Happy reading:*
"Meski hanya hal kecil,tapi jika itu berharga bagimu,kau pasti tau cara bersyukur"
☕☕☕
Pagi ini hujan lebat. Mungkin Tuhan sedang menurunkan rahmat kepada hambanya. Tapi tak ayal juga membuat orang berdecak,para pelajar yang ingin kesekolah misalnya.
Elardi Reynand Abrisam. Atau yang akrab dipanggil Rey berdiri dari balkon rumahnya. Memandang dengan sorot tajam kearah luar. Udara dingin pagi tak membuat Rey berkutik atau malah masuk kedalam rumah. Rintikan hujan jelas masih membasahi jalanan. Menunggu hujan reda. Hanya itu yang dilakukannya. Bisa saja dia meminjam mobil kakaknya tapi dia tak ingin lebih menjadi pusat perhatian lagi. Sudah cukup begini. Dia tak berminat menjadi tenar lebih. Setidaknya meminimalisir hal tersebut. Rey tak ingin kejadian sewaktu SMP nya terulang lagi dan membuat ia merasakan sakit hati sekaligus tak langsung juga menyakiti. Ah,kadang hujan seperti ini membuat dia terperangkap lagi dengan moment dahulu.
Tak ingin ambil pusing,Rey menyeluarkan handphone dari saku seragamnya. Tujuannya hanya satu, memotret moment air yang jatuh pada celah dedaunan. Mencoba memfokuskan kamera nya,Rey berhasil mengambil satu tangkapan yang cukup menarik. Tak puas dengan modal kamera handphone,Rey berjalan kedalam kamarnya dan mengambil Kamera dari atas lemari kecil. Setidaknya fotographi ini mengalihkan fokusnya dan lumayan untuk menunggu hujan reda.
Setelah puas dengan 10 tangkapan tentunya dengan angel yang berbeda,Rey menyudahi aksi potret-memotretnya. Hujan hanya tinggal gerimis kecil. Tak masalah bukan jika ia pergi hanya mengenakan Hoddie? Lagian itu tak terlalu buruk.
Rey menyandang tas sekolah setelah memakai Hoddie dan bergegas ke lantai bawah. Ia sudah sarapan tadi. Bersama kakak nya dan Bi Asmi,jadi Rey tak perlu lagi keruang makan.
Diruang tamu,Rey bertemu dengan kakak laki-lakinya yang sedang menonton televisi.
"Kak,gue berangkat" Kata Rey mengejutkannya.
"Hah? Masih gerimis Rey. Yakin?"
"Pakai jaket gue." Rey meyakinkan.
"Mobil gue nganggur. Ntar gak ada jadwal kuliahan. Lo pake aja"
"Motor aja deh!" Jawab Rey cepat. Ia sudah menduga Kakaknya akan memberi usulan demikian saat tadi sarapan,Kakaknya hanya memakai baju santai untuk dirumah.
"Napa? Takut keulang?" Tanya kakaknya dengan nada mendengus. Entah sampai kapan adiknya jadi pengecut begini.
Rey diam. Dia tak ingin membahas lebih.
"Gue berangkat." Usai berkata seperti itu,Rey berlalu keluar rumah tanpa menunggu jawaban kakaknya yang mungkin,bukan mungkin,tapi pasti menyudutkannya.
Menyebalkan.Setidaknya telat karena alasan hujan bisa dipertimbangkan nanti dimeja piket. Tak terlalu buruk. Gumam Rey.
☕☕☕
Bel jam pertama belajar sudah berbunyi 20 menit yang lalu. Itu artinya,Rey sudah telat 20 menit. Pintu gerbang masih buka. Matanya memandang sekitar. Masih lumayan ramai. Berarti dia tak perlu minta surat izin kepiket. Serame ini yang telat masa mau ngerubung ke piket? Yang ada guru piket kewalahan.
Rey berjalan santai dikoridor kelas. Sesekali dia bertegur sapa dengan teman yang pernah dikenalnya di kelas 10 dahulu. Sampai akhirnya kaki Rey berhenti tepat didepan pintu kelas XI.Ipa.7 yang tertutup rapat. Bukan hanya dia yang telat dari kelasnya. Disana sudah duluan ada Renata, Raya,Tami,Agif dan terakhir Adeeva yang sedang mengeringkan payungnya ditepi koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFE LATTE
Teen FictionBerawal dari pertolongan tak terduga. Membuat Adeeva menyukai Coffe Latte. Durasi yang hanya 20 menit bisa membuat nya jatuh hanya karena sebuah senyuman manis. Tapi perkenalan yang belum bermula membuat mereka tidak saling mengenal dan harus terpis...