Yukk bisa yuk VOTE dan KOMEN nyaa duluu ❤️❤️-
-
-
-Orang bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. Tapi, bagi Nara sakit gigi itu lebih menyiksa, walau sakit hati nya saat ini juga menyesakkan. Barata Prayoga, pacar pertama juga mantan pertama yang Nara miliki. Akan selalu menjadi yang tersayang.
Lebay?
But, no one care, babe.
Akhir-akhir ini emosi Nara sedikit sensitif ditambah lagi ia sedang sakit gigi. Jadi, sedikit saja ada yang menyinggung segala hal yang menyangkut si ex-boyfriend itu, maka emosinya akan langsung meninggi dua kali lipat dari biasanya.
Sekali lagi Nara meringis, tapi bukan memegangi dada yang masih sesak. Tapi, ia memegangi pipi kiri nya yang membengkak seperti bakpao. Tadi pagi Nara sudah ke dokter gigi bersama mama dan kata dokter ia terlalu banyak makan yang manis-manis, dan emang iya si. Satu hari saja Lenara bisa mengabiskan sekitar lima tangkai lebih Lollipop ukuran jumbo.
Selain hoby makan yang manis-manis kata dokternya juga, Nara ini terlalu manis, dokter khawatir kalau ia terkena penyakit diabetes. Dokternya masih muda dan bisa dibilang tampan, tapi jujur ia tidak baper kan Nara sayangnya cuma sama Bara. Ah shit! Kenapa disaat seperti ini ia sempat-sempatnya rindu cowok batu itu.
Nara melirik Lollipop sisa semalam diatas nakas. Ingin rasanya melahap habis sebungkus Lollipop tersebut. Tapi, ia takut disuntik menggunakan jarum. Membayangkannya saya sudah membuat bulu kuduk berdiri.
"Ma?" sedari tadi Nara berusaha membujuk Diana yang kini sedang menyiapkan obat untukku.
Diana menoleh dengan tatapan lempeng "Mau disuntik sama pak dokter ganteng?"
"Enggak."
Diana tersenyum manis kemudian menyodorkan gelas yang berisi air putih ke arah Nara. "Nih, minum obatnya. Malu sama Rachel."
Nara terdiam. Untuk sesaat ia memperhatikan obat sakit gigi yang ukurannya sangat kecil juga berwarna kuning pekat, dapat ia tebak bahwa semua obat itu pahitnya nauzubillah.
"Mama udah masak?" tanya Nara sembari menerima semua obat dari Diana.
Diana menutkan alisnya. "Belum, kenapa?"
"Yaudah, Mama masak dulu aja, aku bisa minum obat sendiri." kata Nara sembari tersenyum meyakinkan.
"Mama tau kamu pasti mau buang obatnya, kan?"
Sontak Nara menggeleng gugup "Enggak kok, Ma. Mama jangan su'udzon, gak baik."
"Yaudah, kalo gitu cepet minum."
Dengan terpaksa ia mengangguk pasrah. Sekali lagi ku lirik obat-obatan tersebut. Dua kata yang dapat ku gambarkan untuk obat-obatan tersebut yaitu sangat mengerikan.
Gleek
Obat tersebut menerobos paksa tenggorokan sempit Nara. Dan ya Rabb! Ini obat rasanya seperti obat nyamuk oles, pahit sekali. Bahkan pahitnya melebihi saat diamana Nara diputuskan Bara. Setengah mati ia menahan agar tidak memuntahkan semua obat yang kini sukses membuat seisi perutnya terguncang hebat.
Paitnya ngalahin omongan Bara, gila!
Nara geleng-geleng dengan wajah kesal.
"Gak enak kan sakit? Makanya jangan bandel." Diana mengelus pucuk kepala Nara, kemudian pergi keluar kamar.
"Gak lagi-lagi gue sakit kaya gini!"
Di lain tempat, kini ada seorang cowok yang nampak berjalan sendirian. Dan pagi ini terbilang cukup mendung, angin yang bertiup sedikit kencang dengan antusias merontokan semua dedaunan yang ada diatas pohon. Cowok berseragam abu-abu itu berjalan sedikit tergesa-gesa, percakapan ketiga gadis beberapa saat yang lalu cukup menyita perhatiannya.
Flashback on
"Coba tebak gue ketemu siapa pagi ini?" suara Fifah yang cempreng. Menarik perhatian Bara. Bara menghentikan langkahnya tepat disamping tembok mushala sekolah, kebetulan mereka bertiga baru saja menyelesaikan shalat duha.
Hally terdengar berdecak "Ya mana gue tau. Lo kira gue cenayang!"
Safa yang sedang memakai kaus kaki, terkekeh geli mendengar celetukan frontal Hali.
Fifah manggut-manggut "Hmm, iya, sih."
"Emang lo ketemu siapa?" tanya Safa setelah selesai dengan kegiatannya.
"Ketemu tante Diana."
Hally dan Safa nampak saling memandang.
"Gak biasanya tante Diana dateng kesekolah pagi-pagi banget." Hally mulai penasaran.
"Lo tau tante Diana bilang apa sama gue?" Lagi-lagi Fifah bermain tebak-tebakan.
"Ish! Udah loh gak usah main tebak-tebakan. Langsung aja kenapa, sih?!" Sentak Hally geram.
Fifah mengerucuti bibirnya kemudian merogoh sesuatu dari saku bajunya "Nara sakit, nih ada surat dari dokter."
"Hah! Nara sakit? Sakit apa?"
"Yeee. Mana gue tau emang gue cenayang." celetuk Fifah, melempar balik kalimat Hally beberapa saat yang lalu.
"Ya kan ada suratnya, bege! Lo baca coba." kesal Safa.
"Masalahnya ini surat kagak ada keterangan siNara sakit apa? Terus nyokap nya Nara juga gak ngasih tau Nara sakit apa. Dia bilang Nara cuma butuh istirahat total. Dan parahnya." Fifah menjeda, menghela nafas panjang "Nara gak mau ketemu siapapun, guys!"
Safa dan Hally melotot tidak percaya. Tumben sekali Nara bersikap tertutup seperti ini? Penyakit apa sebenarnya yang diderita Nara sampai-sampai ia tidak ingin ditemui oleh siapapun?
Bara yang sejak tadi menguping langsung berkilat cemas. Ini adalah hal baru. Nara mengidap penyakit yang parah, kah?
Flashback off
"Lo kenapa si , Ra? Gak biasanya lo kaya gini." gumam Bara sembari mencoba menelfon seseorang.
Bara berdecak sebal, kenapa sedari tadi hanya suara operator yang terdengar?
Bara menjambak rambutnya kesal.
"Sial." Hanya kalimat itu yang sedari tadi bara gumam kan.
Bara menendang kursi didekatnya diujung. Ia tidak menghiraukan tatapan beberapa orang yang melihat apa yang ia lakukan. Ia membenci rasa penyesalan yang kembali bergejolak hebat dalam hatinya. Kenapa semua berjalan diluar dari yang ia harapkan . Bukan seperti ini yang ia inginkan.
"Kalau bukan karena masalah ini. Gak mungkin gue bakal diem aja. Bangsat emang!"
--- TO BE CONTINUE ---
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ex-boyfriends (On Going)
Novela JuvenilFOLLOW DULU SEBELUM BACA ☺️ MARI SALING MENGHARGAI SEBUAH KARYA 🤗 - - Siapa yang tidak sakit hati bila kita diputuskan secara sepihak? Hal itu dirasakan oleh Nara. Kekasihnya yang sudah satu tahun bersama dengan tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka...