💕20💕

2.3K 231 11
                                    


"Pulang gih dek, Adam pasti udah di rumah."

"Ntar lagi Bu, Caca masih mau di sini."

"Ibu panggilin kakakmu saja, biar dianterin."

"Ibu ..."

Rani tertawa, namun ia tetap harus menyuruh Caca pulang, karena menantunya pasti sudah di rumah.

Setelah dua bulan Caca keluar dari rumah sakit, Adam tidak lagi membatasi ruang gerak Caca.

Tidak apa, saat pulang ia harus masak dan menyiapkan keperluannya sendiri dari pada Caca terbeban.

Yang penting Caca senang, tidak tertekan lagi, bagaimanapun ada buah hatinya bersama Caca, jadi dia tidak ingin kejadian dulu kembali menimpa istrinya.

"Adam sudah pulang dari tadi."

Caca langsung bangun saat mendengar suara bariton tersebut.

"Caca pulang dulu, Bu."

Rani mendengus melihat sikap Caca yang super aktif, seakan ia lupa dengan kandungannya.

Sudah empat bulan lebih, namun putrinya itu seperti tidak kewalahan dengan perutnya yang sudah membuncit, karena kerap kali ia mendapatkan Caca setengah berlari kalau sedang panik.

"Tunggu kakakmu dulu," teriak Rani saat melihat Caca sudah di ambang pintu.

Caca balas berteriak, "Caca naik taksi, Bu."

Rani menggelengkan kepalanya.

"Harusnya pulang itu, beri salam, bukan buat orang panik," omel Rani tanpa melihat Mahesa.

"Sudah, Kalian yang nggak dengar."

Rani berdecak.

"Nggak lihat gimana Caca takut lihat Mas, kayak dia lihat malaikat maut."

Mahesa mengendikkan bahunya. "Kalau orang salah memang begitu kan?"

Rani yang sudah melangkah ke dapur berbalik saat mendengar jawaban suaminya.

"Mas lupa? Ada cucu kita di perut Caca, mas nggak takut lihat dia lari begitu? Kalau terjadi apa-apa sama Caca dan kandungannya gimana?"

Mahesa tercengang mendengar ucapan istrinya.

Ia sendiri sempat panik saat Kejadian dua bulan yang lalu. ketika itu ia berada di luar kota dan segera pulang saat mendengar kabar tentang Caca.

Mahesa merangkul istrinya yang sudah menangis, ia mengusap punggung Rani.

"Maaf, mas nggak sengaja."

Khalil yang baru saja turun dari kamar tersenyum geli melihat orang tuanya.

"Ya Allah, Ayah, ibu, kalau mau bermesraan kan boleh di kamar, mata Khalil sudah ternoda nih."

Rani melepaskan pelukan suaminya, dengan buru-buru ia mendekat ke arah Khalil dan mencubit pinggangnya.

"Aduh sakit bu, sakit."

Khalil mengusap bekas cubitan Rani yang menyengat di kulitnya.

"Sok tau banget jadi anak."

Rani meninggalkan duo pria yang sering membuat darahnya naik.

Caca masuk ke rumahnya setelah ia mengetuk berkali-kali tapi tidak ada jawaban.

Ia mencium harum masakan dari arah dapur.

Pantes nggak dengar, orang earphone terpasang di telinganya, batin Caca.

Caca mencomot nugget yang sudah tersaji di meja.

"Enak," gumamnya tanpa menyadari sepasang mata memperhatikannya.

CINTA BERSELIMUT TASBIH  ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang