PAGE 40

696 41 0
                                    

"Allie, kau oke?"

Rowan menatapnya dengan wajah yang sangat kuatir.

"Menurutmu?"

"Jelas sangat buruk."

"Begitulah."

Rowan mendesah dan memeluknya untuk beberapa lama sebelum kemudian menjauh untuk melihat wajah Allison. Mereka duduk bersama di atas tempat tidur rumah sakit itu.

"Penny dan Josh sedang dalam perjalanan kesini."

"Bagaimana kau akhirnya bisa menemukanku?"

"Aku memang tidak mengenali nomormu, Al, aku mengangkatnya dan tidak ada suara tapi...entahlah aku tiba-tiba terpikir tentangmu. Lalu telepon berikutnya berasal dari seorang wanita yang katanya tetanggamu dan dia menemukanmu, lalu menelepon nomor terakhir yang ada di daftar panggilan handphone-mu."

"Thanks Rowan."

"Allie, oh sayang! Aku takut sekali, sampai sekarangpun aku tidak bisa tenang!"

"Maafkan aku."

"Allie, kau siap untuk membicarakannya?"

Allison mengangguk pelan, dia tahu dia tidak bisa menyembunyikan apa-apa lagi.

"Aku tidak sanggup menanyaimu, kau saja yang cerita."

"Aku bahkan tidak tahu mau cerita darimana."

"Oh, baiklah...jadi Allie, kau dan..."

"Damian?"

"Yeah, maksudku dia, jadi kalian...?" Rowan menelan ludahnya, dia juga tidak tega menyecar temannya yang masih terlihat lemah dan begitu tertekan.

"Kami melakukannya, di malam itu."

Rowan mendesah, ini akan jadi hal yang berat.

"Lalu kau menyimpannya sendiri."

"Yeah, maafkan aku."

"Oh, tidak Allie, aku tahu itu pasti tidak mudah untukmu."

"Sangat memalukan, Rowan."

"Iya, aku bisa bayangkan...jadi selama ini kau ada dimana?"

"Aku kembali ke Perth dan bersama keluargaku."

"Mereka tahu?"

Allison menggelengkan kepalanya.

"Oh, Allie, kau menanggung semuanya sendirian? Sorry, Al...kenapa kau tidak menghubungiku? Kamu butuh teman, Al! Dan aku sangat berharap aku bisa membantumu!"

"Maaf...aku...aku benar-benar tidak tahu harus apa."

"Kami semua kalang kabut mencarimu, dan kau tahu? Damian-lah yang paling panik tapi kami tidak tahu kenapa dan aku merasa bodoh sekali karena tidak pernah menyimpan nomor keluargamu. Yah setidaknya sekarang aku mengerti."

"Maaf..."

"Bukan kebetulan kalau saat aku menerima kabarmu kemarin bertepatan dengan kami berlima sedang berkumpul. Damian jugalah yang langsung melesat untuk menyusulmu kalau bukan ditahan Will."

Allison menatap Rowan. Dia benar-benar ingin tahu kabar William.

"Lalu...apa yang terjadi?"

"Damian menceritakan semuanya, aku rasa dia juga sudah tidak tahan menyimpannya sendirian apalagi wanita yang menelponku mengatakan kau mengalami pendarahan. Yeah, semuanya mengerikan Allie, aku tidak pernah melihat Will semarah itu, dia menghajar Damian habis-habisan sebelum dia pergi entah kemana. Josh bahkan tidak sanggup menenangkan dia."

Jadi itu alasannya kenapa wajah Damian terlihat babak belur.

"Kau masih mencintai Will?"

Pertanyaan Rowan membuat Allison terdiam beberapa saat.

"Aku tidak berani berharap, Rowan."

Rowan mengangguk; "Yeah...setelah dia menghajar Damian, sekarang giliran dia yang menghilang."

"Biarkan saja." Tapi hati Allison terasa perih.

"Allie, kau tidak apa-apa?"

"Yeah, aku rela, Rowan. Tidak mungkin dia mau memaafkan kami."

"Allie..."

"Aku tidak pantas untuknya Rowan, dia pria yang baik, terlalu baik buatku. Dia lebih baik bersama dengan wanita yang baik juga."

"Oh, Allie!" Rowan memeluknya. Allison mengerjapkan matanya untuk menahan tangisannya. "Aku ikut sedih, Al."

"Aku bingung, Rowan..." Setelah sekian lama mereka berdiam diri, akhirnya Allison berkata-kata lagi. "Aku seharusnya senang, tapi...ini terlalu menyakitkan."

"Tentang kandunganmu?"

"Yeah...rasanya lebih perih daripada kehilangan orang tuaku saat aku kecil."

Rowan tidak dapat menjawab lagi, dia kembali maju dan memeluk Allison, membiarkan temannya itu kembali menangis dan mengungkapkan kesedihannya.

"Aku tidak mengerti, Rowan...aku mulai menyayanginya, aku menginginkan anak itu. Aku tidak peduli kalau aku harus melahirkan dan membesarkannya sendirian dan ketika dia tidak ada...rasanya separuh diriku juga hilang..."

"Aku juga tidak mengerti, Al, tapi sepertinya memang itulah yang wajar dirasakan oleh seorang ibu."

Allison terisak dan Rowan membelai kepala temannya lembut.

"Al, aku rasa anakmu tahu kalau dia dicintai."

"Oh ya?"

"Ya, dan dia akan menunggumu kalau sudah waktunya kalian berkumpul lagi."

"Kalau aku mau menemuinya sekarang bagaimana?"

"Jangan konyol, Allie!"

"Tapi Rowan..."

"Kalau kau bunuh diri kau akan ke neraka sedangkan dia di surga, kalian malah tidak akan ketemu!"

"Tapi justru dia yang membuatku kuat, kalau dia tidak ada..."

"Dia ingin mamanya kuat, Al."

Allison menatap Rowan, sedikit terperanjat.

"Percayalah, dia akan selalu mengawasimu sampai kalian bertemu lagi nanti."

Allison terdiam, kata-kata Rowan benar juga. Tidak lama Rowan terkekeh sendiri.

"Aku kok bisa ngomong begitu ya, Al? Hamil aja belum pernah...tapi entah kenapa aku rasa apa yang aku sampaikan itu benar."

Mau tidak mau Allison mulai tersenyum. Dia menjauh sedikit untuk menatap Rowan yang menatapnya balik dan menghapus air matanya.

"I love you, Allie. Please, jangan pernah kabur lagi."

"I love you too, sist."


THE UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang