-- 16 --

16 3 6
                                    

Pagi ini, aku kembali pada rutinitas ku. Kuliah. Hari ini aku ada kelas pagi, jadi aku berangkat sedikit lebih cepat dari biasanya. Hanya sedikit. Aku tiba dikampus pukul 08.15. Sangat pagi untuk mahasiswa molorable seperti ku.

Kegiatan ngampus berjalan baik - baik saja, mulai dari diajarin dosen ganteng, di kasih coklat sama Dazz - temen kampus yang errrr lumayan nerd dan ya dia naksir aku sejak lama , sampai berceloteh ria sama arin di kafe. Hari ini tidak terlalu buruk.

" Dari tadi ngecek hp mulu sa, nungguin apa sih? " aku menggeleng dan hanya memasang cengiran

" Ga nunggu siapa-siapa. Cuma gatel aja ni jari pengen ngotak-ngatik hp mulu. Hehe "

" Halahh, nungguin abang lo ya? "

" Abang?  Gue ga punya abang kok "

" Lah si Rey bukannya abang elo?" Tanya Arin di iringi tawa mengejek.

Aku tersenyum kecut menanggapi pertanyaan Arin.
" Rey pacar gue, Rin " ujarku kesal

" Pacar? Mana ada orang pacaran ga ngasi kabar selama seminggu. Duh gue aja pacaran sehari ga ngasi kabar gue ngambek. "

" Emang lo punya pacar? " tanyaku sinis

" Ya ya enggak sih. Tapi pernah. Dan gue emang gitu kalo pacaran. " bela Arin

" Dasar bucin " lalu aku dan Arin terkekeh ringan.

" Sa? Gue cuma nyampein pendapat gue aja nih ya. Menurut gue, lo berdua itu kaya kaga pacaran. Liat elo? Ngapa-ngapain sendiri, kemana-mana sendiri. Kenapa lo bisa tahan pacaran model begini sampe setahun? "  Arin menggeleng tak percaya padaku lalu kembali menyeruput minumnya.

" Rey itu dokter. Dia sibuk. Dan gue mencoba ngertiin posisi dia aja Rin. Gue ga mau paksa dia untuk ngikutin maunya gue. Lagian, dia juga ga suka terlalu di paksa gitu. " Arin menggelengkan kepalanya, tak percaya dengan ucapan ku

" Lo itu bodoh apa goblok? Dokter mana sih yang sibuk banget? Sekalipun dia staff penting di rumah sakit, dia juga punya hari weekend Sa. Dia juga butuh refreshing. Gue tanya sama lo? Berapa kali lo jalan sama Rey? " Aku mencoba berpikir berapa kali aku berkencan dengan Rey.

" Lumayan sering kok. "

" Sering? Sebulan cuma dua kali paling banyak? Itu sering? Atau gini aja deh. Apa pernah si Rey cerita tentang gimana dia sama kerjaan nya? Teman temannya? Masalah selama dia jadi dokter? Pernah?. " Lagi lagi aku mencoba mengingat momen ketika Rey bercerita tentang hidupnya padaku. Aku tersenyum sambil menelan kenyataan pahit kalau Rey memang tidak pernah menceritakan tentang dirinya.

Hanya aku yang selalu bertanya pada Rey. Dan jawabannya pun tak pernah memuaskan keingintahuanku. Yang kutau hanya tentang kedua orang tuanya yang super kaya. Tentu aku tau tentang orang tua Rey karena dia teman kecilku. Selebihnya, aku bekerja sebagai stalker yang mencari tahu tentang dia.

" Gak pernah kan? Asa, dengarin gue. Untuk kasus percintaan lo ini, kadangkala lo harus bersikap egois untuk nyelamatin hubungan lo yang gue rasa makin hari makin gak bernyawa. Flat. Ga ada rasa sama sekali. Lo gabisa terus - terusan diem dan ngalah doang. Mau sampe kapan lo nyari tau kabar Rey lewat storynya kak Azam? ". Aku hanya menunduk menyimak kalimat - kalimat dari Arin yang menyakitkan dan sialnya benar.

"

Bahkan gue lebih sering liat Rey bareng kakak lo dari pada sama lo. " Aku mendongak heran meminta penjelasan

" Beberapa kali gue liat Rey dan Kak Asa jalan. Ya meskipun cuma di toko buku dan makan di kedai biasa. Ga seperti ngedate sih. Tapi yang bikin gue eneg itu Rey happy,  dia ngeliat kakaklo penuh perhatian. Ya gue tau kalian emang dari kecil bareng-bareng. Tapi, Lo pacarnya Sa. Apa lo gak marah kalau Kakak lo jalan sama pacar lo? " tanya Arin.

" Kak Aya ga pernah tau kalau aku dan Rey pacaran. " lirihku.

" WHAT!! Gak tau? Udah selama ini lo jadian dan dia gak tau? Dan Rey ga pernah ngasih tau? " Aku menggeleng sebagai jawaban.

" Gue yang suruh Rey untuk merahasiakan hubungan ini. Gue cuma gak mau ngebebani pikiran Kak Aya dan bikin dia ngerasa sendirian. Karena Rey itu sahabat gue dan kak Aya dari kecil ".

Ya, itu memang salah satu alasanku merahasiakan hubunganku dengan Rey. Awalnya aku berniat memberitahukan kak Aya setelah berpacaran dengan Rey selama 4 bulan, tapi aku membatalkan niatku karena aku merasa --

" Kak Aya suka Rey. Gue rasa kak Aya suka sama Rey. Setelah gue amati, gue ngerasa gitu. " Arin tertawa dan membuatku terkejut.

" Lo anak indigo? Lo bisa ngeramal? Hahahaha. Lo sendiri yang bilang Kalo kalian itu sahabatan. Gimana mungkin lo bisa berpikir kalau mereka saling suka. Denger ya Arisa Silvia, yang salah disini emang lo dan Rey yang punya gengsi too much. Mestinya lo tau kalau Rey itu kaku, dan lo harus bisa jadi humble buat bikin semuanya jadi sweet. Lo harus egois. Lo harus nuntut kejelasan hubungan kalian. " aku tertegun mendengar penjelasan Arin. Bagaimana mungkin aku bertingkah sok sweet, sementara aku yang lebih kaku dibanding Rey. Ya. Semenjak ibu meninggalkan kami, aku tak pernah benar-benar tertawa lebar seperti dulu, tak pernah bertingkah jahil dan selalu dihantui rasa bersalah yang menyedihkan. Menurutku, untuk apa aku tertawa bahagia sementara aku belum bisa membahagiakan orang orang yang menyayangiku.

Tapi, ucapan Arin memang benar. Aku harus bisa mencoba memperbaiki agar aku tak kehilangan Rey. Tidak. Aku tidak mau kehilangan Rey. Rey yang mengerti diriku. Dan aku tak bisa menemukan orang lain sebaik Rey.

❤❤❤❤❤
Update lagi!! Hehe. Lagi mangadd nuliezzz Semoga jadi sering update yaa :)

Jangan lupa tinggalkan jejak ya gais. Please Votting and Comment 😌

Oh iya gais. Kalau kalian berkenan Follow ig ku ya @silna.casea

Love you all❤

SincereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang