PAGE 44

812 36 0
                                    

Damian menghempaskan dirinya di balik kemudi mobilnya. Dia menghidupkan mesinnya dan membiarkannya sesaat lalu bersandar di kursinya. Dia memejamkan matanya dengan perasaan kalah telak.

Kapan aku pertama bertemu dengannya? Ah ya, di pesta awal sekolah.

Aku langsung memanggilnya sweetheart ya? Padahal aku hanya bercanda. Entahlah aku suka saja melihat ekspresi kesalnya.

Dan itu berlanjut...lucu juga kami bisa sekelompok bersama apalagi di kelas psikologi, kami hanya berduaan dan melakukan semua tugas bersama-sama.

Belum lagi kami malah olahraga bareng setiap minggu subuh.

Dan aku juga kaget kalau dia tidak pernah menghakimiku, padahal aku terang-terangan gonta-ganti pasangan didepannya. Yah dia pernah marah sih, tapi toh kami berhasil mengatasi konflik dengan baik.

Aku tidak tahu sejak kapan aku jadi benar-benar menyukainya, apalagi ketika melihat dia dan William, aku ingat betul rasanya cemburu itu seperti apa.

Sampai malam itu...

Malam yang mengubah semuanya...

Damian mendesah dan menatap nanar ke luar jendela, hatinya terasa sangat pedih.

Sudah kuduga seharusnya aku tidak boleh jatuh cinta. Seharusnya aku tetap menganggap semua wanita sama seperti mama.

"Memangnya kau tidak takut karma ya, Dam?"

Pertanyaan Allison terngiang di telinganya.

Damian tersenyum getir, menertawakan kebodohannya. 

Ternyata kau-lah karmaku, Allie. Aku yang selalu mempermainkan wanita, menjadikan mereka hanya tempat untuk melampiaskan kebutuhanku tapi sekarang akulah yang ditolak dan dibuang. Bahkan ketika kau sempat mengandung anakku, hatimu tetap untuk orang lain dan kamu tidak pernah memberiku kesempatan untuk mencintaimu.

Air mata pria itu mulai menggenang. Nafasnya terisak pelan. Dia tidak pernah menangis untuk seorang wanita.

Ah, seandainya anak kita masih ada, apakah aku bisa menahanmu lebih lama?

Damian menggelengkan kepalanya dengan kuat. Percuma mengandai-andai, dia merasa harus menerima dan menghadapi kenyataan. Dia menyeka wajahnya.

"Aku tahu aku tidak mungkin melupakanmu, setidaknya...aku akan belajar untuk melepaskanmu, Allie." Desisnya pelan.

Karena cinta tidak harus memiliki kan?

Dia terdiam beberapa saat. Berusaha mengembalikan kekuatan dan ketenangannya.

Tidak lama setelah itu handphone-nya berbunyi.

Damian membiarkannya berdering lebih lama sebelum meraihnya.

Dia mengerang pelan ketika melihat nama yang tertera pada layarnya.

"Hei, kak?" Sapanya, "Oh ya? Bagus donk! Aku akan kesana sekarang."

Damian memajukan persnelingnya dan mulai menjalankan mobilnya sementara dia masih berbicara dengan di telepon.

"Sampaikan salam sayangku untuk Shane, katakan dia akan bertemu dengan Uncle favoritnya sebentar lagi. Oh ya, ka, aku sudah siap membantu perusahaan kita. Kau bisa membimbingku lagi. Apa? tidak, aku tidak bercanda kali ini...Iya, ini serius. Kita bicarakan nanti, ok? Aku sudah jalan kesana sekarang. See you!"

***

THE UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang