PAGE 34

709 41 0
                                    

Mulai steamy ya... hihihi...

***

"Hi Allison, apa kabar?" Tanyanya ramah. Sama sekali tidak ada nada mengancam dari pria itu. "Jangan tegang, aku hanya ingin berteman. Selama di kelas aku berusaha untuk mengobrol denganmu tapi sepertinya bodyguard-mu selalu menghalangi. Apa salahnya dengan berteman kan?"

Allison menarik nafasnya. Ucapan Chase ada benarnya juga. Dia memang tidak terlalu menyukai pria ini ditambah lagi dengan Joshua yang berpendapat sama tentangnya tapi ini adalah malam perpisahan mereka, apa salahnya bersikap sedikit baik kan?

"Iya, aku minta maaf untuk itu. Aku baik kok."

"Mana teman-temanmu?"

"Hmm, mereka akan menyusulku kesini."

"Oke, kita tunggu disini saja kalau begitu. Mau minum?"

"Hmm, boleh. Aku pesan baileys saja kalau begitu."

Allison sengaja memesan minuman dengan kadar alkohol paling rendah, dia tidak mau mabuk dengan pria ini.

"Chocolate Lux?"

"Yes, please."

Chase berjalan ke arah bar dan memesankan minuman mereka sementara Allison menunggu di dekat balkon. Dia menatap ke arah kolam renang dan melihat Joshua dan Penny yang sedang berdansa. Penny mendongak keatas dan melambaikan tangannya, Allison membalasnya. Dia merasa sangat senang melihat sahabatnya bisa lebih dekat lagi dengan pria pujaannya walaupun mereka belum bekencan secara resmi. Dia tidak bisa melihat Damian dari tempatnya berada.

"Allie, ini minumanmu."

Allison menoleh dan melihat Chase membawakan gelas berisi baileys-nya sedangkan pria itu sendiri menenggak minuman berwarna kuning bening, mungkin chivas regal.

Allison menyesap minumannya dalam diam. Matanya masih menatap kedua sahabatnya yang berdansa di lantai bawah. Tiba-tiba dia tersadar bahwa di dek atas dekat bar ini tidak terlalu ramai karena ada bar kedua di dekat kolam renang di bawah mereka, sepertinya hampir semua pengunjung lebih senang berkumpul di bawah.

Allison bingung, instingnya menyatakan dia tidak aman untuk bersama dengan Chase di tempat yang agak sepi, tapi dia juga sudah meminta Damian menyusulnya ke tempat dia berada sekarang. Bagaimana kalau dia pergi dari situ dan Chase membuntutinya sedangkan Damian tidak dapat menemukannya?

Allison menoleh dan tersentak. Chase tengah menatapnya dengan tajam, pandangan matanya menggelap, membuat Allison bergidik ngeri.

"Chase, aku..."

Mendadak badannya merasa panas, kepalanya pusing dan pandangannya sedikit berputar. Tubuhnya terasa aneh tapi otaknya masih mampu berpikir.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya dengan tergagap, suaranya terdengar lemah dan bergetar.

Chase tersenyum lebar dan mengambil gelas yang dipegang Allison. Menaruh gelas-gelas tersebut secara asal di atas meja di dekat mereka dan mendekatinya, melingkarkan tangannya pada pinggul Allison. Dia juga menyibakkan rambut Allison ke belakang, membuat bahu dan belahan dada gadis itu terekspos.

"Jangan!" Allison memukul dada pria itu dan menyuruhnya mundur tapi tenaganya lenyap. Tubuhnya kesemutan, panas dan lemas. Chase menangkap kedua tangannya dan memuntirnya ke punggung gadis itu, mencengkramnya dengan kuat.

