-1-

90 12 7
                                    

Siang ini begitu panas. Namun tangan dan tubuhku seolah beku. Ini mungkin karena suhu didalam ruangan ber AC ini, ditambah dengan rasa gugup ku menanti seseorang yang berarti bagi kehidupan kakakku.

Sudah 3 jam lebih 20 menit aku menunggu ia keluar. Entah apa yang dilakukannya di dalam ruangan itu. Dia bilang proses tansplasi itu hanya berlangsung sekitar 120 menit. Tapi ini sudah sangat lewat. Kekhawatiranku semakin menjadi. Aku berdiri dan mengintip di kaca pintu namun sia sia. Hanya gorden panjang menjuntai beserta cahaya terang yang terlihat. Aku memijat pelipisku. Aku berjongkok disamping kursi tunggu dan membenamkan kepala ku kedalam rengkuhan lututku. Mataku semakin berat dan aku rasa aku akan tertidur.

Tak lama aku merasa seseorang menyentuh bahuku. Aku mendongak ke atas. Kulihat yang memanggilku adalah orang yang kutunggu sejak tadi. 

" Kurang ajar, kenapa lama sekali? Lo bilang cuma 2 jam. Tapi ini? Bagaimana keadaan kakak? ". Aku bertanya sedikit berteriak, air mata yang ingin kutumpahkan sejak tadi pun jatuh. Aku benar-benar khawatir dengan keadaan kakakku.

Ia membuka masker hijau yang pakainya. 

" Maaf sa, Ginjal kakakmu sedikit bermasalah tadi. Tapi semua sudah kubereskan. Aya baik-baik saja.".  Ia bicara dengan tenang. 

Mataku membulat kagum. Ku pandang haru seseorang didepanku. Aku langsung memeluk pria didepanku. Tak peduli meski ini dirumah sakit tapi aku benar-benar lega. 

" Terimakasih Rey, terimakasih banyak" . Aku menangis kencang dipelukannya, aku benar benar berterimakasih kepada pria ini.  Ia mengangkat tangannya mengelus punggung dan rambutku. 

" Tidak Sa, tidak perlu berterimakasih. Ini sudah tugasku. Dan mengabulkan keinginanmu juga tugasku. "

Aku menggeleng dipelukannya. Aku merasa beruntung kenal dengan pria ini. Aku sudah sangat banyak berutang budi padanya. Aku tak tau bagaimana kelak aku akan membalasnya. Aku melepaskan pelukanku. Jarinya mengusap pipiku yang sudah sangat basah. Ia memandangku cukup dalam seloah berkata ia akan selalu ada untukku apapun yang terjadi. Kulihat sorot matanya yang indah, ia sangat letih hari ini. Aku menyesal telah mengumpat padanya tadi. Aku tersenyum padanya ia membalas senyumanku.

" Aya tidak bisa ditemui hari ini. Mungkin besok kau bisa menemuinya, ia benar benar butuh istirahat penuh". Aku mengangguk patuh.

" Oke, gue pulang dulu. Sampai jumpa Rey". 

Ia tersenyum padaku dan aku melambaikan tanganku padanya.

------

Sebenarnya aku tak benar-benar pulang . Setelah dari rumah sakit, aku berniat untuk menikmati coklat panas dulu. Aku melirik jam di pergelangan tanganku, masih jam 16.00, dan ini tandanya aku masih punya banyak waktu sebelum aku pulang kerumah. Aku memtusukan untuk berjalan kaki karena posisi cafe yang tak terlalu jauh dari rumah sakit tempat kakakku dirawat. ' Kafe Doeloe' kafe kesukaan ku. Setiap kali aku punya masalah, mengerjakan tugas, atau sekedar melepas penat aku pasti mampir ke kafe ini. 

Pilihan ku jatuh pada tempat duduk disudut kanan cafe dengan paparan jendela yang menghadap langsung ke jalan raya. Aku pesan coklat latte kesukaanku dan aku kembali bereuforia. Suasana sore ini benar-benar mendukung keadaanku yang kacau.

Aku bingung harus bagaimana membayar pengobatan kakakku yang sedang sakit. Ditambah lagi uang semester juga belum dibayar. Bagaimana tidak? selama ini kak Aya yang membayar semua uang semester ku. Oh bukan hanya membayar uang semester saja, Kak Aya yang menanggung semua beban keuangan hidupku. Aku bergantung pada kak Aya. 

Oh iya, bercerita tentang kak Aya. Ariya Cintya. Dia adalah kakak kandungku. Usia kami hanya terpaut 3 tahun. Semenjak Ibuku meninggal, dan Ayah entah pergi kemana, kami hanya tinggal berdua. Lebih tepatnya ditinggalkan.

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang