"Asa, kamu harus percaya sama ayah. Ayah benar benar menyayangi kalian. Ayah akui ayah memang salah tapi ayah mohon maafkan ayah nak. Maafkan ayah."
" Ayah, udah yah. Ayah gaperlu gitu, Asa pasti maafkan ayah. Ayah tetap ayahnya Asa dan Kakak. Asa sayang ayah. " ucap Asa dan menghamburkan tubuhnya kedalam rengkuhan ringkih ayahnya.
--------
Sudah 3 bulan semenjak kematian ayah, aku dan kak Aya masih dihantui rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam. Terlebih kak Aya, setelah aku menceritakan alasan ayah meninggalkan kami, kak Aya berulangkali menggumamkan kata maaf setiap melihat foto ayah dalam figura yang selalu disimpannya. Kak Aya sangat menyesal tidak bersama ayah di sisa terakhir hidupnya.Lagi dan lagi aku harus melihat kak Aya bersedih. Menangis. Tidak cukup menderitakah kakak ku yang baik hati ini? Sampai sampai ia selalu bersedih dan menangis. Aku juga bersedih tapi aku berusaha menguatkan kak Aya. Dulu, saat ibu meninggalkan kami, kak Aya lah yang terus berada disampingku untuk menguatkan aku. Kini, aku harus membantu untuk menguatkan kak Aya. Aku tak punya siapapun selain kak Aya. Tidak punya lagi. Aku akan selalu menjadi adik yang baik untuk kak Aya. Aku berjanji.
" Kak, kakak makan dulu ya. " Lagi dan lagi kak Aya hanya diam dan melirik sekilas nampan yang kubawa.
" Kak, udah 3 bulan ayah pergi. Kita harus ikhlas kak. Ini bukan sepenuhnya salah kita." ucapku sambil menghela nafas. Kulihat mata kak Aya mulai berkaca - kaca.
" Kak, Asa cuma punya kakak. Asa udah kehilangan orang Yang Asa sayangi. Asa cuma punya kakak di dunia ini. Asa gak mau kakak sedih terus. Kakak harus kuat kak. Demi Asa. Asa mohon. " aku merutuki kebodohan ku karena berbicara dengan nada bergetar seperti menahan tangis. Padahal aku ingin menguatkan kak Aya. Kenapa aku yang terlihat lemah.
Airmata Kak Aya tumpah. Tapi iya tak memalingkan wajahnya dari jendela yang memaparkan halaman depan kami.
" Kak, Asa --
" Oh hai semuanya! " ucapan ku berhenti kala mendapati pria yang juga selalu ada untuk kami. Ya, dia Rey. Lelaki baik hati yang kami anggap seperti keluarga.
" Kenapa pada nangis? Ini aku bawakan makanan untuk kalian. " kulihat kak Aya tersenyum ke arah Rey menandakan ia senang dikunjungi pria itu.
Rey melirik kearah nampan yang ku pegang, ia mengisyaratkan untuk membawanya keluar dan makan yang ia bawa saja. Aku mengangguk dan membawa nampan ke dapur.
Saat ingin kembali ke kamar, aku Mengurungkan niatku karena melihat kak Aya dan Rey sedang berpelukan. Lebih tepatnya aku mengintip. Rey mengusap punggung kak Aya yang bergetar karena menangis.
" Kamu jangan sedih Ya. Ada aku disini. Aku akan selalu untukmu ". Kak Aya mendongakkan kepalanya,
" Jangan pernah meninggalkan aku Rey, ak- aku menyayangimu. " Rey mengangguk patuh.
" Aku tidak akan pernah meninggalkanmu " . Setelah itu, aku tak ingin lagi melihat mereka mengadu pandang. Entah apa yang mereka lakukan aku tak tau. Aku langsung masuk kedalam kamarku dan berusaha mati matian menahan sesak di dada.
Ada apa dengan ku? Kenapa terasa sangat menyakitkan? Sayang? Tidak meninggalkan? Itu sangat lumrah diucapkan oleh dua orang yang saling menjaga. Tapi kenapa aku seperti tidak rela Rey dalam pelukan orang lain. Aku segera menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk yang mengudara di kepalaku.
Tidak. Tidak akan ada yang terjadi. Rey memang pacarku. Tapi, Rey berhak menyayangi Kak Aya. Ia menyayangi kami layaknye keluarga. Kak Aya sudah seperti adik bagi Rey. Asa bodoh. Bagaimana bisa aku berpikir kalau mereka saling mencintai. Aku percaya Rey.Ia tak mungkin mencintai orang lain selain aku. Tapi, Pikiran ku mulai nelangsa. Rey hanya sekali mengucapkan kalimat aku mencintaimu, hanya saat ia menembakku.
Ah. Sudahlah. Rasa cinta tak harus selalu diungkapkan. Banyak rasa cinta yang diungkapkan melalu tindakan, seperti yang Rey lakukan. Ya, Rey mencintaiku. Hanya aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Teen FictionAsa. Perempuan yang akan merelakan, melepaskan, meninggalkan apapun yang dicintai kakaknya meskipun ia juga menginginkannya.