"Ini malam terakhir sekolah kita sayang, tentu saja aku ingin menikmatimu. Aku sudah ingin menjadikanmu milikku sejak dulu tapi temanmu selalu menghalangiku." Bisik Chase di telinganya. Nafas menderu pria itu di lehernya membuatnya jijik tapi Allison tidak punya kekuatan untuk melawan. "Malam ini aku tidak bisa membiarkan rencanaku gagal lagi, Miss Travers."

Pria itu membungkam mulut Allison dengan bibirnya, menciumnya dengan liar. Cengkramannya pada kedua tangan Allison semakin kuat sementara tangannya yang satu lagi mulai merayap keatas, untuk menekan payudara sintal gadis itu.

Air mata Allison mulai mengalir. Dia merasa putus asa dan dihina. Dia berusaha menendang tapi tentu saja Chase lebih kuat, teriakannya teredam di dalam rongga mulut pria itu yang masih menciuminya dengan kasar.

Siapa saja, please, selamatkan aku.

"Brengsek!!!"

Bugh!!!

"Argh!"

Bunyi debuman keras menyadarkannya. Allison membuka matanya dan melihat Chase sudah terpelanting di lantai dengan wajah tersungkur.

"Allie, kau tidak apa-apa?"

Allison menangis lagi ketika matanya bertemu dengan Damian. Pria itu sedang menatapnya dengan kuatir. "Allie, jawab aku!"

Allison mengangguk lemah, tangannya terasa kebas. Tiba-tiba Chase bangkit dan menyerang Damian dari belakang, meninju punggung pria itu.

"Bangsat!!"

Damian memaki, memutar tubuhnya dan membalas pukulan Chase. Allison tidak pernah menyangka bahwa Damian juga ahli dalam membela diri dan Chase terlihat kalah telak dibandingkan dengannya.

Damian meninju rahang pria itu, menendang perutnya, menyikut tulang rusuknya dan akhirnya menendang selangkangan Chase. Membuatnya terkapar dan tak berkutik lagi.

Pandangan Allison mulai berputar lagi, tubuhnya merasa panas. Rasanya gila, dia ingin membuka seluruh pakaiannya saat itu. Dia ingin disentuh, dibelai dan dipuja.

"Dam..." Dia berusaha memanggil Damian. Suaranya lirih.

"Allie!" Rupanya dengan suara cicitan Allie yang sangat pelan dibandingkan musik yang hingar bingar tidak menghalangi Damian untuk mendengarnya.

"Panas, Dam..."

"Al?"

"Panas...oh please..." Suara Allison sudah menjadi desahan.

Mata Damian melebar, dia mulai mengerti apa yang terjadi. Dia menggelengkan kepalanya perlahan, menatap Chase dengan geram sementara pria itu masih tergolek lemah di lantai, berusaha untuk bangkit tapi gagal.

"Damian!"

Allison sudah tidak bisa mengontrol dirinya lagi. Dia maju ke depan, meraih wajah Damian dan mencium pria itu dengan kasar dan bergairah.

Damian terdiam sesaat, dugaannya benar. Tidak sampai beberapa detik, Damian membalas ciuman Allison. Dia tidak bisa membohongi dirinya lagi, dia harus mengakui bahwa dia menyukai gadis itu.

Sadar mereka bisa menjadi pusat tontonan serta keadaan Allison yang mengerikan, Damian mendorongnya pelan untuk memisahkan diri mereka. Melepas jas-nya dan melingkarkannya pada bahu Allison.

"Sialan kau! Kau apakan Allie-ku, hah?!!"

Sekali lagi Damian menendang tubuh Chase dengan marah dan geram. "Kau pengecut, bajingan, brengsek!!"

Isakan Allison menyadarkannya.

"Al, ayo kita pergi dari sini!"

Dia memeluk Allison yang gemetar, setengah menyeret dan memapahnya untuk keluar dari situ. Pikiran Damian sedikit kalut, dia tidak tahu harus kemana. Dia tidak berniat untuk bersikap lancang lagi pada Allison, sebaliknya dia berpikir untuk mengantar gadis ini pulang.

THE UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang