Cover by arrasistible
-
"Ternyata cinta tanpa memiliki sesakit ini," -Maura
"Lo berharap akan berhasil, meski semua terasa mustahil," -Levin
_
'Renjana', perasaan rindu seorang gadis remaja terhadap seseorang yang dicintainya. Namun, ia tidak mengha...
'Aku mencintainya, entah dia mencintaiku atau tidak, aku hanya ingin tetap mencintainya.'
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°Levin Elmero Morales°
°°°
Levin tersenyum simpul membacanya. Ia berfikir bahwa saat ini wanita itu sedang berada di tahap mencintai dalam diam. Padahal setaunya, mencintai dalam diam selalu berakhir menyakitkan.
"Apa ini alasan kenapa Maura suka bikin tulisan?" Levin bergumam sendiri. "Tapi kalau cuma tulisan, mana mungkin cowok itu bakal tau?" Sadar keadaan kantin mulai sepi, Levin bergegas menuju kelas. Tanpa sengaja buku diary Maura terjatuh. Dan tepat, saat ia membalikkan bukunya sebuah nama tertulis di tengah-tengah buku itu.
"Jadi cowok itu?" Levin segera menutup bukunya dan pergi menuju kelas.
°°°
"Yon, gue titip buku sama handphone Maura. Tadi ketinggalan di meja kantin," tadinya Levin berniat untuk mengembalikannya sendiri. Namun mengingat nama lelaki yang ditulis oleh Maura, ia mengurungkan niatnya.
"Kenapa gak Lo sendiri aja yang balikin?" Deon balik bertanya. "Selagi ada Lo, kenapa harus gue?" Deon membuang nafasnya kasar.
"Yaudah gue duluan," Levin pergi menuju parkiran.
"Yaudah sana!!" Teriak Deon
"Eh, Ra Ra Maura!!!" "Apaan sih! Berisik tau," ketus Maura "Nih ada titipan dari Levin," Deon memberikan handphone dan buku diary itu.
"Levin? Ko bisa?" Mimik muka Maura seketika berubah menjadi gelisah. "Ketinggalan katanya," jawab Deon. Maura hanya mengangguk dan segera pergi menuju parkiran.
°°°
Kedua mata itu bertemu dan saling melihat satu sama lain. Perasaan canggung menghampiri keduanya.
"Eh Vin, ayo cepetan!" Ucap Alvin yang sudah duduk di samping jok pengemudi. Tersadar akan hal itu, Levin langsung mengalihkan pandangannya dan masuk kedalam mobil.
Sedangkan Maura, ia tetap setia memandangi mobil yang kini sudah melaju di depannya.
"Bego!! Gue bego bego bego!" Maura merutuki dirinya sendiri.
"Lo kenapa Ra?" Tanya Mikha yang sudah siap dengan sepedanya.
"Kayaknya Levin udah tau," dengan wajah lesu ia menaiki sepedanya.
"Ko bisa?" "Buku diary gue ketinggalan dan dia yang bawa. Kemungkinan Levin udah baca," jelas Maura "Belum tentu juga kan?" "Tapi tadi dia beda, gak kayak sebelumnya," jelas Maura sambil terus merutuki dirinya sendiri.
"Yaudah lah, Lo bisa apa?" Mikha lalu melajukan sepedanya mendahului Maura.
"Arghh sebel!!"
°°°
"Maura.. mau bantuin Mama gak?" Tanya -Nerlina- Mama Maura dan Alena.
"Bantu apa, Ma?" Maura yang baru saja datang langsung menghampiri Mama nya di dapur.
"Tolong kasih durian ini ke tetangga depan rumah, mereka harus nyobain,,," titah Mama Maura "Mah, Alena aja deh. Kalau ketetangga aku malu," keluarga Maura memang baru saja pindah rumah beberapa hari yang lalu. Semenjak Ayah Maura meninggal mama-nya memilih untuk menempati rumah suami barunya.
"Adik kamu belum pulang sayang.." "Kemana?" "Hari ini dia ada les, udah cepet sana," "Hh, yaudah aku ganti baju dulu,"
•••
"Permisi.." Maura berteriak didepan gerbang rumah sipemilik. Dan tak lama, keluarlah lelaki dengan perawakannya yang jangkung.
"Eh, ada apa ya?" Tanyanya. Ramah dan tampan, itulah yang pertama kali muncul dipikirkan Maura.
"Ini durian Medan, kata Mama tetangga depan rumah harus nyobain," ucap Maura kemudian tersenyum seramah mungkin kepada lelaki didepannya itu.
"Terimakasih, kalau boleh tau nama lo siapa?" Tanyanya. "Maura," "Alvin," Alvin menjulurkan tangannya dan dibalas oleh Maura.
"Siapa?" Tanya seseorang yang baru saja datang dengan keresek minimarket di tangan kirinya.
"Maura, kenalin ini Levin adik gue," mendengar nama yang tak asing, keduanya langsung menoleh satu sama lain.
Maura tersenyum kiku kepada Levin. Dan Levin hanya menatapnya dingin dan datar.
"Udah kenal," ketus Levin. "Nih kak, gue ada urusan sebentar sama dia," Levin memberikan kresek itu, dan menarik lengan Maura agar mengikutinya.
Merasa sudah cukup jauh dari rumahnya, Maura mulai membuka suara,"kemana?"
"Keliling komplek aja," jawabnya masih sama dinginnya dengan yang tadi.
"Ra," Maura menoleh dan kini detak jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya.
"Ternyata kita tetanggaan," mendengar kalimat itu Maura menghela nafasnya dan terkekeh sebagai respon dari ucapan Levin.
Tiba-tiba saja Levin menghentikan langkahnya. "Lo suka sama gue?"
Bagai disambar petir, kalimat itu mampu membuat Maura menegang ditempat. Kini detak jantungnya seperti tak berdetak lagi. *Mati batin Maura.
"Lo baca diary gue?" Ucap Maura sambil berusaha menutupi kegugupannya.
"Maaf, gue lancang," Maura mengangguk sebagai jawaban.
"Lo belum jawab pertanyaan gue," ujar Levin. "Eh? I iy-iya," Maura menundukkan kepalanya menahan rasa malu yang kini melanda dirinya.
"Gapapa. Tapi Lo yakin mau suka sama gue?" Spontan Maura mendongakkan kepalanya, "maksudnya?"
"Lo gak takut, penantian Lo akan sia-sia pada akhirnya?" Tanya Levin.
"Semua usaha gue emang terlihat sia-sia. Tapi gak tau kenapa, buat Lo gue masih aja ingin mencoba," jelasnya dan jujur Maura malu mengatakannya. Ya, sudah 3 tahun ia menyukai Levin, tapi teman-temannya Maura mengatakan bahwa Maura sudah mencintainya.
"Lo berharap akan berhasil, meski semua terasa mustahil," Levin melontarkan kalimat itu.
Ia tidak menyangka kalimat itu akan dilontarkan oleh seorang Levin. Maura mengalihkan pandangannya, mencoba menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.
Satu tetes air matanya terjatuh. Levin tau apa yang sedang dirasakan wanita disampingnya saat ini. Levin memutuskan untuk membawa Maura kembali pulang.
"Makasih udah ajak gue keliling komplek," dengan sekuat tenaga Maura mengangkat kedua sudut bibirnya dan menampilkan senyumannya. Levin hanya membalas senyuman itu. Keduanya lalu kembali kerumah masing-masing.
'salahkah jika aku ingin terus memperjuangkanmu?' - - - - Warning!
Tolong tinggalkan vote dan komen. Karena voment kalian itu berharga.