Nara berdecak untuk kesekian kalinya ketika tak mendapati benda yang ia cari di nakas yang terletak dikamar nya.
"Perasaan gue taro sini deh," gumamnya sembari membongkar isi dalam nakas tersebut.
Nara memijit pangkal hidungnya yang seketika berdenyut nyeri.
"Dek, kamu dipanggil Mama, katanya---, woy gila kamu abis tempur?!" Itu suara Nathan yang kini masuk kamarnya seraya melotot.
Mendengar teriakkan Nathan, membuat Nara merotasi matanya kesal.
"Bang Nathan liat novel aku gak?"
Alih-alih menjawab Nathan memilih untuk duduk di ranjang serba pink milik Nara "Jadi perkara novel kamu hancurin ini kamar?" Nathan berdecak melihat seisi kamar adiknya yang sudah berserakan dengan barang-barang yang Nara keluarkan dari tempatnya.
"Kalau Abang cuma buat Nara makin pening, mending pergi aja deh. Seriusan ini mah." Kesal Nara yang kini beranjak kearah meja belajarnya.
Nathan geleng-geleng kepala melihat ulah Nara. Adik bungsunya ini sangat tidak sopan.
"Mana sih?" Gumam Nara ketika belum juga menemukan novel yang ia cari.
"Sepenting itu novelnya?" Nathan mulai berjongkok membantu sang adik.
Nara menatap Nathan dengan frustasi, ia mengangguk pelan, lalu kembali fokus pada kegiatannya.
"Itu novel dari Bara, cuma itu satu-satunya kenangan aku sama Bara,"
Mendengar jawaban tersebut membuat Nathan menatap kasihan sang adik. Kebucinan yang sangat memprihatikan.
"Belum move on - move on juga,"
Nara bangkit dari duduknya kemudian menatap Nathan bengis. "Bang Nathan tu gak pernah paham-paham, ya?"
"Bukan Abang yang gak paham. Kamu aja yang udah kena pelet sama Bara."
"Ngomong sama bang Nathan cuma buat aku darah tinggi."
Kemudian dengan emosi yang hampir meledak-ledak, Nara pergi meninggalkan sang kakak bersama kamarnya dengan keadaan hampir seperti kapal pecah.
Beresin tu kamar! Batin Nara sambil terus jalan menuruni tangga.
Nathan geleng-geleng melihat tingkah Nara "Apa semua cewek kaya gitu ya?."
Nathan menarik nafas panjang ketika matanya melihat seisi kamar yang benar-benar mirip gudang. Semua benda berada bukan pada tempatnya.
"Untung cuma satu, coba kalau dua pengen rasanya gue retur ke planet mars." Sengit Nathan seraya memungut semua benda yang berserakan dikamar adik bungsunya tersebut. Kurang beruntung apa Nara memiliki Abang yang tidak hanya tampan tapi juga sangat baik hati dan tidak sombong.
"Ma, liat novel Nara yang warna pink gak?" Tanya Nara pada Diana yang kini tengah menyemprot tanaman hias.
"Enggak, Dek. Kenapa?" Jawab Diana seraya menggunting beberapa helai daun yang sudah membusuk.
Nara yang sudah menghempaskan tubuhnya diatas kursi, menghela nafas panjang "Ilang novel aku. Curiga ni dipinjam Rachel gak ijin dulu."
"Rachel udah beberapa hari ini gak pernah main. Lagian anak TK gak baca novel sayang."
Nara terdiam, yang diucapkan mamanya ada benarnya juga. Untuk apa sepupu kecilnya itu membaca novel, membaca buku kancil saja masih terbata-bata.
Nara merosot kan bahunya frustasi "Terus novel Nara kemana Mamaa?"
"Coba cari yang bener, sapa tau keselip dikamar kamu,"
Nara menggeleng lesu. Pupus sudah satu-satunya harapan Nara bersama Bara. Menjaga satu kenangan saja Nara ceroboh, bagaimana dengan memperbaiki semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex-boyfriends (On Going)
Roman pour AdolescentsFOLLOW DULU SEBELUM BACA ☺️ MARI SALING MENGHARGAI SEBUAH KARYA 🤗 - - Siapa yang tidak sakit hati bila kita diputuskan secara sepihak? Hal itu dirasakan oleh Nara. Kekasihnya yang sudah satu tahun bersama dengan tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka...