Kelas Pocong?!!

612 52 0
                                    

Loh, katanya bukan genre horror? Kok serem gini judulnya?

Bukan. Ini kisah nyata. Asli, bukan kaleng-kaleng. Barusan kejadian di kelas gue, gue inget banget waktu itu jam matematika, waktu lagi asik-asiknya bahas deret aritmatika.

Btw busway, mulmednya pake gambar gue. Kata temen-temen sih muka gue mirip itu. Ya sudahlah, wkw.

Jadi ceritanya, Bu Bunga (bukan nama sebenarnya) baru masuk. Dia duduk kaya biasa. Gue kalem nih ya. Tiba-tiba satu kelas pada ketawa ngakak. Bu Bunga istigfar. Gue toleh kanan toleh kiri. Panik.

Ini pada kesurupan apa gimana?!!

Takut, gue lirik ke arah jendela. Tergantung sebuah kain diiket-iket lalu digambarin pake spidol dibentuk kaya pocong di jendela kelas. Gue ikutan istigfar! Nyebut, Gusti.

"Lepas! Lepas!" Bu Bunga histeris. Temen gue yang namanya Bintang buru-buru naik meja dan menurunkan kain putih yang diiket lalu dicorat-coret pake spidol-- ribet. Kita sebut aja dia miniatur pocong sialan. Oke?

Gue mematung. Nggak tahu mau ngapain selain akhirnya ikutan ketawa ngakak ngelihat muka takutnya Bu Bunga yang serius, langka banget kayak gue yang cuma satu-satunya di Indonesia. Cantik pula. Perfect!

Akhirnya Bu Bunga dengan raut wajah jijik mengambil miniatur pocong-- sebut sajalah begitu dan membawanya ke luar kelas. Yang lain ketawa, cowok-cowoknya kasak-kusuk kayak ibu-ibu rempong pengajian.

"Gara-gara lo nih, Zal," ucap Bintang nggak mau kalah sambil nunjuk Rizal yang lagi duduk bareng Yustin.

"Kok gue?"

"Kan lo yang bikin kemaren!"

"Tapi kan Rezi yang masang!"

Rezi yang kebetulan ada di sebelah Bintang nggak terima. "Tapi Bintang juga dukung! Pas gue masang dia yang bilang kiri... Kanan... Biar lurus!"

"Kok gue? Ya lo, lah!" ucap Bintang sewot.

Kasak-kusuk. Cowoknya kumel, malah mojok mainin kartu. Heboh sendiri. Ceweknya malah sibuk beli jajanan sehabis Bu Bunga pergi. Bener-bener ni kelas setan.

Gue diem aja. Tidur. Zzz.

Maklum anak nolep didikan kamar. Taunya tidur, makan sama berak.

Tahu-tahu Bu Bunga dateng dan semua anak langsung bubar. Duduk formal sambil tetep kasak-kusuk. Beberapa cewek masih nyumpelin mulut pake gorengan. Mantul.

"Anak-anak, tahu nggak sih kalau mainan kayak gitu bahaya?" Bu Bunga istigfar lagi! Beliau ngelus-ngelus dada. "Aya-aya wae kalian itu. Siapa sih, yang bikin mainan kayak begitu?"

"RIZAL!!!" Semua tangan nunjuk Rizal.

"Gue lagi, gue lagi!" Rizal gondok. Semua ketawa, Bu Bunga juga.

"Tahu nggak, sejarah sekolah ini?" Bu Bunga berucap pelan, lalu melanjutkan, "ada yang pernah kesurupan. Ruang kelas ini juga. Anaknya jerit-jerit, serem. Terus pingsan. Ternyata dirasuki arwah sinden yang suka gamelan di sekolah kita, waktu ada esktra karawitan. Kalau nggak salah, kejadiannya hari Rabu."

"Loh, Bu, ini kan hari Rabu?"

"Eh? Iya juga."

Wow. Wow. Wow.

Jam matematika berubah jadi jam bercerita! Saya suka, saya suka! *ala Mei-Mei.

