MEB 7. The past

2.4K 94 8
                                    

Akan ada masanya dimana masalalu harus ditinggalkan. Dipendam sedalam mungkin agar tidak ada satupun yang dapat menembusnya, kecuali orang itu sendiri.

- MEB -

Happy reading ❤️

-
-
-
-

Cowok itu terdiam, masih dengan ponsel ditangan kanannya. Matanya tak pernah berpaling dari siluet sang pujaan hati, bidadari tak bersayap nya. Belahan jiwanya. Yaitu sang Mama.

"Lo yakin mau ngelepas dia?" Pertanyaan tiba-tiba yang entah muncul dari mana membuat Bara menutup ponselnya.

Rega tersenyum kecut. Diam nya Bara sudah lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaannya beberapa saat yang lalu.

"Kalo masih cinta pertahanin---" Rega menarik sudut bibirnya "karena lo gak tau siapa aja yang lagi berharap sama apa yang lo sia-sia in saat ini."

Bara masih bungkam, rahangnya mengatup sempurna. Ia lebih dari paham semua yang dikatakan oleh Rega tersebut.

"Belajar menghargai sebelum benar-benar pergi. Karena penyesalan itu datangnya terakhir. Jangan sampe lo nyesel, kalo udab kehilangan semuanya."

Senyuman merendahkan tercetak pada ujung bibir Bara "Sok puitis lo."

"Bukan sok puitis, gua cuma ngasih peringatan aja."

"Gue gak butuh."

Rega membuka lemari pendingin lalu mengambil minuman kaleng dari dalamnya "Capek banget gue ngomong sama batu."

Bara memutar bola matanya jengah.

Rega menggeleng-geleng seraya menujuk-nunjuk Bara "Ini, nih. Salah satu kebodohan yang haqiqi!"

"Dan lo yang katanya punya IQ tinggi, harusnya paham kenapa gue kaya gini." setelah berujar Bara bangkit dari kursinya dan meninggalkan Rega dengan tampang herannya.

"Alasan lo itu terlalu receh, Bar! Harusnya lo mikir sebelum bertindak!" decak Rega kesal. Adiknya ini benar-benar manusia batu. "Cara kaya gini gak bakal merubah apapun, seandainya Mama tau gue yakin dia gak suka sama sikap lo,"

"Tau apa lo soal semuanya?" Tukas Bara yang kini diam dianak tangga pertama, matanya menatap Rega sinis.

Senyuman miring tercetak jelas di wajahnya "Ngurus perusahaan aja lo gak sanggup, kaya gini sok jadi abang yang bijak, cihh! Najis."

... dan jangan sok tau apa yang Mama suka atau enggak, ngejenguk beliau aja lo udah jarang. Sibukin diri aja sana sama kegiatan sosial lo yang gak guna itu."

Rega terdiam. Ia tidak menyangkal perkataan adiknya tersebut, bukan tanpa alasan ia jarang menjenguk Mama mereka, namun ada satu hal yang tidak bisa ia beritahu pada Bara.

"Gak bisa ngomong kan lo!"

"Gak semua hal bisa diselesaikan pake emosi. Lagian ada lo juga yang tiap hari kerumah sakit." Ujar Rega dengan nada dingin.

"Lo tu jadi abang tapi gak guna!" Setelah berujar Bara memutuskan untuk pergi menuju kamarnya. Rega tertawa miris. Ya, ia memang tidak berguna.

Dilain tempat, nampak seorang gadis muda berpakaian rumahan tengah asik menonton kartun kegemarannya, terkadang ia cekikikan sendiri.

"Dek, udah dulu nonton nya. Mending kamu mandi sana." Itu adalah teguran Diana yang ketiga.

Nara mengangguk namun matanya masih terfokus pada layar datar didepannya "Sabar, Ma. Doraemonnya baru ngeluarin benda baru."

My Ex-boyfriends (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang