Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
______________________________________________
Wendy berdiri di depan jendela kamar untuk mengawasi tetangga di seberang rumahnya. Sekarang masih kurang jam lima pagi, tapi matanya sudah aktif untuk menelisik kegiatan seseorang yang selalu ia tunggu setiap subuh dan malam. Wendy menyingkap sedikit gorden agar matanya bisa melihat dengan jelas sosok yang membuatnya rela mengintip seperti orang cabul subuh-subuh begini.
Wendy tersipu saat sosok yang ia nanti-nanti muncul. Senyumnya mengambang, pipinya mulai panas, dan euphoria langsung menyerangnya. Rasanya, ia mau mengigit gorden yang sedari tadi ia pegang.Wendy menatap penuh damba pada sosok pria bertubuh kurus tinggi yang memakai pakaian rapi disertai sarung dan peci yang melengkapi penampilannya.
Arghi Reyasa, sosok pria yang selalu diidam-idamkan kaum hawa. Tampang oke, sifat oke, otak oke, isi dompet juga tidak terlalu tipis, pokoknya semua yang ada pada Arghi itu sudah sangat perfect di mata Wendy. Wendy tidak tahu di mata orang lain Arghi itu seperti apa, yang jelas, saat ini Wendy sudah jatuh dalam pesona Arghi.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Wendy segera membuka pintu di sebelahnya yang menuju ke balkon. Dengan langkah pasti, Wendy berjalan menuju balkon dan bersiap melaksanakan ritual paginya.
"Bang Arghi! Mau sholat, ya?!"
Arghi menoleh ke arah Wendy sambil tersenyum kecil. Dulu, ia selalu terkejut dengan Wendy yang berteriak memanggilnya saat pergi ke masjid untuk sholat subuh. Tapi sekarang sepertinya ia sudah terbiasa dengan teriakan Wendy yang mengganggu ketentraman warga komplek di pagi hari. Tak mau berteriak, Arghi hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan Wendy.
"Jadi imam atau makmum?!"
Arghi lagi-lagi menjawab pertanyaan Wendy tanpa suara. Kali ini, mulutnya berucap tanpa mengeluarkan suara. Wendy langsung mengerti karena jawaban Arghi masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Karena jawaban Arghi masih sama, maka Wendy juga akan membalas hal yang sama pula.
"Sekarang nggak pa-pa cuma jadi makmum, asal dimasa depan Bang Arghi jadi imam aku!"
Ucapan Wendy selalu mengundang tawa Arghi. Walaupun sudah mendengar hal yang sama setiap subuh, Arghi masih tak habis pikir dengan Wendy. Bisa-bisanya Wendy meneriakkan hal seperti itu secara terbuka seperti ini.
"Diem lo! Berisik!"
Seiring dengan suara yang menyuruhnya diam, tak lama, sebuah sendal swallow bewarna hijau mendarat tepat di pipi Wendy. Si pelempar hanya menghembus tangannya kemudian kembali ke rumahnya untuk mengganti sendal, mengacuhkan Wendy yang raut wajahnya sudah berubah marah. Sedangkan Arghi hanya tertawa kecil menonton awal keributan di pagi hari.
"JEAN!!!" teriak Wendy geram sambil mengepalkan tangannya.
Suara bayi yang menangis terdengar oleh Wendy. Ia segera melirik tetangga di sebelah rumah yang lampunya sudah hidup semua. Mereka terbangun karena teriakan Wendy yang memang selalu mengganggu setiap subuh.
"Wendy!!!" teriak tante-tante di sebelah rumahnya dengan kesal.
"Maaf, Tante!" Wendy langsung lari terbirit-birit masuk ke kamarnya tanpa memedulikan Arghi dan Jean lagi. Ia berdiri bersandar ke pintu sambil terkikik kecil. Wendy tidak merasa bersalah sama sekali, ia malah merasa senang. Setidaknya, jika suara azan dari pengeras suara masjid tidak bisa membangunkan tetangganya, maka anggap saja teriakan Wendy setiap subuh ini sebagai alarm untuk tetangganya agar mereka tidak bangun kesiangan dan meninggalkan sholat subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blush On
Teen FictionWendy pikir, blush on miliknya sekarang adaah yang paling cocok. Namun, ternyata ada blush on lain yang lebih cocok untuk pipinya. Tapi, ini bukan sekedar tentang blush on.