Kondisi ku beberapa hari ini membaik. Semua berkat bantuan Rey. Dia selalu punya cara untuk menghiburku. Aku tak lagi ingat untuk bertanya pada Rey tentang kejadian beberapa lalu ditaman bersama kak Aya. Aku hanya tidak mau mempersulit suasana hatiku.
Sudah banyak masalah Yang Aku dan kak Aya lalui selama ini. Dan sekarang muncul masalah baru. Para bodyguard Ayahku kerap kali datang kerumah kami untuk menjemput kami.
Saat kuceritakan ke kak Aya tentang tujuan Ayah yang tidak jelas dan tiba tiba ingin menjemput Kami, dia terkejut. Beberapa kali Ayah kerap mengirim pesan ke hp kak Aya dan meminta untuk bertemu, tetapi tidak pernah diindahkan.
" Kak Aya, didepan ada ajudan sok ganteng itu." Kak Aya bangkit dari kasur dan meilhat ke jendela. Ia menghela nafas gusar.
" Kamu tunggu disini. Biar kakak yang urus." Aku mengangguk patuh.
10 menit kemudian kak Aya datang membawakan sebuah amplop kecil ditangannya.
" Apa itu? Apa kakak dapat hadiah dari ajudan itu? " tanyaku menggoda kak Aya.
" Ish. Bukan. Ini dari majikannya. Dari Ayah." aku mendekat penasaran. Apa isi amplop tersebut.
Ternyata isinya adalah sebuah cek dengan nominal yang cukup besar. Eh itu sangat besar dan sepucuk surat.
Selamat siang anak - anak Ayah.
Maafkan ayah karena sudah jarang menemui kalian lagi. Sungguh Ayah benar - benar merindukan kalian. Ayah hanya berharap di sisa hidup Ayah, agar kalian tinggal bersama Ayah. Ayah menyesal tidak pernah memberitahu kalian dan meninggalkan kalian selama ini. Maafkan Ayah nak. Ayah tidak mau kalian merasa kalau Ayah kalian seorang penjahat yang tidak punya perasaan. Meski Ayah tau, Ayah adalah orang yang paling brengsek sekalipun. Tapi Ayah sangat sayang Putri- Putri Ayah. Ayah minta maaf nak. Tinggallah bersama Ayah. Jika bukan untuk Ayah, setidaknya untuk sisa Kehidupan Ayah. Terimakasih sayang..Love
Ayah.Aku menutup mulutku terkejut. Air mata ku sudah banjir sejak kalimat pertama ayah tadi. Ayah bilang apa? Sisa hiduup? Hari terakhir? Apa maksud Ayah?
Aku melirik ke jendela. Ternyata ajudan itu masih disana. Aku berlari dan meminta mereka mengantarkan Aku ke rumah Ayah. Tidak peduli kak Aya yang selalu meneriaki namaku. Tapi aku benar benar ingin memeluk Ayah.
" Antar aku kerumah Ayahku ". Mereka mengangguk dan mempersilakan aku masuk kedalam mobilnya.
Dalam perjalanan aku hanya menangis. Mengingat betapa berdosanya sikap ku ke ayah.
Sekarang aku sudah sampai kerumah dengan cat putih. Tidak megah tapi sangatt megah sekali. Ini rumah Ayahku?. Aku menangis meratap rumah megah ini. Ayahku tinggal dirumah sebesar ini, sementara kami? Tinggal di kos kosan yang tidak seberapa.
Saat pintu terbuka bukan Ayahku yang keluar. Tapi perempuan paruh baya yang masih sangat cantik.
" hai!! Kamu Asa atau Aya? "
" Asa. "
Wanita itu mengangguk sambil tersenyum. Aku melangkahkan kakiku dan menyapu pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Hal yang menjadi objek perhatian ku adalah sebuah foto pernikahan dengan bingkai mewah. Dia, Ayahku dan wanita ini.
Aku langsung tersadar.
" Jadi Anda yang membuat Ayah saya berpaling dari ibu saya? " . Wanita itu tersenyum." Ya. Saya ". Aku menghapus jejak air mata ku kasar.
" Katakan, dimana Ayahku? ".
" Ayolah anak manis, duduk dulu ". Aku duduk disofa berwarna gold yang sangat mewah.
" Saya ingin bertemu Ayah. Bukan anda. ". Dia tertawa meremehkan.
" Saya istrinya. Dan saya berhak memutuskan boleh atau tidak orang lain menemuinya ". Dia menekan kata istri dan orang lain.
" Asa. Arisa Silvia. Aku benci kau dan kakakmu." aku melihatnya sinis
" Aku lebih benci kau nenek sihir. Kau yang sudah membuat keluarga ku hancur. Aku benci kau. ". Lagi lagi dia tertawa.
" Hancur? Belum sayang. Keluargamu belum hancur selama kalian masih bertemu Ayah kalian. Ya Tuhan. Bukan aku yang menghancurkan keluargamu. Tapi ibumu. Si jalang itu yang menghancurkan kehidupanku. "
Aku membulatkan mataku. Dasar bitch. Menyebut ibuku jalang. Padahal dia sudah terlihat jelas seperti jalang.
" Kenapa? Kau tak suka Asa? Satu hal yang harus kau ingat. Aku baru bisa menguasai ayahmu. Dan sebentar Lagi, aku akan ku kuasai hartanya. Tinggal tunggu kematiannya saja. " Dia tersenyum sinis.
" wanita licik. Ambil saja semua harta Ayahku. Tapi jangan ayahku, biarkan aku dan kak Aya tinggal sama Ayah. " lagi lagi dia tertawa .
" Jangan naif sayang. Dengarkan aku anak manis, biar kau tau betapa jalangnya ibumu itu. Aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini, tapi Ibumu sudah merebut segalanya dariku. Perhatian nenekku, keluargaku, bahkan orang yang paling kucinta. Ayahmu si bodoh itu. Dia mengambil mereka semua dar--
" Cukup wanita ular. Aku tidak mau dengar nama ibu dan ayahku kau sebut sebut dengan mulut kotormu itu. Melihat tingkah mu sekarang, sepertinya aku tau satu hal. Ibuku jelas sangat jauh lebih baik dari kau. Itu sebabnya semua orang suka ibuku dan lebih mengistimewakan ibuku dibanding kau yang tidak ada apa - apanya. " sebut saja aku pandai memanas manasi orang. Huh yey.
Wanita itu terlihat marah. Dia mengepalkan tangan kanannya dan berusaha menahan air matanya yang hendak keluar.
" Anak kurang ajar. Ini ajaran Ayah ibumu yang bodoh itu? Cepat kau temui Ayahmu di atas. Dan sampaikan salam perpisaha kalian. Aku akan tunggu sampai besok. Dan kupastikan besok kau tidak bertemu Ayahmu lagi. " aku tidak memperdulikan Ucapan nya dan segera naik ke atas.
Kulirik pintu besar bercat putih itu dengan takut. Aku tidak punya banyak keberanian untuk menjumpai ayahku setelah apa yang kulakukan padanya. Tidak. Aku harus mencoba. Aku yakin Ayah pasti memaafkan aku.
Kutarik knop pintu kamar itu. Seseorang tertidur dengan selimut putih. Dia Ayahku. Aku berjalan mendekat. Kulirik ayahku yang tertidur. Kenapa ayah jadi semakin kurus? Apa Ayah benar - benar sakit?.
Kulirik isi kamar itu. Aku terkejut. Ada banyak sekali bingkai foto Aku dan Kak Aya. Dan yang membuat aku menyerngit, ada bingkai besar foto Ibuku. Aku menangis terisak. Bagaimana bisa ayah masih menyimpan semua ini sementara Ayah yang meninggalkan kami dulu?. Apa sebenarnya yang disembunyikan Ayah. Ya Tuhan. Aku benar benar sedih dan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Teen FictionAsa. Perempuan yang akan merelakan, melepaskan, meninggalkan apapun yang dicintai kakaknya meskipun ia juga menginginkannya.