Gue dengerin. Serius. Seperti biasa, kelas gue kasak-kusuk mulu. Heran.

"Itu beneran?" Bintang jadi kepo.

"IYA! Kelas ini ANGKER, TAHU!!" Bu Bunga nakut-nakutin. Yang lain jadi merinding. Hening beberapa detik. Tiba-tiba Mukti dari bangku belakang teriak-teriak sambil nangis.

Ya Allah! Apa lagi ini!

Sekali lagi, gue istigfar gaes!

"Kamu kenapa, Mukti?" Bu Bunga jadi panik.

"Anu, Bu... Ada kecoak, nggak apa-apa, hehe..." Mukti cengar-cengir tanpa dosa. Yang lain koor riuh.

"Huuu..."

"Udah, udah! Baru kali ini nih, ibu cerita ke kalian. Tahu nggak, pernah ada anak kelas sebelah main Jailangkung di kelas. Tahu apa yang terjadi? Setan-nya kerasukan Jailangkung!" Bu Bunga bercerita heboh. Gue mangut-mangut.

Wait. Bukannya kebalik, ya? Auk.

"Terus Bu, gimana soal anak mayoret alumni yang katanya meninggal di UKS?" tanya Bintang yang sudah lama mendengar rumor menyeramkan tentang sejarah sekolah ini yang katanya angker.

Bu Bunga mengingat-ingat. "Setahu ibu nih, mayoret itu meninggalnya bukan di sini. Tapi kecelakaan motor, nabrak pohon dan meninggalnya waktu dioperasi. Bukan di sekolah. Jadi, kalian jangan percaya dengan kabar burung kayak gitu, ya!"

Semua anak kompak menggangguk. Azka yang baru bangun tidur tiba-tiba nanya dengan sisa iler di bibir. "Mayoret apa?"

Semuanya hening. Masih didera takut. Takut main miniatur pocong-pocongan lagi. Terutama Rizal selaku pembuat sang miniatur, cowok itu ditakut-takuti Yustin kalau bikin mainan kayak gitu bisa bikin mati.

"Rizal, kamu bikin mainan itu karena inget mati, ya?" tanya Bu Bunga, seakan tahu. Sebagian ketawa. Gue enggak, masih ada hawa serem.

"Nggak, Bu! Saya nggak mau mati sekarang," jawab Rizal.

Kalau gue pikir-pikir iya juga. Gue ingin mati, iya, mati. Tapi saat gue udah ngecap kebahagiaan. Lulus, kerja, nikah, punya anak, menua bareng doi yang gue cinta. Lalu mati gara-gara nenggak susu kadarluarsa. Ashiaap.

Udah ah. Gue ngomong apaan. Ngelantur, asli. Bel berdering, jam matematika pun habis untuk bercerita seram-seram.

"Bu, tadi miniatur pocongnya dibuang kemana?" tanya Bintang sekali lagi, saat wanita paruh baya itu hendak berjalan meninggalkan kelas.

Bu Bunga tersenyum smirk. "Ibu taruh di meja Bu Ningsih. Dia kan harus tahu. Kenapa?"

Bu Ningsih adalah wali kelas gue yang terkenal tegas sekali. Mengajar IPS. Sekaligus guru kesiswaan. Mantul. GG. Selow.

"JANGAAANNN!!" Cowok-cowok mulai panik sambil menjambaki rambut saat Bu Bunga melangkah pergi dengan santai.

Di luar pintu kelas, sesosok mirip Bu Ningsih menatap para cowok-cowok dengan tatapan tajam. Sepertinya mereka akan terciduk. Mamvus.

Mereka bakal diapain Bu Ningsih, ya? Disate atau digule? Wkw. Press F for respect buat cowok kelas gue.

Gue ngakak. Asli.

Ya ampun. Ajib.

Udah ah. Sampe sini dulu. Capek. Mau tidur. Bye!

Nastarzf, 13-02-19.
Besok Valentine, Mblo!

Catatan Si Munyuk (TAMAT) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang