PAGE 19

692 43 0
                                    

"Hi semua."

"Hi Allie, kau bawa apa?"

William mengangkat kepalanya dari notebook-nya dan menyapa Allison yang baru saja bergabung dengan merela.

"Ini kue yang kubuat di kelas cooking tadi, kalian mau?"

"Sure!" Damian menyambar dengan cepat.

"Dasar tukang makan!"

Mereka berenam; William, Damian, Joshua, Penny, Rowan dan Allison sendiri kembali berkumpul untuk mengembangkan dan membenahi sistem dan program bisnis online mereka. Seperti yang Mr. Derek katakan sejak awal bahwa bisnis mereka akan dikembangkan menjadi bisnis sungguhan yang bisa dinikmati bahkan oleh masyarakat umum dan selama program sekolah ini berlangsung, mereka harus mengembangkannya dengan maksimal.

Seperti biasa coffee shop "Manhattan Mocha" menjadi tempat favorit mereka untuk bertemu dan mengerjakan tugas mereka ketimbang harus mengerjakannya di perpustakaan atau area kampus. Bahkan para barista dan waiter di tempat itu sudah mengenali mereka dan seringkali memasang tanda reserved untuk meja favorite mereka di paling sudut ruangan yang berhiaskan jendela bergaya art deco yang besar.

"Apakah ada masalah, Will?" Tanya Allison.

Tiba-tiba saja Rowan yang duduk di samping William berdiri dan memberikan kursinya untuk Allison sementara dia sendiri berjalan memutari meja untuk duduk di sebelah Penny. Allison melotot kearahnya dan Rowan sengaja mengabaikannya.

"Duduklah, Al, aku ingin memperlihatkanmu sesuatu."

"Eh, i-iya." Allison dengan gugup akhirnya duduk di sebelah William.

Bisnis mereka sudah berjalan selama tiga bulan, artinya mereka sudah mencapai pertengahan masa kuliah mereka. Waktu berjalan sangat cepat. Joshua dan Penny mulai lebih dekat tapi hanya sebatas teman. Damian tetap playboy dan dikerumuni para wanita seperti biasa. Rowan masih berkencan dengan buku-bukunya sedangkan Allison dan William, mereka semakin dekat.

"Will, kau tahu kan aku tidak mengerti coding, melihatnya saja mataku sudah pusing."

William tertawa.

"Nope, Allie. Maksudku sejak kau lebih mengerti graphic design, please bantu aku untuk memilihkan perpaduan warna logo kita yang baru."

"Oh, oke tapi kalau aku sih suka warna tosca ya."

"Kuenya enak, Al, apa sih ini?"

Damian sudah melahap hampir separuh toples kue kering yang dibawa Allison.

"Kaasstengels?"

"Mmmm...enak..." Damian berkomentar dengan mulut penuh, bahkan pria itu kadang memejamkan matanya untuk menghayati rasa asin gurih yang memenuhi indra pengecapnya.

"Hei, jangan kau habiskan semua, Dam!" Allison melemparkan pensil ke arah Damian dengan tertawa geli.

"Buatku mana?" Joshua bertanya dengan nada memelas dan dengan enggan Damian memberikan toples itu tapi baru saja Joshua mengambil beberapa potong, Damian sudah merebutnya kembali seolah itu hanya miliknya seorang.

"Hei! Aku belum mencobanya!" Rowan protes dan mereka semua tertawa.

Allison bersyukur dia memiliki teman-teman sekelompok yang sangat menyenangkan. Rowan yang pemalu dan kutu buku-pun dapat diterima dan berbaur dengan baik di antara mereka. Allison melirik ke arah Damian yang ternyata juga sedang memperhatikannya, mereka bertukar senyum.

"Allie, wait."

Mereka semua sedang berjalan bersama dan baru saja keluar dari café tersebut ketika Allison merasakan genggaman yang erat namun lembut pada pergelangan tangannya.

"Will, ada apa?"

"Well, apa aku boleh mengajakmu jalan lagi?"

"Eh?"

"Aku tahu aku sangat sibuk sejak kita ke botanical garden itu dan belum sempat mengajakmu jalan berdua lagi."

"Lho, kau kan memang sibuk untuk mengembangkan aplikasi kelompok kita. Lagipula kita kan pernah berkali-kali ke mall bersama."

"Itu kan ramai-ramai, Al."

"Memang, tapi aku senang Will."

"Aku ingin berduaan denganmu lagi."

Wajah Allison memerah dan dia berusaha keras untuk menyembunyikan rasa senangnya.

"Kau ingin jalan-jalan kemana?"

Allison kebingungan. Dia sudah pernah mengunjungi beberapa tempat bersama Damian, lagi-lagi untuk tugas mereka. Dia selalu merahasiakan kebersamaan mereka dari siapapun dan tampaknya Damian juga tidak merasa perlu untuk memberitahukan siapapun tentang tugas bersama yang harus mereka lakukan.

"Aku ingin ke tempat yang fun, Will."

"Seperti apa? Aku siap mengantarkanmu kemana saja."

Allison tertawa gugup dan tiba-tiba melintas sebuah ide di pikirannya.

"Aku tahu ini kedengaran konyol, tapi bagaimana kalau ke...Sydney Aquarium?"

"Hey, that's great!"

"Really?"

"Absolutely, aku jemput sabtu pagi ya."

"Thanks, Will."

"No, aku yang harusnya berterima kasih."

Tiba-tiba William mengangkat tangannya dan membelai kepala Allison pelan. Jantung Allison serasa berhenti berdetak tapi dia tidak dapat menyembunyikan senyum senangnya.

"Sampai hari Sabtu, Will."

***

THE UNEXPECTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang