Aku terbangun dari tidur tidak nyenyakku. Ku lirik jam yang menggantung didinding kamar. Ternyata sudah jam 5 sore. Aku segera bangkit dan bergegas mandi karena malam ini aku harus bekerja.
Selesai mandi dan berpakaian, aku duduuk didepan meja riasku. Kulihat mata sembabku yang membuat aku seperti terserang penyakit radang pembengkakan. Mataku tiba tiba gembung begitu. Ini wajar. Peristiwa siang panas tadi benar benar menghabiskan tenagaku.
Aku bangkit dan ingin pergi ke kamar kak Aya. Ternyata kak Aya masih tidur. Pasti kak Aya tidur sambil menangis. Aku tidak tau seberapa kuat hati kak Aya diciptakan. Aku yakin sekali kak Aya pasti akan bahagia kelak. Karena kata orang-orang, setiap kesulitan pasti ada kemudahan.
Merasa bosan, aku putuskan untuk menghubungi Rey. Tapi yang terdengar hanya suara operator. Nomor Rey tidak aktif. Mungkin batrai nya habis. Ku lempar asal handphone ku ke kasur. Membaca novel, sepertinya lebih baik.
----
" Baik mbak, cuma itu saja? Ada tambahan lain? " pelanggan itu hanya menggeleng. " Baik, tunggu sebentar ya "
Begitulah Aku bekerja. Hari ini aku benar benar tidak excited. Aku masih saja terus berpikir tentang Ayahku yang datang tiba-tiba. Dia pasti punya alasan atau mungkin misi. Tidak mungkin datang tiba tiba, minta maaf, tanpa maksud terselubung.Lamunanku buyar saat Bang Rengga menyentuh pundakku .
" Asa, kok melamun ? Itu pesanannya diantar. " Ujar Bang Rengga kesal." Eh iya, maaf bang" segera ku ambil nampan dan mengantar pesanan pelanggan.
4 jam mondar mandir ternyata melelahkan. Sudah jam 10. Waktunya pulang. Saat ingin pamit , Bang Rengga memanggilku.
" Asa, cepat banget mau pulang? " tanya bang Rengga.
" Ah iya bang. Capek banget" ujarku jujur.
" Kamu lupa hari ini kamu gajian? " Aku membulatkan mataku. Ah iya. Aku melupakan duitku.
" Oh iya. Asa lupa . hehe" sekarang nadaku tak lagi melemah.
" Wah. Kalau soal duit. Kencang bangett." Bang Rengga terkekeh. Aduh tampannya.
" Yaudah ini gaji kamu. Kerjanya semangat terus ya. Kalau kamu lebih giat, ntar abang tambahin bonus " Bang Rangga menyodorkan amplop coklat yang lumayan lah. Aku mengambilnya dengan hati hati.
" mm. Makasih banyak ya bang, udah bolehin Asa kerja disini. Iya, Aku pasti bakalan lebih rajin lagi. " ujarku semangat. Bang Rengga lagi lagi tersenyum.
Saat menunggu angkutan yang lewat, aku menyempatkan untuk menelfon Rey. Satu harian ini aku belum berbicara dengannya. Yay!! Telfon tersambung.
"Assalamu'alaikum Rey! "
" Walaikumussalam sa. Kenapa? " nada Rey terdengar rata. Apa dia tidak bersemangat hari ini? Biasanya nadanya terus menggoda.
" Tidak ada. Aku cuma kangen. Seharian belum telfon. Tadi aku telfon kamu gak aktif. Aku pikir kamu sibuk. Sekarang lagi dimana? " ujarku panjang lebar
" Mmm .. Aku lagi di rumah sakit . Aku sibuk sa, udah dulu ya. Dada.." Ada rasa nyeri dihatiku saat Rey berkata begitu. Ah! Dia pasti sangat sibuk. Mungkin pasiennya hari ini sangat banyak. Aku tidak boleh terlalu posessif gini.
Setelah lama menunggu, akhirnya ada Angkutan umum yang berhenti. Segera aku naik dan menikmati perjalanan malamku. Aku suka naik angkutan umum. Selain hemat, jalannya yang melambat disaat malam benar benar membuat aku bebas dari hiruk pikuk kota besar ini. Saat setengah perjalanan, arah mataku tiba tiba tertuju pada wanita di Taman Teater. Itu kak Aya. Dia sedang berbicara dengan siapa ? Itu bukan bang Farhan deh kayaknya.
Kuputuskan untuk menyuruh angkutan tersebut berhenti. Setelah membayar, aku mendekat untuk melihat lawan bicara kakakku. Rasaku lebih baik mengendap endap saja agar bisa sekalian nguping hehe. Mataku memicing. Ternyata lawan bicara kakakku itu Rey.
Hah? Rey? Untuk apa dia disini bersama kak Aya? Tiba tiba nyeri itu kembali hadir. Tidak aku tidak salah orang. Itu memang Rey. Tanpa sadar, aku memegang dadaku yang sungguh sakit.
Sekarang, aku tidak berniat menguping apapun yang mereka bicarakan. Aku terus berjalan cepat tanpa berniat memanggil kak Aya.
Ada banyak pemikiran yang berkecambuk di benakku. Semuanya beradu argumen. Tapi yang membuatku sakit hati, bukan karena kak Aya yang bicara dengan Rey. Tapi karena Rey bohong. Dia bilang dia ada dirumah sakit dan sangat sibuk. Tapi? Dia malah berduaan di Taman dengan kak Aya. Apa Kak Aya kesibukan barunya?
Tidak Asa! Jangan nethink gitu. Tanpa bisa kucegah. Air mataku lolos dengan mudah. Pelupuk mataku kembali berair. Berapa banyak lagi air yang tumpah dari mataku ini? Tadi Ayah, sekarang Rey.
----
Berulang kali aku berguling kesana kemari. Tapi aku tidak bisa tidur. Aku masih saja kepikiran Rey. Bahkan hubunganku dan dia baru satu bulan. Apa kami akan putus seperti remaja SMA. Hanya satu bulan. Adik kelasku dulu saja sudah 5 tahun pacaran dan masih langgeng sampai sekarang.Aku bangkit dan keluar kamar. Menonton tv sepertinya lebih baik. Tapi tidak. Tidak ada serial kartun kesukaanku. Hanya ada acara gosip dan berita berita. Dan aku tidak suka itu.
Bosan membolak balik siaran, tiba tiba pintuku ada yang mengetuk. Ah itu pasti kak Aya.
Yap benar. Tapi yang kulihat, Mata kak Aya yang berair.
" Kakak kenapa? " Kak aya hanya menggeleng lemah.
" kak aya dari mana? " aku sengaja menanyakan itu
" Dari rumah Monic. Habis ngerjain tugas kampus. " Aku hanya ber oh ria menanggapi kebohongan kak Aya.
" Kok nangis gitu? " .
" Iya, tadi nonton drakor " Kak aya berlalu kearah kamar.
Lagi lagi bohong. Apa yang mereka sembunyikan? . Apa ini perselingkuhan? Tidak mungkin. Akh. Aku akan tanya Rey besok.
----
I hope you like!
Thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincere
Teen FictionAsa. Perempuan yang akan merelakan, melepaskan, meninggalkan apapun yang dicintai kakaknya meskipun ia juga menginginkannya.