PAGE 41

676 36 1
                                    

"Ini apa?"

"Susu...belgian chocolate, kesukaanmu."

"Memangnya aku doyan susu ya?"

"Yah, sebenarnya aku mau membawakan eskrim, tapi setelah aku baca, katanya susu jauh lebih baik karena tubuhmu butuh banyak kalsium dan kamu harus menghindari yang dingin dulu. Toh susu juga versi lain dari eskrim hanya tidak beku kan?"

"Baca? Kau baca dimana?"

"Mbah google."

"Kau mencari informasi di google mengenai kondisiku?!"

"Yeah, memangnya salah ya, Al?"

Allison tidak mampu menjawab. Dia benar-benar tidak menyangka seorang Damian sampai mencari tahu sejauh itu tentang kebutuhannya.

"So, mau diminum sekarang atau nanti?"

"Sekarang saja deh."

"Kenapa, makanan disini tidak enak ya?"

"Makanan rumah sakit mana ada yang enak?"

Damian membukakan tutup botol susunya dan menyerahkannya kepada Allison yang langsung meminumnya.

Aneh, kenapa sejak dulu aku bisa begitu santai bersama Damian? Kami masih seperti teman padahal kami sudah pernah melakukan 'itu', bahkan kami sempat akan menjadi pasangan orang tua.

Pikirannya yang terakhir membuatnya nyaris tersedak.

"Hei, pelan-pelan, Al, memangnya kamu segitu laparnya ya?"

Allison hanya melotot ke arah Damian dan meneruskan tegukannya hingga tetes terakhir, menyerahkan kembali botol yang sudah kosong kepada Damian.

"Lapar atau doyan sih?"

"Dua-duanya."

Damian tertawa dan membuang botol susu itu ke tempat sampah di kamar perawatan Allison. Dia jugalah yang meminta Allison untuk dirawat di ruang VIP rumah sakit ternama itu.

"Bagaimana kondisimu, Al?"

"Perutku masih sakit."

Damian mengangguk, tatapannya sangat kuatir. Dia ingin mendekati wanita itu tapi ragu-ragu.

"Berapa lama aku harus disini?"

"Kata dokter sekitar 3 hari lagi sambil mereka memantau kondisimu. Pendarahanmu bagaimana?"

"Sudah berkurang sih."

"Allie..."

"Aku tidak mau membicarakannya, oke?"

Damian terdiam. Dia tahu Allison masih menutup hatinya walau mereka sudah bisa mengobrol seperti biasa.

"Aku sudah bosan disini."

"Mau aku bawakan buku?"

"Kepalaku masih sedikit pusing."

"Kalau begitu aku bacakan saja nanti."

"Tapi aku ingin jalan-jalan."

"Oke, ayo."

"Eh? Kemana?"

Giliran Allison yang menatap Damian dengan bingung.

"Ke taman rumah sakit saja, paling tidak biar kau dapat udara segar."

"Yah...kirain kemana..."

"Kau belum boleh keluar, sweetheart! Dan kau juga tidak boleh terlalu lelah."

"Damian..."

"Hmm?"

"Kau masih memanggilku..."

"Sudah kubilang kan?"

"Apa?"

"Aku sudah pernah bilang alasannya saat itu tapi kamu tidak pernah mau membahasnya, dan sekarang giliran aku yang tidak mau membicarakannya. Ayolah, jadi keluar atau tidak?"

"I-iya...jadi..."

"Ini jaketmu."

Damian berjalan ke arah lemari, membuka pintunya dan mengeluarkan jaket Allison dari dalamnya. Allison melongo, dia bahkan tidak tahu bahwa sebagian bajunya sudah berada di dalam lemari pakaian kamar perawatannya.

Tanpa menunggu reaksi Allison, Damian membantunya memakai jaket tersebut dan Allison membiarkannya. Damian meraih tangan Allison, membantunya berdiri dan tidak melepaskan genggamannya sepanjang mereka bejalan di koridor menuju taman rindang yang terletak di belakang gedung rumah sakit tersebut. Allison sangat bersyukur mereka sudah melepaskan jarum infusnya sehingga dia bisa bergerak lebih leluasa. Hanya saja rasa pusing dan kram di perutnya masih sering mengganggunya.

Tiba-tiba Damian merangkul bahunya.

"Lewat sini, sweetheart. Kalau kamu tidak kuat bilang saja ya, aku bisa gendong kamu."

Detak jantung Allison terasa lebih cepat.

Oh, please...jangan sampai aku menyukai Damian!

THE UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang