan buku A Song of Ice and Fire yang tak kunjung dibaca hingga tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chantika
Teen Fiction[Completed] Menurutmu, definisi cantik itu seperti apa? Putih? Tinggi? Langsing? Jika memang begitu menurut kalian, tendang jauh-jauh namaku dari pikiran kalian. Namaku memang Cantik, tapi bukan berarti aku memenuhi semua kriteria kecantikan yang ka...